news-card-video
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Menelusuri Jejak-Jejak Ramadhan Masa Kecil: Belajar Puasa

Ahmad Syaiful Bahri
Membaca dan Menulis
4 Maret 2025 14:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Syaiful Bahri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya memulai menulis di Ramadhan 1446 H ini bukan untuk pamer atau riya, sama sekali tidak. Namun untuk membangkitkan semangat menjalani Ramadhan yang dulu pernah ada namun hilang beberapa tahun ke belakang. Jadi, ya semacam nostalgia masa kecil sekaligus merefresh kembali apa yang sudah pernah dilakukan dulu untuk membangkitkan memori. Kekocakan, keisengan, hingga ada sedikit ngambek-ngambeknya, semuanya jadi satu.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 1990 ketika saya kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat SD, mungkin usia saya sekitar 7 tahun saya mulai belajar puasa setengah hari, orang di desa saya menyebutnya dengan nama puasa bedug, berbuka saat azan dzuhur tiba, begitu selesai makan minum sampai puasa lalu dilanjutkan kembali berpuasa hingga azan magrib tiba.
Lokasi rumah dan madrasah saya menimba ilmu hanya lima langkah dari rumah sudah sampai membuat tidak begitu banyak energi yang terbuang, tapi ya namanya anak-anak masa kecil ada saja males-malesan pas bulan puasa. Rasa lapar enaknya makan di siang hari dan haus akan segarnya air es membuat tenggorokan ini tambah kering. Cuma ya ingat pesan ibu, harus sabar, gak boleh buka sebelum magrib tiba.
ADVERTISEMENT
Pesan ibu harus saya turuti, Ibu yang seorang guru harus membentengi pondasi yang kuat bagi anak-anaknya terutama diajarkan sejak kecil belajar berpuasa. Ya meskipun baru belajar puasa setengah hari itu juga pelajaran berharga bagi saya, karena dengan begitu saya bisa melihat betapa tidak mudahnya orang berpuasa.
Jadi kalau masa kecil dulu mikirnya hanya berat tidak makan tidak minum, tetapi ketika sudah dewasa nanti kita cara berfikirnya berbeda, bahwa kita bisa saja kuat tidak makan dan tidak minum, tetapi ada yang jauh lebih berat, yaitu menjaga hawa nafsu. Jangan sampai puasa kita cuma dapat lapar dan hausnya saja kalau kita tidak bisa menjaga hawa nafsu, puasa masih ngomongin orang, puasa masih berbuat tidak baik, dan lain hal.
ADVERTISEMENT
Ibu selalu mengajarkan saya untuk hidup prihatin, menerima apa yang ada, jangan pernah tamak, ikhlas akan pemberian rejeki dari Allah, tetapi kita tetap berusaha semaksimal mungkin, apa yang ada di dunia perlu kita kejar, kita berusaha, tetapi jangan sampai dunia merusak akhiratmu, begitu pesan ibu.
Pada saat saya belajar puasa tersebut, waktu saya dihabiskan untuk bermain bersama kakak saya, main kelereng, umpet-umpetan dan banyak kegiatan bocils lainnya masa itu terutama di saat magrib menjelang. Tidak seperti zaman sekarang yang anak-anak sudah introvert sejak kecil, lebih banyak menghabiskan di kamar sendirian dengan gadgetnya.
Nah, ibu cerita kepada saya, padahal sayanya sudah lupa, jadi ibu itu cerita kalau sudah azan ashar tiba saat magrib masih 2,5 jam lagi, kaki saya kelojotan sambil duduk dan punggung bersandar di tembok dapur Ibu, kata ibu sayanya sambil ngereng-ngereng (ngedumel) kelaparan kayaknya, dan mulutku ngoceh tak keruan, "hadeuuhh, hadeuuhh, kempong (lapar),". Itu hampir terjadi tiap sore kata Ibu. Ibu selalu bilang "Sabar, delat maning magrib (sebenatar lagi Magrib),".
ADVERTISEMENT
Ibu selalu tegas soal itu, karena itu bagian dari kedisiplinan agar anaknya mau berpuasa, bagi ibu puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, tetapi melatih diri sendiri untuk merasakan apa yang orang lain rasakan ketika tidak makan dan tidak minum, rasa lapar menyergap.
Ah, masa kecil memang selalu menyenangkan ketika kita sudah dewasa, rasanya ingin kembali ke masa itu jika bisa, namun sayangnya tidak akan pernah bisa dan Ramadhan selalu menyajikan cerita menarik di masa kecil, semangat, dan perasaan senang menjadi satu, belajar puasa salah satunya.
Hal menarik lainnya ketika belajar puasa di masa kecil yaitu kadang kita ngumpulin banyak makanan jelang magrib, ini kepengin, itu juga mau, padahal pas magrib kekenyangan, satu dua menu udah kenyang banget itu perut, jadinya gak kemakan, belum jajanan habis magrib di masjid desa. Semua jajanan pada masa itu ada, dan biasanya tempat nongkrong juga.
ADVERTISEMENT
Bapak selalu mengingatkan untuk hati-hati ketika menyeberang jalan setelah sholat magrib, kebetulan karena meskipun masjidnya dekat tapi menyeberang. Jadi selalu mewanti-wanti agar hati-hati. Ah, kangen masa itu.