Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Tren Migrasi ke Montana dan Idaho: Ketika Rumah jadi Semakin Tak Terjangkau
26 Maret 2025 21:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Badriyatus Salma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 tidak hanya mengubah cara orang bekerja, tetapi juga memicu pergeseran populasi yang berdampak besar pada pasar perumahan. Salah satu tren menarik yang terjadi di Amerika Serikat adalah meningkatnya migrasi ke negara bagian Montana dan Idaho, yang menyebabkan lonjakan harga rumah hingga melampaui tingkat keterjangkauan di California. Fenomena ini mengundang pertanyaan: bagaimana pergerakan penduduk dan dinamika pasar perumahan dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat lokal?
ADVERTISEMENT
Lonjakan Harga Rumah di Montana dan Idaho
Dalam beberapa tahun terakhir, Montana dan Idaho mengalami kenaikan harga rumah yang jauh lebih cepat dibandingkan negara bagian lain di AS. Menurut data Federal Housing Finance Agency (FHFA), harga rumah di Idaho meningkat hampir 173% sejak krisis keuangan 2008, dengan kota seperti Boise mengalami kenaikan 77% hanya dalam tiga tahun (2019-2022). Hal yang sama terjadi di Montana, di mana kota Bozeman mencatat lonjakan harga dari sekitar $350.000 pada 2019 menjadi lebih dari $520.000 pada 2022.
Kenaikan ini bahkan mengalahkan pertumbuhan harga rumah di California, yang selama ini dikenal sebagai salah satu wilayah dengan biaya hidup tinggi. Dengan kata lain, daerah yang dulunya dianggap lebih terjangkau kini mengalami tantangan keterjangkauan yang mirip dengan pusat-pusat urban besar di AS.
ADVERTISEMENT
Mengapa Harga Rumah Meroket?
Beberapa faktor berkontribusi terhadap lonjakan harga rumah di Montana dan Idaho:
Pergeseran Demografi Akibat Pandemi
Banyak pekerja yang sebelumnya tinggal di kota-kota besar seperti San Francisco dan Seattle mulai pindah ke daerah yang menawarkan biaya hidup lebih rendah serta kualitas hidup yang lebih baik. Dengan meningkatnya kerja jarak jauh, mereka tidak lagi terikat pada kantor fisik, sehingga memilih pindah ke daerah yang lebih tenang dan dekat dengan alam.
Permintaan Tinggi, Pasokan Terbatas
Keterbatasan pasokan rumah semakin memperburuk keadaan. Banyak pemilik rumah enggan menjual properti mereka karena suku bunga hipotek yang rendah, sementara investor justru agresif membeli properti keluarga tunggal untuk disewakan. Akibatnya, semakin sedikit rumah yang tersedia bagi calon pembeli lokal.
Dampaknya bagi Masyarakat Lokal
Meningkatnya harga rumah di Montana dan Idaho membawa tantangan bagi penduduk lokal, terutama mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah. Di Boise, keterjangkauan rumah kini setara dengan kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles, membuat banyak warga kesulitan mendapatkan tempat tinggal di kota mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kenaikan harga properti juga berdampak pada pajak rumah dan biaya hidup secara keseluruhan. Hal ini memicu perdebatan mengenai bagaimana pemerintah dapat menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan menjaga keterjangkauan perumahan bagi masyarakat lokal.
Tren kenaikan harga rumah tidak hanya menjadi fenomena di Amerika Serikat, tetapi juga di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ketimpangan antara pertumbuhan harga properti dan peningkatan pendapatan masyarakat semakin melebar, menciptakan tantangan serius bagi kelas menengah dan generasi muda dalam mengakses kepemilikan rumah.
Refleksi bagi Indonesia
Tren di AS ini memberikan refleksi bagi Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali, di mana harga properti juga mengalami kenaikan tajam dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) mengalami kenaikan 1,77% secara tahunan (YoY) pada kuartal IV 2023, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di kota-kota besar.
Fenomena urbanisasi yang cepat serta tingginya investasi properti oleh investor dan pengembang besar juga membuat harga rumah semakin sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah. Survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 60% penduduk Jakarta tidak mampu membeli rumah dan memilih tinggal di hunian sewa atau rumah susun.
ADVERTISEMENT
Beberapa pola yang mirip dengan tren di AS juga dapat ditemukan di Indonesia:
Peningkatan migrasi ke kota-kota penyangga:
Harga properti di Jakarta yang semakin mahal mendorong banyak penduduk untuk mencari hunian di kota-kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Data dari Indonesia Property Watch mencatat bahwa permintaan rumah di kawasan suburban meningkat sekitar 10-15% pada tahun 2023.
Spekulasi Properti:
Investor dan pengembang sering membeli tanah atau properti dalam jumlah besar dan menjualnya dengan harga lebih tinggi, mempersempit peluang bagi masyarakat biasa untuk memiliki rumah.
Pergeseran tren hunian:
Dengan sulitnya memiliki rumah tapak, banyak masyarakat perkotaan yang mulai beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun.
Oleh karena itu, untuk menjaga keterjangkauan rumah di Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih strategis dan berbasis kebutuhan. Pertama, pembangunan perumahan terjangkau harus difokuskan pada lokasi dengan akses transportasi dan lapangan kerja yang memadai, bukan sekadar memenuhi target kuota pembangunan. Kedua, reformasi kebijakan zonasi dan perizinan perlu dilakukan dengan mendorong pembangunan apartemen terjangkau serta mempercepat pengembangan kota satelit guna mengurangi tekanan harga di pusat kota. Ketiga, skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) harus lebih adaptif dengan memperluas akses bagi pekerja informal dan generasi muda melalui mekanisme cicilan berbasis penghasilan agar lebih inklusif. Keempat, untuk menekan spekulasi yang mendorong lonjakan harga, pemerintah dapat menerapkan pajak progresif bagi investor yang membeli rumah kedua dan seterusnya. Terakhir, optimalisasi penggunaan lahan negara melalui proyek perumahan rakyat dan kemitraan dengan sektor swasta dapat menjadi solusi untuk menekan harga tanah dan meningkatkan pasokan hunian terjangkau. Dengan kebijakan yang tepat sasaran dan berkelanjutan, permasalahan keterjangkauan rumah di Indonesia dapat diatasi tanpa menghambat pertumbuhan sektor properti.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Fenomena kenaikan harga rumah di Montana dan Idaho menunjukkan bagaimana migrasi dan perubahan pola kerja dapat berdampak besar pada pasar perumahan. Hal ini juga menjadi pengingat bagi Indonesia untuk mengantisipasi tantangan serupa dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keterjangkauan perumahan. Jika tidak dikelola dengan baik, ketimpangan akses terhadap perumahan dapat menjadi masalah sosial yang lebih besar di masa depan.