Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Menyulitkan atau Memudahkan?

Ave Airiza
Journalism Student of Polytechnic State of Jakarta. SEO Content Writer Internship at kumparan Bisnis.
Konten dari Pengguna
10 Mei 2020 19:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ave Airiza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pembelajaran Jarak Jauh. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pembelajaran Jarak Jauh. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan metode pembelajaran yang dilakukan secara daring sebagai pengganti proses pembelajaran tatap muka, guna memutus rantai penyebaran COVID-19.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kegiatan PJJ menimbulkan pro kontra dikalangan mahasiswa dan pelajar. Mulai dari cara mengajar setiap dosen maupun guru, tugas yang menumpuk, hingga kuota internet yang digunakan untuk melakukan kegiatan PJJ.
Banyak sekali keluhan dari pelajar ketika melakukan PJJ. Aku salah satu mahasiswa yang mengeluhkan sistem ini. Sistem PJJ dirasa tidak efektif dan membuat aku dan pelajar lain semakin terbebani.
Ketika kuliah tatap muka pengajar memberikan serta menjelaskan materi secara kompleks, sehingga aku dapat mengetahui dengan detail apa yang sedang dipelajari.
Tetapi ketika PJJ berlangsung, yang didapat bukanlah materi yang kompleks, melainkan pengajar cenderung ‘mengganti’ pemberian materi, dengan pemberian tugas-tugas yang lebih banyak daripada saat perkuliahan tatap muka berlangsung. Hal ini hampir terjadi diseluruh mata pelajaran, yang tentunnya sangat membebani.
ADVERTISEMENT
Jaringan internet yang tidak stabil di lingkungan tempat tinggalku, membuat aku kesulitan untuk sekedar absen. Biaya internet yang cukup merogoh kocek, membuat kedua orang tuaku khawatir.
Untungnya aku mendapat bantuan pulsa dari kampus, memang jumlahnya tak banyak tetapi aku bersyukur karena sedikit meringankan beban kedua orang tuaku.
Ketika mempelajari psikologi sikap, aku yakin bahwa sikap negatif yang timbul dari permasalahan tersebut dapat diubah dengan teori integrasi.
Perubahan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga terbentuk sikap mengenal hal tersebut. Teori ini juga dipengaruhi oleh faktor internal (diri sendiri) dan faktor eksternal (lingkungan).
Permasalahan mengenai tugas yang terlampau banyak, biaya internet yang mahal, serta jaringan yang terganggu dapat dikomunikasikan dengan pengajar agar ditemui titik tengah yang membuat kedua pihak merasa diuntungkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai pelajar yang aktif dan kritis, kita mampu mempelajari apa yang belum diajarkan atau belum jelas dengan mencari referensi materi yang tersedia di internet.
Aku sangat yakin bahwa dibalik pandemi COVID- 19 terdapat banyak pelajaran yang bisa diambil. Bersyukur terhadap apa yang terjadi, dan selalu bersikap positif terhadap semua permasalahan. Berproses bersama demi pendidikan Indonesia yang lebih baik.
(Ave Airiza Gunanto/ Politeknik Negeri Jakarta)