Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ekonomi Merosot Semakin Jauh, Inggris Terancam Resesi di Tahun 2023
7 Januari 2023 16:55 WIB
Tulisan dari Ayu Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun belakangan setelah Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, pemerintahan hingga ekonomi Inggris dalam keadaan tidak stabil. Status Inggris saat ini adalah mantan anggota dari organisasi eropa yaitu Uni Eropa (UE). Ya, saat ini kita menyebutnya dengan kata "mantan anggota" karena keputusan Inggris untuk keluar dari organisasi besar Eropa tersebut pada tahun 2020, keluarnya Inggris dari UE ini dikenal dengan istilah Brexit (Britain Exit).
ADVERTISEMENT
seperti yang kita ketahui UE sendiri merupakan organisasi yang terdiri dari 27 negara anggota yang terletak di Eropa. Sejak didirikan, UE telah memainkan peran penting dalam menangani masalah pengungsi dan migrasi di wilayahnya maka dari itu Uni Eropa telah mengembangkan berbagai program dan inisiatif untuk membantu memberikan perlindungan kepada pengungsi dan menangani masalah migrasi yang kompleks.
Tetapi saat ini banyak sekali negara yang tergabung dalam Uni Eropa merasa terganggu stabilitas negaranya karena lonjakan pengungsi yang terus berdatangan dari berbagai macam negara. Satu diantaranya ialah Inggris. Masyarakat Inggris merasa tingginya migrasi ke Inggris telah menimbulkan berbagai masalah dan isu yang menjadi perhatian publik, seperti persaingan untuk pekerjaan, penurunan gaji, dan beban pada sistem layanan publik. Permasalah tersebutlah yang menjadi salah satu alasan mengapa Inggris memutuskan untuk keluar dari UE.
ADVERTISEMENT
Tetapi penting untuk kita ketahui bahwa keputusan Inggris untuk keluar dari UE pun tidak secara langsung mengurangi jumlah imigran yang datang ke Inggris. Saat ini Inggris telah mengadopsi kebijakan imigrasi yang lebih ketat, tujuannya agar membatasi jumlah imigran yang datang, namun masih mengizinkan orang dari negara-negara luar untuk datang ke negara tersebut baik untuk bekerja maupun belajar.
Keresahan warga Inggris pun sampai pada aspek ekonomi, banyak warga Inggris yang merasa bahwa Inggris terlalu terikat dengan aturan-aturan UE yang dianggap merugikan negara tersebut, seperti aturan-aturan yang mengatur perdagangan dan investasi. Sehingga keputusan Inggris untuk keluar dari UE juga ialah ingin lebih memfokuskan membangun ekonomi negara secara mandiri.
Namun sayangnya dampak dari keputusan Inggris untuk keluar dari UE tidak begitu baik terutama dalam bidang ekonominya. Sebab ketika Inggris harus menata ulang sistem ekonomi dan politiknya pasca Brexit, Inggris dilanda pandemi Covid-19. Inggris juga menjadi salah satu dari banyaknya negara di seluruh dunia yang ekonominya turun drastis akibat pandemi yang terjadi pada tahun 2020 itu. Dari dua permasalah besar yang dihadapi Inggris, yaitu Brexit dan pandemi pertumbuhan ekonomi Inggris hanya sebesar 11% pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu perang Rusia dengan Ukraina pun menambah beban ekonomi inggris menuju krisis. Hal ini akibat kelangkaan energi gas karena terhambatnya pasokan ke beberapa negara di Eropa, termasuk Inggris, hingga membuat lonjakan harga energi gas menjadi tinggi. Hingga terhitung pertumbuhan ekonomi Inggris pada tahun 2022 hanya 3,9%.
Permasalahan inggris pun tidak sampai disitu, kematian ratu Elizabeth II pada tahun 2022 pun menjadi PR bagi Inggris karena Inggris memiliki tradisi untuk mengganti gambar mata uang beserta gambar perangko negara tersebut. Tradisi ini dilakukan setiap kali pemimpin kerajaan meninggal dunia. Penggantian tersebut tentunya memerlukan dana yang cukup besar, belum lagi Bank of England harus menarik uang dengan gambar lama tersebut dari peredarannya hal ini membutuhkan kurang lebih dua tahun agar mata uang dengan gambar yang baru dapat beredar dengan rata.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Inggris saat ini cukup membuat warga negara Inggris gerah dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk. Pada tanggal 15 Desember 2022 lalu sekitar 100 ribu perawat di Inggris melakukan mogok kerja sebagai bentuk protes rendahnya gaji tenaga medis di sana, bukan tidak lain hal tersebut terjadi karena ekonomi Inggris yang hancur berantakan.
Bagaimana tidak, pasca Brexit, kemudian pandemi lalu kelangkaan gas di eropa adalah serangan bertubi-tubi yang harus dirasakan oleh Inggris yang akhirnya membuat ekonomi berantakan dan ditambah lagi warganya yang menuntut kenaikan gaji di samping itu Inggris juga harus memikirkan para imigran yang sudah terlanjur menetap di sana. Inggris harus menjamin secara adil antara imigran dan warga lokal Inggris agar sama-sama mendapatkan pekerjaan serta gaji dan kehidupan yang layak di Inggris.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa peristiwa malang yang menimpa Inggris tersebut, menunjukkan bahwa Inggris terancam jatuh kedalam lubang resesi yang cukup panjang. pada tahun 2023 ini pertumbuhan ekonomi Inggris diperkirakan hanya sebesar 1,8%. Bukanlah hal yang mudah untuk membangkitkan ekonomi suatu negara apalagi Inggris memiliki banyak tantangan dari dampak ekonomi Brexit, penggantian mata uang, inggris mulai inflasi hingga isu imigran yang juga dapat menjadi masalah baru yang mengancam ekonomi Inggris untuk masuk kedalam lubang resesi.
Dan hal tersebut pula yang menjadi tantangan bagi perdana menteri terbaru Inggris yaitu Rishi Sunak untuk mencari cara agar ekonomi Inggris menjadi normal kembali setelah Borish Johnson gagal menjalankan pemerintahan lalu digantikan dengan Liz Truss, namun Truss pun tidak menyanggupi untuk menjalankan pemerintahan karena keadaan ekonomi Inggris yang terlanjur sangat kacau itu.
ADVERTISEMENT