Konten Media Partner

Tradisi Kasepuhan Ciptagelar, Bertahan 'Ngigelan Zaman'

10 Maret 2018 16:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tradisi Kasepuhan Ciptagelar, Bertahan 'Ngigelan Zaman'
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ki Dai memainkan angklung sebagai hiburan untuk warga dalam persiapan upacara 14-an masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat. (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
SUKABUMI, bandungkiwari - Saat tubuh menembus kabut tipis pegunungan Halimun yang berada di ketinggian 1.929 m, seolah kita kembali ke masa lalu peradaban Sunda lama. Perjalanan penuh petualangan yang mengedepankan nilai tabu mengajak sang tualang menghormati alam, tradisi dan Tuhan untuk sampai pada puncak peradaban kebajikan.
Peluh yang luruh bercampur debu perjalanan terbayar penuh, saat masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyambut dengan kekhasan pola perilaku kampung tradisi.
Nama Kasepuhan Ciptagelar untuk masyarakat pencinta budaya tentu sudah tidak asing lagi di telinga. Keteguhan mereka dalam memertahankan tradisi leluhur menjadi warna yang melekat erat pada kesehariannya. Tidak ada waktu yang terlewat tanpa lelaku spiritual dengan lantunan do’a-do’a yang menembus belantara hutan rimba.
Tradisi Kasepuhan Ciptagelar, Bertahan 'Ngigelan Zaman' (1)
zoom-in-whitePerbesar
Upacara 14-an diikuti para Baris Olot sebagai bentuk syukur kepada Tuhan.
ADVERTISEMENT
Sejauh mata memandang, akan terlihat hamparan padi dan lebatnya pepohonan yang melingkupi perkampungan Ciptagelar. Selain Leuit (lumbung padi) si Jimat dan Imah Gede yang mengkudeta mata, akan dijumpai para lelaki yang memakai ikat kepala dan perempuan yang mengenakan Sinjang atau kain samping.
Dalam kesehariannya memang ikat kepala dan sinjang tidak boleh lepas ketika berada di wilayah Ciptagelar. Terutama ketika hendak memasuki Imah Gede untuk berinteraksi dengan sesepuh desa yang dinamakan Baris Olot atau dengan Abah Ugi Sugriana Raka Siwi yang menjadi pemimpin Kasepuhan Ciptagelar. Namun bukan untuk itu ikat kepala dan sinjang digunakan, bahkan dalam prosesi makan pun ada kewajiban kedua pakaian tersebut dikenakan.
Meski teguh dalam menjaga tradisi yang telah diwariskan sekian lama oleh leluhur, bukan berarti masyarakat adat Ciptagelar menampik kehadiran teknologi terkini. Masyarakat Ciptagelar sangat terbuka untuk perkembangan teknologi, bahkan kalau mampu menciptakan teknologi guna membantu memudahkan aktifitas keseharian.
ADVERTISEMENT
Mengadopsi perkembangan teknologi yang terus merangsek kehidupan dan tidak bisa dihindari. Menjadikan masyarakat Ciptagelar mengikuti perkembangan jaman sesuai dengan konsep ngigelan jaman.
Tradisi Kasepuhan Ciptagelar, Bertahan 'Ngigelan Zaman' (2)
zoom-in-whitePerbesar
Deretan Leuit (lumbung padi) sebagai bentuk ketahanan pangan Ciptagelar memenuhi area pesawahan.
Ngigelan jaman pada peribahasa Sunda dalam pengertian sederhana yakni mengikuti irama jaman. Ngigelan jaman dalam cara pandang masyarakat adat Ciptagelar dimaknai sebagai 'mengikuti perkembangan terkini tanpa meninggalkan tatanan adat yang sudah sekian lama dirawat dan diwariskan secara turun temurun'.
“Dengan belajar teknologi, minimal kita tidak dibodohi lagi,” ujar Abah Ugi yang saat ditemui Bandung Kiwari, tengah mengutak-atik koordinat drone.
Abah Ugi yang punya minat dalam teknologi memang menginginkan agar Ciptagelar mampu menjadi desa mandiri secara energi. Kemandirian energi tersebut dimulai dengan membangun turbin pembangkit listrik menggunakan teknologi mikro hidro. (Agus Bebeng)
ADVERTISEMENT