Paperka: Kreasi Kreatif Olahan Tembakau

Konten Media Partner
18 Agustus 2019 7:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paperka, sebuah produk bako mole (Foto: Assyifa/bandungkiwari)
zoom-in-whitePerbesar
Paperka, sebuah produk bako mole (Foto: Assyifa/bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Hasil olahan tembakau saat ini tidak hanya digunakan oleh industri rokok, tetapi bisa dikembangkan sebagai industri kreatif. Salah satunya adalah Paperka, sebuah produk bako mole yang diprakasai oleh Nedi Sopian sejak sekitar dua tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Paperka merupakan bentuk kampanye Nedi terhadap pemanfaatan daun kawung. Nama Paperka sendiri terbentuk dari tiga kata, yaitu Paguyuban Perokok Kawung. Hal ini didapatkan oleh Nedi ketika berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar. Menurutnya, di sana hampir 85 persen warganya melakukan kegiatan 'ngebako'. Ia pun mendapatkan informasi, bahwa daun kawung dapat digunakan sebagai obat.
"Ketika orang sudah ramai dengan vape, justru saya sendirian 'ngebako'. Khususnya di kalangan anak muda," tutur Nedi di salah satu kedai kopi di Bandung, Selasa (13/8).
Tradisi 'ngebako' yang ia bawa pun awalnya dianggap kuno. Padahal, menurutnya 'ngebako' memiliki sisi positif. "Ketika terjadi ngelinting atau ngebako bareng, ada silaturahmi, ada obrolan, ada proses, yang menurut saya itu menarik," ujar Nedi.
ADVERTISEMENT
Pria yang punya latar belakang desain grafis ini pun memutar otak agar produknya diminati oleh anak muda. Ia pun mengemas Paperka dengan gaya anak muda, salah satunya melalui desain Paperka itu sendiri. "Tolak ukurnya di toko saya. Kalau yang beli (Paperka) itu kakek-kakek, berarti saya gagal. Memang targetnya saya anak muda," ungkap Nedi.
Ketika ditanya mengenai respon anak muda terhadap budaya 'ngebako' saat ini, pria berusia 41 ini menjawab adanya respon positif dari target pasarnya tersebut. "Ya Alhamdulillah, dengan sekarang pendistribusian yang lebih masif, lebih bagus berarti," tandas Nedi.
Awalnya, Nedi bisa melakukan produksi Paperka sebanyak lima kilogram dengan lima varian rasa. Bisnisnya pun berkembang, hingga saat ini dapat melakukan produksi sebanyak setengah sampai dengan satu ton setiap bulannya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, perjalanan Nedi dalam mengembangkan Paperka tidak selamanya mulus. Tiga bulan berjalan, ia justru menjadi target operasi bea cukai. Bahkan, jaringan reseller Paperka pun disita. Hal tersebut mendorong Nedi untuk berkomunikasi dengan pihak bea cukai. Nedi menuturkan, kunjungannya tersebut disambut baik oleh pihak bea cukai.
Awalnya, ia membeli 50 × 56 lembar pita bea cukai dengan harga Rp1.500,00. Kini, ia bisa membeli hingga 300 × 56 lembar pita dalam satu bulan.
Nedi mengaku, awal perjalanannya merintis Paperka hanya di ruangan 3×3 meter dengan satu orang karyawan. Bahkan, saat ini ia mengklaim hanya memiliki 4 orang karyawan.
Nedi bersama Paperkanya ((Foto: Assyifa/bandungkiwari)
Saat ini, Paperka telah mengembangkan produk bako mole dengan 28 varian rasa, seperti green tea, pisang, ceri, blueberry, stroberi, leci, moka, vanila dan masih banyak lagi. Salah satu varian yang paling banyak diminati adalah Stingpriw, di mana dalam sebulan varian ini dapat terjual hingga 80 kg.
ADVERTISEMENT
Satu bungkus Paperka berisi 50 gram tembakau, sedangkan Paperka dalam kemasan kaleng berisi 35 gram tembakau. Kedua produk tersebut dijual dengan harga Rp25.000,00. Selain itu, Paperka juga menjual beberapa produk lainnya, seperti papir, filter rokok, stiker, korek, kaos, dan yang saat ini sedang dikembangkan adalah kopi.
Saat ini, penjualan Paperka pun sudah mulai menyebar. Tak hanya di Jawa Barat, produk ini juga dikenal hingga keluar Pulau Jawa. Penyebaran produk Paperka di antaranya ke Samarinda, Balikpapan, Dumai, Lampung, Denpasar, dan masih banyak lagi daerah lainnya. (Assyifa)