Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Fenomena Homesick pada Mahasiswa Rantau dalam Sudut Pandang Psikologi
16 November 2022 14:03 WIB
Tulisan dari Azizah Fatimatuzzahro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Homesick pada mahasiswa rantau menjadi fenomena yang sangat relate dengan kehidupan sehari-hari di lingkungan kampus, khususnya di kampus ternama yang mahasiswanya tidak hanya berasal dari dalam daerah melainkan juga luar daerah baik lintas kota, provinsi, pulau bahkan luar negeri. Mereka yang tempat tinggalnya berbeda daerah dengan daerah kampusnya diharuskan untuk 'ngekost' demi melanjutkan pendidikan yang mana ini menjadi tantangan baru bagi mereka karena harus tinggal di lingkungan baru dan dengan kebiasaan yang baru pula. Transisi kehidupan ini bisa menjadi pengalaman seru namun bagi beberapa orang bisa menjadi pengalaman yang menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Homesick adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan emosional negatif ketika dia berada jauh dari lingkungan rumahnya dan meninggalkan kebiasaan lamanya, selain itu timbul juga perasaan asing terhadap diri sendiri ketika berada di lingkungan yang baru. Singkatnya, homesick timbul ketika individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Perasaan emosional ini cenderung singkat karena akan hilang ketika seseorang telah menemukan titik kenyamanan serupa di lingkungan yang baru. Homesick dapat dimanifestasikan dengan gejala depresi, seperti mood yang buruk, kesepian, dan pesimis. Alasan utama para mahasiswa merasakan homesick adalah perasaan perpisahan, kehilangan, dan ketidaksenangan dengan lingkungan barunya. Ada tiga aspek psikologis homesick yaitu :
1. Aspek kognitif. Fenomena homesick jika dilihat dengan pendekatan kognitif adalah keadaan di mana pikiran terus-menerus berpikir tentang rumah, orang-orang terdekat, masakan orang tua, binatang peliharaan, dan lingkungan sekitar rumah sehingga menghasilkan keinginan untuk pulang ke rumah.
ADVERTISEMENT
2. Aspek perilaku. Bila dilihat dari pendekatan perilaku, mahasiswa yang mengalami homesick cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya dan bersikap lesu, rendah minat, dan murung.
3. Aspek emosi. Jika dilihat dari pendekatan emosi, mahasiswa yang mengalami homesick akan merasa tidak puas dengan kehidupan sosial barunya yang biasanya melibatkan emosi marah.
Lingkungan baru menuntut mahasiswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Definisi penyesuaian diri menurut Sinha (2014) adalah proses menempatkan hubungan yang memuaskan antara individu dengan lingkungannya. Kesuksesan dalam menyesuaikan diri ini dapat meningkatkan kesejahteraan mahasiswa di lingkungan barunya. Seorang individu dapat dikatakan sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya ketika ia mampu mempertahankan keseimbangan antara tuntutan pribadi dengan tuntutan sosialnya. Adapun masalah-masalah yang umumnya dihadapi para mahasiswa rantau di lingkungan yang baru adalah gaya berkomunikasi, pergaulan, makanan, akomodasi, dan kesibukan baru.
ADVERTISEMENT
Menurut Mozafrinia dan Tavafian (2014) homesick dapat mendatangkan beberapa kendala bagi mahasiswa, seperti hilangnya semangat hidup, rendahnya minat untuk belajar, stres, perasaan tidak mengenakkan, bahkan depresi yang mana kesemuanya merupakan bagian dari emosi negatif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Burt (dalam Hewstone, dkk., 2002) ditemukan hubungan antara homesick dengan kegagalan kognitif, konsentrasi yang buruk, dan tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Menurut (Kagel, 2009) homesick dipengaruhi salah satunya oleh kematangan emosi. Kematangan emosi adalah kemampuan individu untuk menanggapi situasi, mengontrol emosi, dan berperilaku dewasa dalam mengatasi permasalahan dengan orang lain. Dengan kematangan emosi, mahasiswa mampu berpikir objektif dan realistis misalnya dengan menumbuhkan emosi positif dan mengurangi emosi negatif.
Emosi sendiri menurut American Psychological Association memiliki definisi sebagai pola reaksi kompleks individu yang melibatkan aspek pengalaman, perilaku, fisiologis dalam merespon suatu peristiwa. Ada tiga klasifikasi teori emosi yaitu teori James-Lange, teori Cannon Bard, dan teori dua faktor. Menurut (Panksepp, 2012) mamalia memiliki tujuh emosi dasar yaitu ekspektasi, kecemasan, kemarahan, seksualitas, pengasuhan, kesedihan, dan sosialisasi. Ketujuh emosi dasar ini dipelajari pada bagian Peri Aqueductal Gray (PAG). Pusat reaksi emosi ada di bagian subkortikal otak.
ADVERTISEMENT
Setiap individu memiliki strategi koping untuk menghadapi krisis apapun yang dihadapinya. Menurut (Lazarus dan Folkman, 1984) ada dua jenis strategi koping yaitu berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Strategi koping yang berfokus pada masalah dipandang adaptif karena melibatkan perencanaan aktif untuk mengatasi permasalahannya. Contoh perilakunya adalah dengan mengendalikan faktor yang menstimulus stres dan mengevaluasi reaksi stresnya. Sedangkan strategi koping yang berfokus pada emosi dapat dilakukan dengan menerima dukungan emosional dari teman ataupun keluarga. Contoh perilakunya adalah menyibukkan diri dengan kegiatan bermanfaat, berdoa, bermain dengan teman atau hal lainnya yang dapat mengalihkan perhatian kita.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Sharjah, Arab Emirates dan International Islamic University, Malaysia pada tahun 2019 bentuk strategi koping berkomunikasi dengan orang tua tidak selamanya berdampak positif pada homesick yang dirasakan. Sebagian dari mereka merasa lebih rindu untuk pulang ketika mencoba untuk berkomunikasi dengan orang tua melalui sambungan suara, namun sebagian lagi merasa lebih baik, lebih percaya diri, dan mendapatkan dukungan emosional ketika bertukar kabar dengan orang tuanya. Di sisi lain, menghabiskan banyak waktu dengan teman-teman, menonton film, menghindari kesendirian, dan aktivitas positif lainnya dirasa lebih efektif karena menahan diri dan pikiran mereka untuk mengingat rumah. Sebagian besar mahasiswa juga merasa lebih nyaman untuk bercerita dan berkeluh kesah mengenai perasaannya kepada teman-temannya dibandingkan dengan dosen atau tenaga profesional terutama kepada teman yang berasal dari daerah yang sama dan tidak sedang merasakan hal yang sama. Menurut (Markowitz dan Milrod, 2011) tenaga profesional kesehatan mental mengizinkan klien mereka untuk berkeluh kesah karena mengurangi tekanan psikologis.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Mariska, A. (2018). Pengaruh Penyesuaian Diri dan Kematangan Emosi Terhadap Homesickness. 6(3), 310–316.
Saravanan, C., Mohamad, M., & Alias, A. (2019). Coping strategies used by international students who recovered from homesickness and depression in Malaysia. International Journal of Intercultural Relations, 68, 77–87. https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2018.11.003
Yang, L., & Homesickness, M. (n.d.). STRATEGI KOPING SISWA KELAS X SMA PANGUDI LUHUR VAN.