Mengais Asa dari Haruki Murakami dalam Menulis

Ayung Notonegoro
Bercerita tentang sejarah dan ihwal literasi
Konten dari Pengguna
23 Agustus 2017 9:25 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayung Notonegoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengais Asa dari Haruki Murakami dalam Menulis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Untuk memulai menulis memang tak kenal waktu. Entah masih muda ataukah sudah tua. Saat ada hasrat untuk menulis dan engkau menyelesaikan hasrat itu, maka terbukalah jalan untuk menjadi penulis. Setidaknya, demikianlah kisah Haruki Murakami.
ADVERTISEMENT
Haruki memulai untuk menulis kala usianya menjelang 30-an. Ditengah kesibukannya mengurus kelab jazz dan kegemarannya menyaksikan pertandingan baseball, hasrat itu muncul. "Aku ingin menulis novel," begitu ia mengaku.
Saat pulang ke rumah, Haruki pun tak memiliki pena dan buku untuk menulis. Bahkan, apa yang akan ditulisnya dan bagaimana memulainya ia pun tak tahu. Tapi, hasrat Haruki tak menurun.
Kaze no Uta o Kike (Hear the Wind Song), sebuah novel tipis menjadi karya pertamanya. Ia tak tahu mau dibagaimanakan karya itu. Hingga ia mengirimkan karya perdananya itu ke perlombaan di sebuah majalah sastra.
Tak ada kabar hasilnya. Haruki tak ambil pusing. Ia tetap saja menulis. Menuntaskan karya yang lain.
Saat usianya genap 30 tahun. Setahun seusai mengirimkan karyanya, ia dihubungi oleh redakturnya. Ia menang lomba tersebut.
ADVERTISEMENT
Sesudah itu, ia kembali menerbitkan novel 1973-Nen no Pinboru (Pinball, 1973). Ia pun tetap menulis sembari mengelola kelabnya. Tiap dini hari ia menulis.
Mengais Asa dari Haruki Murakami dalam Menulis (1)
zoom-in-whitePerbesar
Hingga suatu saat, Haruki memutuskan untuk menjual kelabnya dan fokus untuk terjun sebagai penulis. Ia pun makin produktif. Ia menulis novel tebal Hitsuji o Meguru Boken (A Wild Sheep Chase) dan Noruwei no Mori (Norwegian Wood). Dua novel yang menjadi best seller.
Novel-novel lainnya pun lahir dari tangannya. Kafka on the Shore, IQ84 dan What I Talk About When I Talk About Running. Selain itu, penghargaan pun silih berganti dianugerahkan. World Fantasy Award, Frank O'Connor International Short Story Award, Franz Kafka Price, dan Jerusalem Prize.
Ada yang menarik kala Haruki memutuskan untuk fokus menjadi penulis dan menjual kelabnya. Secara finansial keputusan itu tak menjanjikan. Saat itu pun ia masih menanggung utang.
ADVERTISEMENT
"Aku ingin bebas selama dua tahun ke depan untuk menulis. Kalau nanti gagal, kita masih bisa membuka toko kecil di suatu tempat. Aku masih muda dan kalau gagal, kita dapat berusaha lagi," Haruki membujuk istrinya.
Meski terasa berat, istri Haruki pun mengiyakan. "Baiklah..."
***
Ah, sepertinya kisah Haruki layak diteladani. Kita pulang ke kampung menikmati alam desa sembari menyecap sejuk pepohonan kelapa dan bentangan sawah serta pantai.
Kan ku tulis kisah kita dan kisah-kisah yang lain. Bukan begitu, sayang?