Kekuatan Tubuh, Sampah Masyarakat, Gen Patriarki

AZLYN DESTIARA
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
20 Mei 2024 13:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AZLYN DESTIARA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source : canva
zoom-in-whitePerbesar
source : canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Muscle Power
Pandangan yang umum adalah bahwa laki-laki memiliki superioritas dalam hal kekuatan fisik dibandingkan dengan perempuan, dan hal ini digunakan untuk memastikan dominasi mereka atas perempuan secara fisik. Dalam narasi ini, diungkapkan bahwa kekuatan fisik laki-laki memungkinkan mereka untuk mengambil alih tugas-tugas yang memerlukan kerja keras secara fisik, seperti pertanian atau penggalian tanah, yang pada gilirannya memberikan mereka kendali atas produksi makanan. Dengan kontrol atas produksi makanan, mereka mendapatkan pengaruh politik.
ADVERTISEMENT
Namun, terdapat dua isu yang muncul dari pandangan ini. Pertama, klaim bahwa laki-laki secara umum lebih kuat hanya berlaku untuk jenis-jenis kekuatan tertentu saja, sementara perempuan seringkali memiliki ketahanan fisik yang lebih baik dalam menghadapi kelaparan, penyakit, dan kelelahan. Ada banyak contoh perempuan yang bisa berlari lebih cepat atau mengangkat beban lebih berat daripada banyak laki-laki. Selain itu, perempuan sering kali dikecualikan dari pekerjaan yang membutuhkan upaya fisik ringan, seperti kependetaan, hukum, atau politik, sementara tetap terlibat dalam pekerjaan kasar di bidang-bidang seperti pertanian, kerajinan, dan pekerjaan rumah tangga. Jika kekuatan sosial dikaitkan langsung dengan kekuatan fisik atau stamina, perempuan seharusnya mendapat porsi yang lebih besar.
Dalam masyarakat yang hidup berpindah-pindah (pengembara), dominasi politik sering kali bergantung pada individu yang memiliki keterampilan sosial yang unggul, bukan sekadar kekuatan fisik. Fakta sejarah menunjukkan bahwa seringkali terjadi hubungan terbalik antara keperkasaan fisik dan kekuatan sosial. Meskipun pekerjaan kasar sering kali dilakukan oleh kelas bawah, yang memiliki kemampuan mental dan sosial yang lebih unggul cenderung menduduki posisi puncak. Ini menunjukkan bahwa hierarki sosial yang paling stabil dalam sejarah cenderung didasarkan pada kemampuan mental dan sosial, bukan sekadar kekuatan fisik untuk memaksa perempuan.
ADVERTISEMENT
The Scum of Society
"Sampah Masyarakat" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu yang tidak memberikan kontribusi positif atau bahkan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Menurut suatu teori, dominasi maskulin dalam sejarah tidak hanya berasal dari kekuatan fisik semata, melainkan juga dari sifat agresif. Proses evolusi yang terjadi selama jutaan tahun telah membentuk laki-laki menjadi lebih cenderung memiliki perilaku kasar daripada perempuan. Meskipun perempuan juga mampu menunjukkan sifat-sifat negatif seperti kebencian, ketamakan, dan pelanggaran, namun saat dihadapkan pada tekanan, laki-laki lebih sering terlibat dalam tindakan kekerasan fisik.
Dengan demikian, peperangan, yang sering kali merupakan peristiwa yang paling mencolok dalam sejarah, telah menjadi domain khas laki-laki. Kontrol yang dimiliki oleh laki-laki atas pasukan bersenjata selama masa konflik juga membentuk kendali mereka terhadap masyarakat sipil. Dalam konteks ini, mereka menggunakan kontrol ini untuk memobilisasi masyarakat dalam konflik bersenjata, yang pada gilirannya meningkatkan kendali mereka atas struktur sosial dan politik.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain, stereotip terhadap perempuan sering menggambarkan mereka sebagai pemanipulator yang lebih baik dan memiliki kepekaan yang luar biasa terhadap perspektif orang lain. Kemampuan perempuan untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda dan kemampuan mereka untuk menenangkan situasi seringkali diakui. Dengan demikian, di tengah dominasi laki-laki dalam ranah fisik dan politik, perempuan memainkan peran yang kompleks dalam masyarakat, yang tidak selalu terwujud secara terbuka dalam sejarah resmi.
Patriarchal Genes
Selama jutaan tahun evolusi, laki-laki dan perempuan mengalami evolusi yang berbeda dalam strategi bertahan hidup dan reproduksi. Laki-laki cenderung bersaing dengan sesama mereka untuk memperebutkan peluang dalam mencari pasangan. Seiring waktu berjalan, gen-gen yang berkaitan dengan maskulinitas berkembang menjadi yang paling ambisius, agresif, dan kompetitif. Di sisi lain, perempuan tidak mengalami kesulitan dalam menemukan pasangan laki-laki, tetapi ketika hamil dan merawat anak-anak selama bertahun-tahun, mereka menghadapi kesulitan dalam mendapatkan makanan dan membutuhkan bantuan yang signifikan. Oleh karena itu, untuk memastikan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya, perempuan sering kali tidak memiliki banyak pilihan selain menyetujui persyaratan yang ditetapkan oleh laki-laki agar mereka tetap bersama dan membantu memikul beban tersebut.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, gen-gen yang berkaitan dengan femininitas berkembang menjadi generasi perempuan yang lebih bersifat pengasuh dan patuh. Namun, strategi-survival ini tidak sepenuhnya didukung oleh bukti empiris, terutama dalam asumsi bahwa ketergantungan perempuan pada bantuan eksternal membuat mereka bergantung pada laki-laki, bukan pada perempuan lain, serta bahwa persaingan membuat laki-laki dominan secara sosial. Namun, dalam kenyataannya, peran gender telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa abad terakhir.
Referensi
Harari, Y. N. (2014). Sapiens: A brief history of humankind. Random House.