news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kesehatan Kerja Tidak Lebih Penting dari Keselamatan Kerja, Benarkah?

Avinia Ismiyati
ASN Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan RI. Member of ASNation dan ASNMenulis
Konten dari Pengguna
27 April 2022 17:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Avinia Ismiyati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja UMKM di Papua, Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja UMKM di Papua, Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Terdapat banyak anggapan bahwa kesehatan kerja merupakan hal yang lebih sering diabaikan dibandingkan dengan keselamatan kerja. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa Kesehatan Kerja merupakan bagian dari Kesehatan Masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja baik secara fisik, mental, sosial dan kesejahteraan pekerja apa pun jenis pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, penerapan Kesehatan kerja di dunia industri, diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 88 tahun 2019. Dalam peraturan tersebut diketahui bahwa terdapat keterlibatan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat dalam penyelenggaraan Kesehatan kerja. Penyelenggaraan Kesehatan kerja yang dimaksud di antaranya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penanganan penyakit dan pemulihan Kesehatan pekerja.

Gambaran Penyakit Akibat Kerja Secara Global

Di tahun 2013, International Labour Organization (ILO) menyebutkan bahwa terdapat hidden epidemic secara global bahwa fatal disease (86%) yang berkaitan dengan pekerjaan diperkirakan penyumbang kematian lebih besar dibandingkan dengan fatal accident (14%). Penyakit-penyakit yang umum dialami oleh pekerja di antaranya Pneumoconiosis, Asbestos-Related Disease, Musculoskeletal Disorders (MSDs), dan Stres terkait pekerjaan.
Penyakit akibat kerja yang berkaitan dengan pernapasan seperti pneumoconiosis dan asbestos-related disease diperkirakan dialami jutaan pekerja yang bekerja dengan pajanan debu silika, batu bara hingga asbes. Periode laten yang cukup panjang pada pekerja yang mengidap penyakit ini menyebabkan penyakit ini seringkali underreported dan underdiagnosed.
ADVERTISEMENT
Belum selesai dengan penyakit pneumoconiosis di tempat kerja, berkembangnya teknologi juga menciptakan new emerging disease pada pekerja di antaranya penyakit gangguan otot rangka (Musculoskeletal Disorders) dan Stres akibat kerja. Pada laporan yang dikeluarkan oleh The European Comissions, tercatat gangguan otot rangka memberikan kontribusi tertinggi absenteisme pekerja di Eropa. Pemerintah Korea Selatan juga memiliki data kenaikan kasus gangguan otot rangka pada pekerja dalam rentang 2005 – 2010.
Bahaya psikososial di tempat kerja yang menyebabkan stres akibat kerja juga dikabarkan mengalami peningkatan. Stres dapat berhubungan dengan gangguan otot rangka, kardiovaskular, dan gangguan pencernaan.
Peningkatan stress akibat kerja ini dapat pula menyebabkan pekerja mengalami penyalahgunaan narkoba dan adiksi terhadap minuman beralkohol. Isu Kesehatan mental yang dialami pekerja juga dapat disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi yang dapat menyebabkan depresi, kecemasan yang berlebihan hingga keinginan untuk bunuh diri (suicide).
ADVERTISEMENT

Permasalahan Pencatatan Data Penyakit Akibat Kerja

Ketersediaan data untuk pencegahan penyakit akibat kerja dapat memberikan gambaran penyakit akibat kerja yang selanjutnya dapat digunakan untuk program pencegahan. Data-data tersebut didapatkan melalui laporan perusahaan, klaim asuransi seperti BPJS Ketenagakerjaan, dan informasi dari dokter perusahaan.
Namun, secara global data-data penyakit akibat kerja ini hampir tidak tersedia pada Sebagian besar negara di dunia. Tantangan yang dihadapi pada negara-negara tersebut antara lain minimnya pengetahuan dan pengalaman dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja.
Selain itu pencatatan data pada pekerja usaha kecil menengah seringkali diabaikan. Faktor lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam pencatatan data penyakit akibat kerja ini adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja dengan status temporary workers yang seringkali sulit untuk dimonitor. Karakteristik dari penyakit akibat kerja yang memiliki periode yang cukup lama, misalnya kanker akibat kerja juga membuat penyakit akibat kerja ini sulit untuk diidentifikasi.
ADVERTISEMENT

Langkah yang Dapat Dilakukan

Salah satu Langkah yang dilakukan Indonesia terkait dengan penanggulangan penyakit akibat kerja di Indonesia adalah diterbitkannya Peraturan Presiden no. 7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja.
Penyakit akibat kerja dibagi menjadi dalam empat kategori penyakit akibat kerja, antara lain jenis penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan, berdasarkan sistem target organ, kanker akibat kerja dan spesifik lainnya. Dalam peraturan tersebut juga dijabarkan daftar penyakit akibat kerja yang dapat menerima kompensasi dari BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, kepatuhan pelaporan kejadian penyakit akibat kerja juga perlu digalakkan pada perusahaan maupun tempat kerja. Pengawas ketenagakerjaan diharapkan dapat mengintegrasikan pengawasan K3 yang juga memfokuskan pada penyakit akibat kerja. Peran serta dari pihak perusahaan dan pekerja juga diperlukan untuk berkontribusi dalam menekan penyakit akibat kerja.
ADVERTISEMENT
Pemberi kerja berperan dalam pencegahan dengan mengambil tindakan melalui penilaian dan pengendalian bahaya dan risiko di tempat kerja. Pekerja juga dapat terlibat dalam memformulasikan kebijakan pencegahan penyakit akibat kerja demi terciptanya Kesehatan kerja di tempat kerja.
Paradigma baru mengenai penerapan K3 yang tidak hanya fokus terhadap kecelakaan dan injuri akibat kerja perlu ditingkatkan. Paradigma ini perlu ditekankan bahwa penyakit akibat kerja memang sulit untuk diatasi, namun tidak boleh diabaikan, rekognisi, pencegahan dan pengobatan penyakit akibat kerja serta perbaikan sistem pencatatan dan notifikasi kejadian penyakit akibat kerja perlu menjadi prioritas.
Berdasarkan hal tersebut, baik keselamatan kerja dan kesehatan kerja merupakan hal yang sama penting dan implementasi sistem manajemen harus dapat diaplikasikan secara berkesinambungan.
ADVERTISEMENT