Konten dari Pengguna

Kalahkan Batubara, Panel Surya Jadi Pembangkit Listrik Termurah dalam Sejarah

Azis Saputra
Renewable Energy Engineer
5 November 2022 16:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azis Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Panel Surya (Sumber: Pexels.com/Kelly)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Panel Surya (Sumber: Pexels.com/Kelly)
ADVERTISEMENT
Asumsi bahwa energi terbarukan adalah energi yang mahal sepertinya tidak berlaku lagi. Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat harga energi terbarukan semakin bisa bersaing. Bahkan energi surya menjadi pembangkit listrik termurah dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikonfirmasi oleh International Energy Agency (IEA), yaitu lembaga internasional yang fokus mengurus perkembangan energi terbarukan. Pernyataan tersebut disampaikan IEA pada World Energy Outlook 2020.
Dalam kasus terbaik, Levelized Cost of Energy (LCOE) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala utilitas memiliki harga $20/MWh atau 311 IDR/kWh. Bahkan pada tahun 2020 Portugal berhasil mencapai LCOE terendah sejauh ini dalam sejarah yaitu $13/MWh atau 202 IDR/kWh. Angka tersebut lebih rendah dibawah LCOE dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara baru ataupun pembangkit listrik berbasis gas.
Saat ini LCOE PLTS di Eropa dan USA mencapai $30-60/MWh atau 467-934 IDR/kWh. Sementara itu LCOE PLTS di Cina dan India lebih rendah dari Eropa dan USA yaitu $20-40/MWh atau 311-623 IDR/kWh. Indonesia sendiri memiliki nilai LCOE PLTS di angka $60-100/MWh atau 910-1600 IDR/kWh, hasil laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) pada tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Tren harga PLTS yang semakin turun ini tidak lepas dari kontribusi perkembangan teknologi yang semakin efisien serta dukungan secara finansial juga regulasi di tingkat dunia. Dalam laporan yang sama kebutuhan energi dunia pada tahun 2019-2030 akan didominasi oleh PLTS sebesar 400% dan disusul oleh turbin angin sebesar 200%.
Sementara itu berdasarkan pembangkit baru secara global, PLTS juga akan mendominasi dengan penambahan kapasitas sebesar 120 GW pada tahun 2020-2025 dan mencapai 140 GW pada tahun 2026-2030. Di posisi kedua ada turbin angin dengan penambahan kapasitas sebesar 60 GW pada tahun 2020-2025 dan mencapai 70 GW pada tahun 2026-2030.
PLTS dan turbin angin menjadi 2 energi terbarukan yang akan mendominasi. Hal ini karena keduanya memiliki potensi yang besar dan didukung oleh perkembangan teknologi. Oleh karena itu banyak dari laporan energi internasional yang mengatakan bahwa PLTS dan turbin angin akan menjadi tumpuan suplai energi dunia.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia?
Pada tahun 2021 terdapat 650,03 MW pembangkit listrik baru berbasis energi terbarukan. Dengan rincian PLTA 350 MW, 146,2 MW PLTP, 11,25 MW PLTM, 26,08 MW PLTS, dan 16,5 PLT Bioenergi. Pada tahun tersebut PLTS masih sedikit berkontribusi dan turbin angin bahkan belum masuk dalam bauran energi. Hal ini dikarenakan regulasi yang masih tarik ulur serta faktor lainnya. Hingga saat ini regulasi mengenai PLTS masih dilakukan pengkajian lebih lanjut. Namun secepatnya PLTS akan mendominasi bauran energi Indonesia sama halnya dengan negara besar lainnya yang menjadi kiblat dunia.
Dari sisi keekonomian, PLTS sudah mulai bersaing dengan pembangkit lainnya. Seperti yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya, PLTS di Indonesia memiliki nilai LCOE di angka $60-100/MWh atau 910-1600 IDR/kWh. Sementara itu turbin angin (Onshore) memiliki nilai LCOE pada angka $90-160/MWh atau 1339-2500 IDR/kWh.
ADVERTISEMENT
PLTS baru akan mendominasi bauran energi Indonesia pada tahun 2031 sekitar 150 GW. Energi terbarukan di Indonesia akan mencapai 100% pada tahun 2060 dengan total kapasitas 587 GW. Dari angka tersebut, sebesar 361 GW akan suplai oleh PLTS atau mendominasi 61%, lebih dari separuh dari total kapasitas. Sementara itu turbin angin atau PLTB hanya menyumbang 39 GW saja, atau sekita 7%.
Indonesia sebenarnya memang memiliki potensi energi matahari yang sangat besar. Total yang terdata saat ini potensi energi matahari atau PLTS di Indonesia mencapai 200 GW. Tinggal bagaimana perkembangan teknologi dan dukungan pemerintah mampu menciptakan bisnis model yang tepat sehingga energi terbarukan khususnya PLTS mampu menggantikan energi fosil.