Ilmuwan ITB Jawab Dampak Perubahan Medan Magnetik Bumi ke Indonesia

Konten Media Partner
17 Januari 2019 11:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilmuwan ITB Jawab Dampak Perubahan Medan Magnetik Bumi ke Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kuliah umum tentang “Medan Magnetik Bumi: Bagaimana Medan tersebut Berubah dan Dampak Perubahan bagi Manusia” oleh Satria Bijaksana dosen dari kelompok keahlian Geofisika Global, FTTM ITB, di Aula Gedung Energi ITB, Rabu sore (16/1/2019). (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Ketika medan magnetik berhenti bekerja, kekacauan melanda bumi. Berbagai bencana terjadi, hewan-hewan kebingungan arah, fenomena aurora muncul di mana-mana. Orang-orang terpilih berusaha masuk ke inti bumi untuk menggerakan sumber medan magnetik tersebut agar bekerja seperti semula. Sehingga keseimbangan bumi bisa kembali terjaga.
Itulah sedikit sinopsis film fiksi-sains The Core yang mengawali kuliah umum tentang “Medan Magnetik Bumi: Bagaimana Medan tersebut Berubah dan Dampak Perubahan bagi Manusia” oleh Satria Bijaksana dosen dari kelompok keahlian Geofisika Global, FTTM ITB, di Aula Gedung Energi ITB, Rabu sore (16/1/2019).
Lewat film tersebut Satria Bijaksana ingin menunjukkan bagaimana besarnya peran medan magnetik bumi yang baru-baru ini kembali menarik perhatian masyarakat dunia, setelah viral diberitakan media bahwa kutub magnet utara bumi bergerak cepat dari Samudra Arktik yang menyentuh Kanada menuju Siberia, Rusia.
ADVERTISEMENT
Menurut Satria, kutub utara bumi memang bergerak. Dan itu lazim. “Perubahan medan magnetik bumi bukan sesuatu yang aneh, itu biasa dan lazim, bahwa kita mengukur medan magnetik dengan kompas di tempat yang sama dari waktu ke waktu akan ada perbedaan. Medan magnetik bukan yang statis,” jelasnya.
Namun ia mengakui, pergerakan kutub utara kali ini memang terjadi anomali, yakni lebih cepat dari biasanya. Tetapi anomali ini tidak akan memicu hal genting seperti di film-film fiksi sains. Itu sebabnya ia membuka kuliah umumnya dengan film The Core. Ia juga membeberkan kebohongan telanjang dari film yang spesifik dilatarbelakangi perbubahan medan magnetik bumi dan dirilis tahun 2003 itu. Di mata para ilmuwan, film ini membangkitkan kekecewaan mendalam karena kadar sainsnya yang rendah. Misalnya, manusia tidak mungkin bisa masuk ke inti bumi yang merupakan sumber medan magnetik.
ADVERTISEMENT
Satria mengatakan, kabar dari ilmuwan tentang fenomena alam tidak jarang direspons dengan berbagai informasi yang bercampur opini bahkan hoaks yang bikin panik masyarakat luas. Perubahan medan magnetik bumi memang berdampak pada kehidupan manusia. Dampak tersebut terutama yang berkaitan dengan navigasi atau pemetaan, termasuk data Google Maps.
Satria mengatakan, dampak lainnya ialah terkait dengan keperluan geologi seperti mengukur titik eksplorasi sumber daya alam, direction drilling atau pengeboran minyak, dan pengendalian satelit.
Tetapi dampak itu pun terutama terjadi pada negara-negara yang sejak awal memiliki medan magnetik kuat seperti negara-negara di Eropa dan Amerika. Mereka harus merevisi World Magnetic Model yang menjadi sumber data navigasi.
Menurut Satria, selama ini World Magnetic Model biasa direvisi lima tahun sekali terkait pergerakan medan magnetik. Revisi ini menunjukkan bahwa medan magnetik bumi memang sudah bergerak dari dulu. Namun dengan kecepatan pergerakan medan magnet saat ini, revisi tersebut harus dipercepat menjadi kurang dari lima tahun.
ADVERTISEMENT
Satria mengingatkan, pegerakan medan magnet tersebut tidak akan banyak berpengaruh pada negara-negara di sekitar garis katulistiwa seperti Indonesia. Kalaupun sistem navigasi di Indonesia terdampak, kadarnya sangat kecil. “Di Indonesia perubahan medan magnetnya selalu kecil,” katanya.
Jadi warga Indonesia tidak perlu terlalu risau seperti masyarakat Eropa atau Amerika. Apalagi terjadi kepanikan termakan isu atau hoaks, bahwa bumi akan mengalami bencana dahsyat seperti di film The Core, misalnya. (Iman Herdiana)