Cerita Suka Duka Nyoman Nuarta Membangun Patung Garuda Wisnu Kencana

Konten Media Partner
22 November 2018 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cerita Suka Duka Nyoman Nuarta Membangun Patung Garuda Wisnu Kencana
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Patung Garuda Wisnu Kencana di Ungasan, Jimbaran, Bali. (Instagram Nyoman Nuarta)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Seniman Nyoman Nuarta berbagi pengalaman dalam membuat mahakarya patung Garuda Wisnu Kencana (GWK). Alumni Seni Rupa ITB ini bercerita, pembuatan patung GWK di Ungasan, Jimbaran, Bali, sangat penuh perjuangan dan tantangan.
Pembuatannya dimulai pada 1990 dan sempat terhenti pada 1998 karena krisis moneter yang melanda Indonesia. Patung tersebut akhirnya selesai dibuat dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 September 2018.
Patung GWK memiliki tinggi 121 meter. Karena ukurannya yang raksasa, pembuatannya dilakukan dengan cara dibagi ke dalam 754 modul. Proses pengerjaan dibuat dengan modul per modul agar bisa dilakukan dengan cepat. Satu modul memiliki berat sekitar 2 ton.
Modul-modul tersebut dibawa dari Bandung ke Bali menggunakan 500 truk tronton. Bahan kulit patung terbuat dari tembaga yang dilapisi kunigan supaya lebih tahan terhadap panas dan terpaan angin.
ADVERTISEMENT
"Kita perkuat dengan kuningan karena tembaga mudah bergerak di atas suhu 60 derajat saja, kalau kuningan titik lelehnya di atas 1000," ucap Nyoman yang berbagi cerita di Studium Generale KU- 4078 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, Rabu (21/11/2018), seperti dikutip dari siaran pers ITB.
Cerita Suka Duka Nyoman Nuarta Membangun Patung Garuda Wisnu Kencana (1)
zoom-in-whitePerbesar
Seniman Nyoman Nuarta saat kuliah umum di ITB. (Humas ITB)
Di hadapan ratusan mahasiswa yang menghadiri kuliah umum tersebut, bagi Nyoman patung GWK adalah karya seni yang menjadi identitas bangsa. Melalui patung yang memiliki berat hampir 3.000 ton itu, ia ingin mewujudkan bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, kita bisa menciptakan sesuatu karya seni yang diakui dunia.
"Pembuatan patung tak semudah yang dibayangkan. Rintangan yang dihadapi banyak yang mengkritik, tidak setuju ngapain bikin patung," katanya. Belum lagi perhitungan pengaruh alam seperti terpaan angin, gempa bumi, dan faktor alam lainnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi GWK ini secara sains bisa dipertanggungjawabkan. Karena yang namanya pariwisata modern tidak terlepas dari insurance. Yang mengerjakan strukturnya siapa, perusahaannya ada ISO-nya tidak," kata Nyoman yang pernah menerima penghargaan Ganesa Widya Jasa Utama dari ITB.
Lewat Patung GWK, ia menginginkan masyarakat Indonesia terbuka pikirannya bahwa dengan seni dan kebudayaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang besar untuk warga sekitar.
Itulah cita-cita yang dibayangkan Nyoman, sehingga patung GWK harus direalisasikan. Bahkan karena support dari segi dana kurang, maka diambil keputusan untuk menjual aset dari GWK kepada swasta dengan harapan proses pembangunan kembali berlanjut.
"Pariwisata kita sudah menyatakan ada devisa yang dibuat oleh industri pariwisata itu 190 triliun tahun ini. Dari mana asalnya pariwisata kita? 40 persennya itu minimal dari pariwisata budaya," ungkapnya.
Garuda Wisnu Kencana. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Garuda Wisnu Kencana. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dia berpesan kepada mahasiswa agar bisa mengambil pelajaran dari pembuatan patung tersebut. Jangan mudah putus asa. Belajar yang giat karena sekarang fasilitas sudah sangat mendukung untuk kegiatan belajar mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Nyoman Nuarta merupakan pematung nasional. Patung-patung yang telah ia buat banyak menjadi ikon sebuah daerah, sebut saja Patung Presiden Soekarno di Monumen Proklamasi di Jakarta, Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya, dan lainnya.
Nyoman juga tercatat sebagai pelopor gerakan seni rupa baru tahun 1976. Sebuah gerakan yang membebaskan ekspresi dan bentuk karya para seniman. (Iman Herdiana)