Konten dari Pengguna

Mewujudkan Ketahanan Pangan Masyarakat Pesisir NTT melalui Solar Cold Storage

Badriyatus Salma
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional UNS
8 Mei 2025 14:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Badriyatus Salma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan merupakan pilar penting dalam strategi pembangunan Indonesia terutama dalam konteks tantangan global seperti krisis iklim dan energi. Pemerintah menargetkan kemandirian pangan dengan mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ekonomi lokal melalui peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perikanan. Namun, peningkatan produksi saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan perbaikan sistem distribusi dan penyimpanan hasil pangan. Salah satu masalah krusial adalah tingginya tingkat kehilangan hasil panen (food loss) akibat minimnya infrastruktur pasca panen seperti tempat penyimpanan dingin (cold storage) dan transportasi yang efisien, khususnya di daerah terpencil. Oleh karena itu, membangun sistem pasca panen yang tangguh dan terintegrasi menjadi penting dalam upaya mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tingginya angka kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia memperlihatkan lemahnya sistem pasca panen yang ada saat ini. Menurut laporan Bappenas bersama Waste4Change, Indonesia membuang sekitar 23 hingga 48 juta ton makanan per tahun, yang berdampak pada kerugian ekonomi mencapai Rp213 hingga Rp551 triliun, setara dengan 4–5 persen dari PDB nasional. Selain kerugian ekonomi, fenomena ini juga memperparah tekanan terhadap sumber daya alam seperti air, energi, dan lahan yang digunakan dalam proses produksi pangan. Inefisiensi ini paling nyata terlihat di sektor-sektor seperti perikanan tangkap skala kecil, terutama di daerah terpencil yang belum memiliki fasilitas penyimpanan dingin. Tanpa sistem penyimpanan yang memadai, hasil tangkapan rentan membusuk sebelum didistribusikan, yang pada akhirnya memperburuk ketahanan pangan nasional.
https://www.istockphoto.com/id/foto/nelayan-siapkan-sarden-untuk-transportasi-gm519824281-49700508?searchscope=image%2Cfilm
zoom-in-whitePerbesar
https://www.istockphoto.com/id/foto/nelayan-siapkan-sarden-untuk-transportasi-gm519824281-49700508?searchscope=image%2Cfilm
Sulamu, sebuah desa pesisir di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menggambarkan tantangan besar dalam memaksimalkan potensi hasil perikanan karena terbatasnya teknologi dan akses energi yang tersedia. Mayoritas penduduk di desa ini menggantungkan hidupnya pada pekerjaan sebagai nelayan tradisional dengan pola penangkapan yang bergantung pada musim. Meskipun memiliki potensi sumber daya laut yang melimpah, keterbatasan infrastruktur penyimpanan dingin menjadi hambatan utama dalam menjaga kualitas hasil tangkapan. Selain itu, akses terbatas terhadap jaringan listrik PLN membuat penggunaan mesin pendingin berbasis diesel menjadi solusi yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Hal ini semakin memperburuk ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada hasil laut. Oleh karena itu, diperlukan inovasi yang mampu mengatasi tantangan ini dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Sebagai respon terhadap permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM bersama dengan GIZ (lembaga kerja sama pembangunan Jerman) mengembangkan solusi teknologi terbarukan berupa cold storage berbasis energi surya. Inovasi ini mengusung konsep Renewable Energy-Based Cold Storage, yaitu sistem pendingin yang sepenuhnya dioperasikan dengan tenaga surya, sehingga tidak tergantung pada jaringan listrik konvensional atau bahan bakar fosil. Teknologi ini memungkinkan hasil tangkapan laut atau komoditas pertanian disimpan dalam suhu yang optimal untuk menjaga kualitas dan memperpanjang masa simpan. Dengan demikian, peluang untuk menjual hasil produksi dengan harga yang lebih baik dapat meningkat, sekaligus mengurangi angka food loss dan mendukung ketahanan pangan nasional.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Cold Storage berbasis energi surya. Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/unit-penyimpanan-berpendingin-bekukan-wadah-penyimpanan-unit-pendingin-dengan-panel-gm2164933819-585176201?searchscope=image%2Cfilm
Salah satu implementasi konkret dari pengembangan teknologi ini adalah program Solar Cold Chain di Sulamu, yang secara resmi diluncurkan pada tahun 2023. Sistem ini dilengkapi dengan unit pembuat es berkapasitas produksi hingga 100 kg per hari menggunakan refrigeran ramah lingkungan (R290) dan didukung oleh panel surya yang terintegrasi dengan baterai penyimpan energi. Panel surya yang terpasang dapat menghasilkan energi yang cukup untuk mengoperasikan unit ini secara mandiri tanpa bergantung pada jaringan listrik konvensional, dan dilengkapi dengan baterai penyimpan energi untuk memastikan sistem dapat beroperasi 24 jam, bahkan saat malam hari atau dalam kondisi cuaca mendung. Teknologi ini juga dilengkapi dengan sistem manajemen energi dan pelatihan bagi operator lokal agar mereka mampu melakukan pemeliharaan mandiri untuk meningkatkan keberlanjutan proyek ini dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Program Solar Cold Chain telah memberikan dampak positif bagi masyarakat Sulamu, khususnya dalam menurunkan tingkat food loss dan meningkatkan pendapatan nelayan lokal. Hasil tangkapan kini dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, sehingga nelayan tidak perlu terpaksa untuk segera menjual ikan dengan harga rendah. Selain itu, ketersediaan es batu yang bersih dan berkualitas juga membantu menjaga standar higienitas produk laut yang dijual di pasar. Dari sisi lingkungan, penggunaan energi surya tentu saja menjadi bentuk pengurangan emisi karbon dan penggunaan bahan bakar fosil untuk mendukung transisi energi bersih di daerah terpencil. Secara sosial, program ini juga mendorong keterlibatan perempuan dan generasi muda dalam kegiatan ekonomi produktif melalui pelatihan dan pengelolaan unit pendingin secara kolektif yang difokuskan pada pengoperasian dan pemeliharaan sistem, termasuk manajemen energi dan perawatan unit pendingin.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, program pembangunan berkelanjutan seperti Solar Cold Chain di Sulamu memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), serta SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim). Meski menunjukkan dampak yang menjanjikan, implementasi program ini masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk tingginya kebutuhan investasi awal, keterbatasan teknisi lokal yang terlatih, serta perlunya waktu dan proses untuk mendorong adopsi teknologi oleh masyarakat. Untuk mereplikasi keberhasilan inisiatif ini di wilayah pesisir lainnya di Indonesia, dibutuhkan dukungan kebijakan yang berpihak pada energi terbarukan, skema pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan, serta kolaborasi lintas sektor yang tidak hanya bersifat jangka pendek, melainkan menjadi bagian dari strategi pembangunan jangka panjang yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan nasional.
ADVERTISEMENT