Konten Media Partner

Kepuasan Publik Tehadap Kinerja Pemerintah Jokowi Menurun

8 Juli 2020 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Webinar melalui zoom yang dilakukan GMKI. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Webinar melalui zoom yang dilakukan GMKI. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) kembali menghadirkan webinar menggunakan aplikasi zoom dengan tema ‘Kepuasan Publik Tehadap Kinerja Pemerintah Jokowi Menurun, “Perlukah Reshuffle Kabinet?”. Dalam diskusi tersebut juga dibuka langsung oleh Ketua Umum PP GMKI Masa Bakti 2018-2020 Korneles Galanjinjinay, pada Sabtu, kemarin.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PP GMKI, Korneles Galanjinjinay dalam sambutannya mengatakan teguran keras Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna 18 juni 2020, sangat tepatmengingat kinerja menteri jauh panggang dari api. Lambat dan bluder dalam management krisis, amarah Presiden Jokowi kemudian mengancam akan melakukan pembubaran Lembaga, Reshuffle Kabinet, dan Perpu Extraordinari.
“Pak Jokowi mengakui bahwa menterinya tidak ada progres yang signifikan karna para pembantunya lambat dalam management krisis dan tidak punya sens of crisis. Perlu kita kawal agar benar-benar Pak Jokowi mengevaluasi bahkan reshuffle pembantu-pembantunya yang tidak progresif, karna jangan sampai rakyat marah dan murka kepada Pak Jokowi akibat ulah pembantu-pembantunya yang gagal mengeksekusi instruksi Pak Jokowi,” ungkapnya
Korneles juga memaparkan, persoalan kebijakan pemerintahan Jokowi dalam penanganan COVID-19 sangat tidak maksimal. Sebab, masih banyak persoalan ekonomi masyarakat yang tidak terpenuhi maupun kurang stabil dalam pelayanannya. Tentunya yang bertanggungjawab atas merosotnya krisis ekonomi masyarakat, harus menjadi tanggungjawab mentri perekonomian.
ADVERTISEMENT
“Jangan sampai statmen Pak Jokowi dalam kemarahamya terkait penurunan ekonomi juga perluh dievaluasi dengan tegas. Persoalan reshuffle kabinet di tengah COVID-19 memang dipandang perluh. Dikerenakan adanya penurunan kinerja para mentrinya. Salah satunya mentri ekonomi, tapi, disisi lain jangan sampai mentri ekonomi tunduk kepada oligarki korporasi,” tuturnya
Lebih lanjut Korneles menegaskan, persoalan krisis ekonomi sudah diprediksi oleh Presiden Jokowi bahkan ahli-ahli ekonomi, oleh karnanya Presiden segerah mungkin dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mengevaluasi bahwa reshuffle tim ekonominya. Tapi apakah Jokowi berani merombak tim ekonominya yang mayoritas dari partai politik, misalnya Menko Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Maritim dan Invenstasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, para politisi Golkar ini tentu harus bertanggu jawab atas resesi ekonomi ditengah Pandemi ini.
ADVERTISEMENT
“Presiden Jokowi jangan takut dengan partai politik yang mendukungnya, justru inilah saatnya yang tepat kalau Pak Jokowi benar-benar mempertaruhkan reputasi politiknya demi 267 juta rakyat Indonesia. Harusnya kekuatan Pak Jokowi dalam sistem presidential digunakan untuk keselamatan rakyat di tengah pandemi, bukan sebaliknya dipasung dan disandra oleh oligarki Partai Politik,” tegasnya
terakhir Korneles juga kemudian menanggapi, terkait vidio yang beredar 10 hari setelah sidang kabinet pada tanggal 18-28 juni 2020, jangan sampai dinilai hanya pencitraan oleh istana. Oleh karna itu Jokowi harus konsekuen satu kata dan perbuatan, jangan sampai rakyat makin hilang kepercayaan kepada Jokowi, karna vidio sengaja disebarkan untuk mengalihkan perhatian rakyat atas kinerja pemerintah yang buruk dalam management crisis, oleh karnanya Pak jokowi segerah eksekusi pembantu-pembantu yang tidak progres ditengah Pandemi.
ADVERTISEMENT
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik (LIPI) Prof Dr Sitti Zuhro MA dalam diskusi menyampaikan, menindaklajuti terkait pidato Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Mentrinya menjadi semacam gebrakan untuk melakukan reshuffle di tengah COVID-19 memang bukan menjadi pilihan. Sebab, Kabinet Indonesia Maju yang didalamnya ada para Mentri dari kalangan professional dan kalangan partai politik. Maka dipastikan Jokowi juga, perluh melakukan evaluasi kinerja ditengah COVID-19.
“Jika dianalisa terkait amarah Jokowi dalam pidatonya, memperlihatkan sebuah ungkapan yang akan menimbulkan simpati rakyat terhadap pelayanan negara di tengah wabah. Apalagi, Presiden menyinggung soal dana dari kementrian kesehatan yang hampir belum 50 persen yang tidak tersalurkan kepada masyarakat. Hal itulah yang membuat masyrakat diseluruh tanah air banyak berspekulasi akan pidato presiden,” paparnya
ADVERTISEMENT
Anggota DPR-RI Fraksi PKB Serta sebagai Ketua Umum GP ANSOR, H Yaqut Cholil Qoumas juga menjelaskan, Resuffle di tengah COVID-19 memang bukan menjadi solusi terbaik bagi visi Indonesia Maju. Sebab, pemerintah harus lebih efektif dalam penanganan serta penyaluran bantuan kepada masyarakat yang terdampak. Dikarenakan masa sekarang masyarakat dihadapkan dengan krisis dibidang kesehatan.
“Maka Pak Jokowi perlu juga memikirkan nasib masyarakat dibidang kesehatan. Karena jika ditinjau dari perspektif pidatonya. Terlihat Presiden lebih menitik beratkan pada kemerostan penurunan perekonomian. Jadi, ditengah krisis wabah, seharusnya lebih focus pada penanganan kesehatan,” jelasnya
Lebih lanjut H Yaqut Cholil Qoumas menambahkan, dilain sisi peresiden Jokowi juga perlu melakukan reshuffle apabila dirasa perluh. Sebab, pidato Presiden juga sudah tersebar ke publik. Agar kemarahannya bisa terjawab kepada masyarakat yang sudah banyak menunggu janji tersebut.
ADVERTISEMENT
“Jika tidak ada reshuffle di Kabinet, maka akan banyak masyarakat yang meyakini pidato Jokowi atas kemarahan tersebut. Hanya sebuah settingan belaka untuk mendaptkan simpati,” tegasnya
Pemateri dari Anggota DPR-RI Fraksi PKS Habib Aboe Bakar Al-Habsyi dalam pemaparan materi mengatakan, merasa sangat terhormat karena sudah diundang oleh PP GMKI sebagai salah satu organisasi mahasiswa yang selalu memberikan edukasi kepada publik. Sebab katanya, tema diskusi yang diambil sebagai bahan diskusi bersama, sangat menantang terkait pidato Presiden Joko Widodo akan kemungkinanan adanya reshuffle dikabinetnya.
“Jika dilihat tema diskusi hari ini memang sangat menarik, dikarenakan pidato Jokowi terkait amarahnya akan kinerja para pembantu Presiden di Kabinetnya sangat kurang dalam penanganan COVID-19. Apalagi, jika ditinjau dari jedah waktu publikasi pidato oleh Sekretaris Presiden pada tanggal 28 Juni. Maka ada jedah waktu 10 hari dari tanggal rapat kabinet pada 18 Juni. Maka ini, menjadi persoalan publik. Apa benar Jokowi marah atau hanya sebagai settingan untuk mendapakan simpati rakyat,” ungkapnya
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Habib Aboe Bakar sapaan akrabnya juga menambahkan, Partai Politik yang berada di luar kepemerintahan Jokowi. Tidak terlalu bersimpati akan kata reshuffle kabinetnya atau pun membubarkan lembaga. Sebab tanggungjawab Presiden itu sendiri sebagai kepala pemerintahan. Yang terpenting adalah, bagaimana Presiden Jokowi perluh mengevaluasi setiap kebijakan mentrinya dalam penanganan COVID-19.
“Dikarenakan dalam Pidato Presiden yang tersebar ada penekanan pada segi anggaran kesehatan yang belum maksimal disalurkan kepada tenaga kesehatan. Maka, ini menjadi catatan kritis publik terkait peran mentri kesehatan yang mungkin kurang maksimal. Karena angka kematian maupun positif COVID-19 juga sampai hari ini belum ada penuruanan. Oleh karena itu Presiden Jokowi diharapkan mampu menjaga citranya sebagai kepala negara, jangan muncul ketidakpercayaan publik,” tambahnya
ADVERTISEMENT
Founder Rumah Nawacita atau Relawan Jokowidodo Raya Desmawanato N menerangkan, tindakan persiden Joko Widodo dalam narasi pidatonya akan adanya reshuffle dimasa pandemic COVID-19 memang sangat diperlukan. Sebab, memasuki sembilan bulan masa kerja Mentrinya harus ada evaluasi. Apalagi ditengah krisis saat ini.
“Selama dari masa pelantikan para Mentri di Kabinet Indonesia Maju belum ada gebrakan yang maksimal hingga sampai masa krisis wabah COVID-19. Maka dianggap perluh adanya reshuffele sesuai Pidatonya. Jika apabilah tidak dilakukan, maka pidato bapak Presiden akan menjadi konsumsi publik akan ketidakberhasilan pemerintah maupun mentrinya ditengah wabah krisis,” tuturnya
Raya juga secara tegas mengatakan, Presiden juga bukan saja hanya menekankan pada isu penurunana ekonomi belaka. Tapi kata Dia, perluh adanya sinergritas antara mentri terkait penanggulangan COVID-19. Dikarenakan dalam pidato Presiden terlihat adanya egoisme dari sektoral mentri dari kalangan partai politik dan kalangan profesional. Agar, tidak ada kecemburuan diantara para pembantu Presiden.
ADVERTISEMENT
“Karena bukan masanya lagi menjaga reputasi politik, dikarenakan masih ada persoalan besar yang harus diselesaikan bersama antara birokrasi pemangku kebijakan dan birokrasi yang menjalankan tugas masing-masing mentri di lapangan dalam hal penaganan COVID-19,” tegasnya
Haris Rusly Moti dari Petisi 28 juga menjelaskan, kepercayaan public terhadap kinerja Presiden Jokowi beserta para mentrinya memang menjadi disinformasi kepada publik. Sebab katanya, jika dilihat wacana penangan COVID-19 memang sangat rentan peran komunikasi pemerintah yang kurang maksimal. Dikarenakan, adanya kinerja pembantu presiden yang kurang maksimal. Maka, dengan adanya pidato yang berkaitan dengan reshuffle itu memang sangat penting sebagai bahan evaluasi bersama.
“Tapi, apabilah reshuffle tidak terjadi maka akan ada perang opini di publik. Karena pidato Presiden sudah tersebar. Dilain sisi juga, Presiden harus memikirkan dampak dari reshuffle kedepannya bagi pelayanan publik,” imbuhnya
ADVERTISEMENT
Parameter Konsultindo Edison Lapalello membeberkan, pentingnya Kerjasama para mentri dalam mengevaluasi semua kebijakan yang sudah pernah dilakukan dan yang masih belum dilakukan. Karena kata Dia, pidato Presiden Jokowi akan reshuffle kabinet sudah menjadi sinyal bagi para menteri yang kurang maksimal bekerja.
“Maka, untuk sementara waktu evaluasi sekarang para menteri harus saling berkoloborasi dalam setiap pengambilan kebijakan. Agar dengan demikian masyarakat bisa kembali menaru harapan penuh kepada masa pemerintahan Indonesia Maju. Sebagai seoarang pengamat, memang sangat banyak persoalan dari segi politik maupun keprofesioanalan para mentri dalam bekerja. Karena ada keraguan akan adanya kepentingan sektoral politik,’ pungkasnya
Diskusi tersebut juga disisi oleh pemateri dari politisi, praktisi, akademisi dan tim relawan pendukung Jokowi pada pemelihan Presiden 2019. Selain itu para pengamat politik pemerintahan. Diantaranya, Prof Dr Sitti Zuhro MA dari kalangan akademisi dan peneliti senior Pusat Penelitian Politik (LIPI), H Yaqut Cholil Qoumas dari Angota DPR-RI Fraksi PKB Serta sebagai Ketua Umum GP ANSOR, Edison Lapalello sebagai Pengamat Politik Parameter Konsultindo, Haris Rusly Moti dari Petisi 28 dan Raya Desmawanato N M.Si selaku Founder Rumahnawacita serta di moderator oleh Christian patricho adoe PP GMKI.
ADVERTISEMENT