Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Tumpuk Batu dalam Permainan 'Papancakan'
7 Februari 2018 16:35 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
ADVERTISEMENT
(Foto:tikarmedia.or.id)
BANDUNG, bandungkiwari – Seni menumpuk batu (Rock Balancing) dalam sepekan terakhir sempat menghebohkan warganet menyusul ditemukannya tumpukan batu tersusun di Sungai Cibojong, Sukabumi. Bahkan aparat kemudian menghancurkannya karena takut digunakan pihak lain yang mengaitkan dengan fenomena alam dan persoalan mistis.
ADVERTISEMENT
Menurut pendiri Komunitas Hong, Zaini Alif, sebenarnya seni menumpuk batu itu bukan hal baru. Pada sejumlah permainan tradisional Nusantara, seni menumpuk batu sudah ada sejak lama. Hong sendiri adalah komunitas yang khusus menghimpun dan mendalami permainan tradisional Indonesia.
Zaini menjelaskan, dalam permainan tradisional Nusantara seorang anak punya peran penting dalam mendalami konsep diri melalui seluruh angota tubuhnya, seperti tangan, mata, kaki, yang dijadikan alat untuk lebih mengenal konsep dirinya. “Meniup, melempar, menyusun dijadikan media transmisi olah kemampuannya,” katanya di Bandung, Rabu (7/2/2018).
Konsep kedua setelah diri, kata Zaini, yaitu mengenal lingkungannya. Maka lahirlah permainan-permainan dengan menggunakan dan memanfaatkan lingkungan sekitarnya seperti permainan air, “ichikibung” bagaimana air dengan media tangannya melahirkan bentuk suara yang berbeda sehingga air melalui intuisi seorang anak bisa berwujud dan bersuara.
ADVERTISEMENT
Unsur lainnya, kata Zaini, adalah angin. Melalui angin anak-anak mewujudkan bentuk angin yang tak berwujud dalam bentuk gerakan yang terlihat dan bersuara dan lahirlah permainan kolecer atau baling-baling bambu. “Di sanalah angin berwujud dan bersuara,” katanya.
Lalu bagaimana dengan batu?
Menurut Doktor Permainan dari ITB ini, dengan batu anak-anak bisa melatih logika berpikir, kesabaran dan kreativitas. Mereka mewujudkannya dengan berbagai permainan seperti sorodot gaplok, atau papancakan yaitu menyusun batu ke atas agar seimbang dan tinggi. Dalam permainan ini anak-anak menggali kemampuan dirinya baik logika, kreativitas, dan kesabaran agar bentuk itu terwujud.
“Ketika mereka bermain mereka harus melatih konsentrasi dan fokus agar tidak runtuh dan tidak bisa bermain. Setelah mereka membuat tumpukan batu dan berdiri mereka bersama mengambil jarak yang agak jauh untuk melemparnya dan membuat tumpukan tadi runtuh, membutuhkan konsentrasi yang tinggi saat melempar batu pada acara papancakan tersebut,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan yang dikerjakan dengan sangat membutuhkan energi tercurah semuanya tapi terbayarkan oleh saat melempar dan kemudian batu itupun hancur kembali ke sungainya. Tetua kampung mengatakan apapun yang dikerjakan, sebagus apapun, sehebat apapun tak ada yang abadi. “Papancakan adalah sebuah media ajar yang diharapkan melatih anak mempersiapkan kehidupan di masa depannya,” ujarnya. (raf/agus)