'Relive The Myth': Menghadirkan Mitos dalam Gelitik Batik

Konten Media Partner
24 November 2019 7:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran 'Relive The Myth' di Gedung YPK Kota Bandung (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari)
zoom-in-whitePerbesar
Pameran 'Relive The Myth' di Gedung YPK Kota Bandung (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Suasana gedung YPK Kota Bandung, Jumat (22/11) malam sedikit berbeda. Ada mitos yang hadir menyeruak dari sejumlah batik yang dipamerkan di gedung tua itu. Situ Bagendit, Guriang 7, Sangkuriang Kesiangan, Pembunuhan Nyai Dasima hingga Nyai Roro Kidul menampakkan diri mereka dalam balutan warna dan motif batik yang menggelitik.
ADVERTISEMENT
Bukan ketakutan yang menempel pada pundak, melainkan keindahan menjelajahi mitos yang hadir kembali dalam tafsir baru pameran yang bertajuk 'Relive The Myth'. Pameran yang dikurasi oleh Diyanto dan Andang Iskandar ini diselenggarakan sejak 22 November hingga 30 November mendatang.
'Relive The Myth' menghadirkan 5 orang dosen Seni Rupa yang sedang mengadakan penelitian ke pelbagai pelosok di tanah Jawa terkait dengan mitos. Para perempuan “perkasa” ini melakukan penelitian mengenai nilai-nilai kearifan lokal di antaranya tentang cerita rakyat yang melegenda di masyarakat.
Mereka terdiri dari Ariesa Pandanwangi dosen FSRD UK Maranatha, Arleti Mochtar Apin dosen DKV - ITHB, Ayoening Dyah Woelandhary dosen DKV Universitas Paramadina, Belinda Sukapura Dewi dosen FSRD UK Maranatha, dan Nuning Yanti Damayanti dosen FSRD ITB. Pendidikan S2 dan S3 dari FSRD - ITB menjadi kesamaan latar belakang mereka.
Disokong hibah dari Kementerian Ristekdikti (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), penelitian ini menjadi latar belakang pameran sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka kepada publik pada tahun pertama penelitian.
ADVERTISEMENT
"Pameran ini tidak hadir ujug-ujug begitu saja. Tapi karena sebelumnya kami telah melakukan pameran batik di dalam dan luar negeri. Dari rekam jejak itulah kami mendapat hibah untuk penelitian," ucap Ariesa Pandanwangi.
Penelitian yang dilakukan pada 5 daerah tersebut, menurutnya mengangkat tema-tema yang terkait dengan mitos yang hidup dalam lingkup sosial masyarakat.
Mengapa mereka tertarik pada mitos? Karena di dalam mitos, menurut Ariesa, bukan hanya murni terkait dongeng atau cerita tertentu saja. Melainkan banyak hal yang bisa digali dan dikembangkan pada perspektif apapun termasuk seni rupa. "Di balik mitos itu tersimpan kandungan, seperti pendidikan karakter, norma bahkan alih pengetahuan untuk anak-anak," tegasnya.
Bahkan Ariesa menilai mitos yang berkembang di seluruh penjuru Indonesia bisa menjadi sumber motif batik atau tema untuk seni rupa.
ADVERTISEMENT
Senada dengan itu Diyanto yang menjadi kurator pameran menyatakan bahwa seni rupa yang berlatar belakang mitos atau cerita rakyat mampu menjadi nilai jual tersendiri. "Pameran ini merupakan terobosan dalam seni rupa dengan media gutatamarin atau ekstrak biji asam. Ditambah kandungan mitos yang diangkat para perupa dengan pendekatan nilai-nilai tradisi," kata Diyanto.
Diyanto menyikapi pameran 'Relive The Myth' ini sebagai seni sintesa yang dulu dirumuskan oleh almarhum perupa Sanento Yuliman. Dalam kekaryaannya, para perupa menggabungkan pengetahuan Barat tetapi memperkaya diri dengan tradisi. "Bagi saya ini sangat bagus karena dengan tradisi kita bisa memasuki seni rupa kontemporer. Kita goyah dalam Kontemporer karena rujukannya selalu Barat" tegas Diyanto.
Diyanto pun menjelaskan bagaimana para perupa dari negara tetangga seperti Vietnam atau China menggali tradisi sebagai pijakan dalam kekaryaannya.
ADVERTISEMENT
Cerita rakyat yang begitu kuat telah tertanam sejak lama, malam itu memang hadir berbeda. Tidak ada dramatisasi mengerikan seperti dalam dongeng. Namun justru keindahan yang hadir memberi interpretasi baru untuk 'memahami' dan 'menciptakan' karya atas mitos yang hidup di Nusantara. (Agus Bebeng)