Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Perjuangan Sang Lentera, di Desa Hijau
30 Juni 2024 11:26 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ayu Astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau nan subur, hiduplah sebuah keluarga yang sederhana namun penuh cinta. Di rumah sederhana itu mereka tinggal. Anak bungsu mereka, Aisyah, adalah seorang gadis remaja yang cerdas dan penuh semangat. Kedua kakaknya, Arif dan Siti, sudah merantau ke kota demi mencari pekerjaan yang lebih baik, namun kehidupan mereka di kota belum seberuntung yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Kehidupan keluarga ini berubah drastis ketika Pak Ahmad jatuh sakit parah. Tubuhnya yang dulu kuat dan tegap kini semakin lemah dan kurus. Bu Aminah harus mengurus sawah seorang diri sambil merawat suaminya yang sakit. Kehidupan mereka semakin sulit, tetapi harapan mereka tetap ada pada Aisyah, anak bungsu yang selalu riang dan penuh tekad. Aisyah adalah siswa terbaik di sekolahnya. Meskipun harus membantu ibunya di sawah setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah dan belajar di malam hari dengan penerangan lampu minyak, semangatnya tak pernah surut. Ia tahu bahwa pendidikan adalah kunci untuk keluar dari kemiskinan dan memberi harapan baru bagi keluarganya.
Suatu hari, kepala sekolah Aisyah, Pak Harun, memanggilnya ke ruangannya. “Aisyah, ada kabar baik untukmu. Kamu mendapatkan beasiswa penuh untuk melanjutkan sekolah di SMA favorit di kota. Ini adalah kesempatan emas yang harus kamu manfaatkan,” kata Pak Harun sambil tersenyum bangga.
ADVERTISEMENT
Aisyah pulang dengan hati yang bercampur aduk. Ia bahagia dengan berita itu, tetapi juga khawatir meninggalkan orang tuanya yang sedang menghadapi masa-masa sulit. Di dapur yang hangat, Aisyah berbicara kepada ibunya. “Bu, aku mendapatkan beasiswa untuk sekolah di kota. Tapi aku tidak ingin meninggalkan Ibu dan Ayah di sini.”
Bu Aminah menggenggam tangan Aisyah dengan penuh kasih. “Nak, ini adalah kesempatan yang sangat berharga. Ayah dan Ibu akan baik-baik saja. Kamu harus pergi dan belajar dengan tekun. Doa kami selalu menyertaimu,” ujar Bu Aminah dengan suara lembut namun penuh keteguhan.
Dengan hati yang mantap, Aisyah menerima nasihat ibunya. Ia berangkat ke kota dengan tekad yang kuat untuk belajar dan mengubah nasib keluarganya. Sesampainya di kota, Aisyah tinggal di asrama dan belajar dengan giat. Ia juga bekerja paruh waktu untuk mengirim uang ke rumah, membantu biaya pengobatan ayahnya dan kebutuhan sehari-hari.Tiga tahun berlalu, Aisyah lulus dengan predikat terbaik di SMA dan mendapatkan beasiswa lagi untuk melanjutkan kuliah di universitas ternama. Dengan kerja keras dan ketekunannya, Aisyah berhasil menyelesaikan kuliah dan mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Dengan penghasilannya, Aisyah mampu membantu mengobati ayahnya dan memperbaiki rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Setiap kali pulang ke desa, Aisyah disambut dengan bangga oleh keluarganya. Pak Ahmad, yang kini sudah lebih sehat, sering berkata, “Aisyah adalah lentera keluarga kami. Dia telah mewujudkan harapan dan mimpi kami.”
Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin pagi (21/4) akibat stroke dan gagal jantung. Vatikan menetapkan Sabtu (26/4) sebagai hari pemakaman, yang akan berlangsung di alun-alun Basilika Santo Petrus pukul 10.00 pagi waktu setempat.