2018: Kasus Intoleransi di Jabar Menurun Tapi Minim Penyelesaian

Konten Media Partner
25 Desember 2018 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
2018: Kasus Intoleransi di Jabar Menurun Tapi Minim Penyelesaian
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Keberagaman Indonesia (Foto: Istimewa)
BANDUNG, bandungkiwari – Kasus intoleransi yang menyangkut kebebasan beragama dan keyakinan (KBB) di Jawa Barat sepanjang 2018 menurun. Namun penurunan ini tanpa diikuti dengan penyelesaian masalah.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Harold Aron mengatakan terdapat 15 kasus KBB yang terjadi sepanjang 2018. Jumlah ini terdiri dari kasus yang ditangani berupa pembelaan maupun bersifat pemantauan dan konsultasi.
Dari karakter atau dimensi kasusnya, ke-15 kasus KBB tersebut berupa dikriminasi dan stigma terhadap minoritas. Karakter ini tak berubah dibanding tahun sebelumnya, antara lain, kesulitan mendirikan rumah ibadah.
“Karakternya tidak berubah, ada kesulitan-kesulitan pembangunan rumah ibadah bagi kelompok minoritas. Ini tak lepas dari peraturan yang menurut kita sangat diskriminatif. Peraturan ini sangat menyulitkan bagi kelompok minoritas untuk membuat rumah ibadah,” kata Harold.
Salah satu upaya pendirian rumah ibadah yang mendapat hambatan soal legalisasi ialah gereja Kristen Okumene, Sarijadi, Kota Bandung. Rencana legalisasi gereja ini sudah muncul sejak tahun 1980, namun hingga saat ini belum terlaksana karena terbentur aturan yang diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Selain masalah rumah ibadah, juga ada kasus penghambatan ekspresi atau kegiatan beribadah. Hal ini dialami kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Bahkan penolakan terhadap Ahmadiyah sudah mengarah pada ancaman bersifat fisik atau kekerasan.
“Tahun ini ada penghambatan kegiatan rutin yang dilakukan kelompok Syiah seperti kegiatan Asyura. Ini mendapatkan penghambatan selama 5 tahun terakhir. Ada juga upaya mendiskreditkan dan stigma kelompok syiah untuk beribadah. Di luar kelompok Syiah, ada Ahmadiyah yang juga mendaptkan penghambatan,” paparnya.
Di antara kelompok KBB minoritas tersebut yang paling sering menjadi korban adalah Ahmadiyah, posisinya pada urutan pertama. Kedua, kelompok Syiah, dan ketiga kelompok Kristen.
Dari catatan tersebut, kata Harold, jumlah kasus intoleransi di Jabar memang mengalami penurunan. Padahal tahun-tahun sebelumnya angka intoleransi di Jabar selalu pada urutan teratas dibandingkan provinsi lain.
ADVERTISEMENT
Namun meski menurun, dari sisi penyelesaian kasus tidak banyak perubahan, bahkan bisa dibilang jalan di tempat.
“Permasalahan belum adanya pemenuhan terhadap hak-hak mereka dalam konteks pembangunan rumah ibadah dan keyakinan, sampai saat ini kita juga masih banyak tangani permasalahan pembangunan rumah ibadah. Jadi kasusmya menurun tapi juga bukan berarti adanya pemenuhan, bukan berarti kasus sebelumnya sudah selesai,” ungkapnya.
Kabar baik muncul dari kelompok keyakinan kesundaan yang berhasil mencantumkan keyakinannya di kolom agama di KTP setelah berjuang samapai Mahkamah Konstitusi. Meskipun implementasi di lapangan masih menemui kendala.
“Tapi itu keberhasailan kawan-kawan keyakinan untuk mendapat persamaan haknya sebagai warga negara,” katanya. (Iman Herdiana)