Salsabila, Mahasiswi Difabel ITB yang Berkomunikasi lewat Komik

Konten Media Partner
11 Desember 2018 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salsabila, Mahasiswi Difabel ITB yang Berkomunikasi lewat Komik
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Salah satu komik karya Salsabilla Rasika Sumekto, mahasiswi FSRD ITB. (Humas ITB)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Hidup dalam keterbatasan sebagai penyandang tuna rungu tak membuat Salsabilla Rasika Sumekto patah semangat dalam berkarya. Mahasiswi berkebutuhan khusus yang kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini produktif bikin komik-komik yang memikat.
Bagi perempuan yang hanya mampu mendengar suara di atas 90-110 desibel semenjak lahir itu, komik menjadi media untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi, menyampaikan pesan, ide, dan gagasan.
Saat ini, ia sedang menempuh Tahap Persiapan Bersama (TPB) di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Perempuan asal Jakarta ini diterima di ITB melalui jalur SBMPTN.
Sejak kecil, ia suka membaca komik dan menganalisa teknik penggambarannya. Gambar komik pertama yang pernah ia buat ialah ketika kelas 4 SD. Karena hobi menggambar itulah, ia memilih FSRD-ITB sebagai tempat kuliah.
ADVERTISEMENT
Dia mengaku belajar membuat tokoh-tokoh komik secara autodidak. Bahkan, lewat tangan kreatifnya itulah ia sering menang lomba menggambar. Baginya menggambar adalah pekerjaan di masa depan.
Hingga sekarang hal itu tetap ia lakukan. Selain itu, kemampuannya membuat komik juga meningkat drastis setelah dikontrak menjadi asisten komikus Pinakes dengan komik Aldnoah Zero yang diadaptasi dari anime Jepang. Pinakes merupakan seorang komikus profesional.
"Dari situ saya dapat banyak ilmu dari Pinakes. Hingga sekarang saya masih suka bikin komik," ujarnya, seperti dikutip dari siaran pers ITB, Selasa (11/12).
Salsabila, Mahasiswi Difabel ITB yang Berkomunikasi lewat Komik (1)
zoom-in-whitePerbesar
Salsabilla Rasika Sumekto, mahasiswi FSRD ITB. (Humas ITB)
Salah satu komik yang sudah ia buat berjudul "Wavelength" yang ditayangkan dalam web Ciayo Comics. Web comic ini menceritakan kehidupan seorang penyandang disabilitas tuna rungu (tuli) yang bersekolah di sekolah inklusi dan bertemu empat temannya.
ADVERTISEMENT
Karya komik Salsabilla ini bisa dilihat di https://www.ciayo.com/id/comic/wavelength. Kini, komik yang sudah ia tulis di laman tersebut sudah mencapai 25 episode. Cerita di komik tersebut masih berlanjut (belum tamat), masih ada beberapa episode lainnya yang akan terbit.
"Pesan dari komik yang saya buat ialah meningkatkan kesadaran kita terhadap orang yang memiliki kebutuhan khusus, membantu mereka saat kesulitan. Karena banyak sekali stereotype bahwa orang tuli itu bodoh, padahal kecerdasannya sama tapi cara komunikasinya yang perlu dikhususkan. Oleh karena itu gerakan bahasa isyarat sedang diperjuangkan oleh komunitas-komunitas tuli saat ini," katanya.
Salsabilla sempat menempuh sekolah berkebutuhan khusus, yaitu TKLB Santi Rama dan SDLB Santi Rama di Jakarta. Namun saat kelas 4 SD ia pindah ke sekolah umum. Lalu dia melanjutkan SMPN 226 Jakarta dan SMA Negeri 1 Depok sampai akhirnya diterima di FSRD-ITB.
ADVERTISEMENT
Selama kuliah, ia mengaku tidak menemukan kendala yang berarti. Terkadang saat dosen menjelaskan teori dirinya sering tidak mengerti ketika penjelasannya dilakukan lebih banyak secara lisan. Dia merasa terbantu ketika dosen mengajar sambil menulis di papan tulis. Ketika tidak mengerti materi kuliah, ia selalu meminta tolong temannya menerjemahkan ulang secara tertulis.
"Saya yang tuli sejak lahir mengandalkan 'vision'. Jadi kadang tidak mengerti atau tidak menangkap gerakan bibir," katanya.
Menurutnya banyak teman mahasiswa lain yang sebetulnya ingin berkenalan lebih dekat. Namun mereka bingung bagaimana cara berkomunikasi sebab tidak mengerti bahasa isyarat.
"Kendala lainnya seperti miskomunikasi apa yang didengar teman-teman dan apa yang diperintahkan dosen berbeda," ucapnya. Oleh karena itu bahasa isyarat penting dipelajari ketika berhubungan dengan orang berkebutuhan khusus.
ADVERTISEMENT
Selain Salsabilla, masih ada dua mahasiswa lain di ITB yang berkebutuhan khusus, di antaranya Anindya mahasiswa TPB STEI, dan M. Zulfikar J mahasiswa TPB FTMD. Pesan Salsabilla, keterbatasan bukanlah hambatan, tapi sebuah hal yang harus disyukuri, tonjolkan kelebihan masing-masing. Walaupun di saat kesusahan pasti ada kemudahan dan jalannya tersendiri.
Direktur Pendidikan ITB Dr. Yuli Setyo Indartono mengatakan ITB memberikan perhatian dan dukungan bagi penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan di ITB.
"ITB mengharapkan semua mahasiswa, termasuk yang berkebutuhan khusus, sukses dalam studi di ITB," ujar Dr. Yuli. Unit-unit yang terkait di ITB, bekerja sama dalam memastikan para mahasiswa berkubutuhan khusus tidak mengalami kendala selama belajar di ITB. (Iman Herdiana)