Konten Media Partner

Mahasiswa ITB Kembangkan Drone Jadi Detektor Pencemaran Zat Kimia Berbahaya

7 Juni 2018 14:17 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa ITB Kembangkan Drone Jadi Detektor Pencemaran Zat Kimia Berbahaya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
iROS Surveillance, alat pendeteksi pencemaran zat kimia. (Foto: Humas ITB)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat alat untuk memonitor kadar pencemaran zat kimia berbahaya di alam terbuka. Pendeteksian zat kimia ini dilakukan dengan bantuan pesawat tanpa awak atau drone.
Alat yang diberi nama iROS Surveillance itu dikembangkan Deddy Welsan, Johnson Lee, dan Riza Syaihikma sebagai tugas akhir di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.
Inovasi iROS Surveillance merupakan gabungan dari Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan Unmanned Ground Vehicle (UGV), yaitu unit UGV bernama SEEKER JR, dan sebuah drone bernama TARROT T680 sebagai UAV.
Kedua alat tersebut secara bersama melakukan pengawasan dan pemetaan kadar kontaminan kimia secara real time dan otonom. Dikutip dari kamuskesehatan.com, kontaminan adalah zat yang hadir dalam lingkungan yang bukan tempatnya atau berada dalam tingkat yang dapat menyebabkan membahayakan (merugikan) kesehatan.
ADVERTISEMENT
iROS Surveillance sendiri sempat dipamerkan pada ajang (Electronical Engineering) EEDays 22-24 Mei 2018 lalu di Aula Timur ITB. Pameran tersebut merupakan salah satu syarat kelulusan mereka untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.
“Pembuatan alat ini dilatarbelakangi dengan maraknya penggunaan kontaminan zat kimia berbahaya di Indonesia, yang tentunya dapat membahayakan masyarakat,” tutur Johnson Lee, dikutip dari siaran pers yang diterima Bandungkiwari.com, Kamis (7/6/2018).
iROS Surveillance menggunakan banyak sensor serta fitur utama yang berfungsi melakukan pengawasan dan pemetaan. Di antaranya kemampuan automatic tracking yang didukung teknologi Global Positioning System (GPS).
Untuk pengoperasian, iROS Surveillance dilengkapi roda dan rangka yang kuat. Alat ini memiliki jangkauan hingga 50 km dan cocok digunakan untuk berbagai medan dan cuaca.
ADVERTISEMENT
Selain unit UAV dan UGV, iROS Surveillance juga dilengkapi sistem antarmuka yang dikembangkan dari perangkat lunak kendali penerbangan bernama QGroundControl yang bersifat open source. Sistem antarmuka tersebut sebagai pengendali atau penghubung antara pengguna dan wahana yang digunakan.
Melalui sistem antarmuka tersebut, iROS Surveillance dapat melakukan automatic take off and landing (ATOL) dan bergerak sesuai jalur yang telah diatur pengguna. Sistem antarmuka tersebut juga memiliki fitur visualisasi yang dapat menampilkan data seperti posisi iROS Surveillance, konsentrasi kontaminan zat kimia, serta jalur pemetaan.
Untuk menggunakan iROS Surveillance, terlebih dahulu harus menentukan beberapa parameter, seperti titik take off, sensitivitas sensor, serta jalur yang dilalui. Di sini, iROS Surveillance memakai pengaturan jalur yang menyerupai grafik sinyal digital yang secara konstan membentuk kumpulan persegi panjang.
ADVERTISEMENT
“Hal ini diimplementasikan agar jalur tersebut membentuk suatu daerah cakupan yang luas, serta memberikan data yang akurat,” tutur Johnson.
Setelah mengatur jalur, UGV akan bergerak dari titik awal ke titik take off, di mana drone akan mulai terbang dan mengikuti jalur yang telah ditentukan untuk melakukan proses pengawasan dan pemetaan.
Data yang diperoleh pada proses tersebut dikirimkan secara real time dan ditampilkan kepada pengguna menggunakan sistem antarmuka tadi.
Saat ini, ketiga mahasiswa ITB tersebut berencana melakukan pengembangan lebih lanjut hingga iROS Surveillance dapat digunakan dalam berbagai kasus di Indonesia, juga dapat digunakan secara luas untuk keperluan lainnya, seperti pertanian, geomapping, smart city, serta forest monitoring.
“Kami berharap alat kami juga digunakan di berbagai kasus, misalnya, untuk mengatasi zat kimia di daerah konflik dan industri dengan tingkat kecelakaan yang tinggi,” lanjut Johnson. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT