Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Aruh Basambuk, Ritual Dayak Loksado Mengharap Hasil Panen Berlimpah
12 Februari 2018 9:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Banjarhits.id - Aroma kemenyan menyeruak di sela riuh warga yang meriung di Balai Adat Malaris ketika hari beranjak tengah malam. Di tengah balai adat, mereka meletakkan nampan sesaji di bawah panggung sangkar dengan lajur-lajur daun aren muda yang menjulur ke bawah.
ADVERTISEMENT
Setelah kemenyan dibakar, tetua adat Dayak Loksado--sub suku Dayak Meratus--komat-kamit merapal mantra. Ada 24 pria yang duduk tepat di tepi dan menghadap sesajen tersebut. Istri setiap pria itu kemudian keliling menaruhkan beras ke dalam 24 mangkok kecil yang dibawa setiap pria.
Tetua adat kemudian beringsut diikuti 23 pria lainnya. Mereka tengah batandik atau mengitari sesajen dan panggung daun aren seraya terus merapal mantra dan membunyikan gelang hiyang di genggaman tangan. Di panggung itu, roh leluhur dipercaya hadir di tengah ritual tahunan setelah musim tanam padi gunung.
Adapun si istri dari 24 pria ini, telaten menabuhkan bebunyian mengiringi prosesi. Sebagian dari mereka berstatus wanita sepuh dengan stamina cukup kuat karena semalaman tanpa tidur. Malam itu, mereka tak henti-henti mendaras mantra agar hasil panen padi gunungnya berlimpah dan terhindar penyakit.
ADVERTISEMENT
Sambil batandik, para pria bergantian merapalkan doa ke wanita pemilik sawah lain agar ada keberuntungan saat panen tiba. Si wanita mengganti doa itu dengan segenggam bunga, lemeng (bambu berisi nasi), atau galung (hiasan daun enau). Adapun tetua adat memanfaatkan istrinya untuk berkomunikasi dengan roh leluhur.
Mereka menggelar ritual balian semacam ini selama 12 jam lebih, mulai pukul 20.00-10.00 WITA Sabtu malam-Minggu siang (10-11/2). Aruh Basambuk rutin digelar pada bulan kedua setiap tahun.
Selain Aruh Basambuk, ada Aruh Bawanang (panen perdana) yang digelar pada Juni, dan Aruh Ganal (panen raya) pada September. Dayak Meratus yang mayoritas penganut Kaharingan itu percaya roh leluhur dan Tuhan akan melimpahkan berkah jika ritual balian rutin digelar.
ADVERTISEMENT
Di pengujung prosesi, menyisakan tetua adat yang masih bertahan batandik. Ini pertanda pesan yang disampaikan telah diterima oleh roh leluhur. Warga pun mulai beringsut meninggalkan balai adat karena prosesi mendekati puncak ketika hari beranjak siang.
Setelah prosesi rampung, warga berebut mengambil sesaji lemeng untuk dibagi-bagikan dan dimakan. Adapun sesaji berisi daun sirih, pinang, kapur, kelapa, nasi dalam bambu muda (lemeng), dan ayam.

Menariknya, selama prosesi adat, warga kampung ikut memeriahkan dengan menyajikan menu makanan kepada para tetamu. Aneka menu itu dimasak di depan empat puluh bilik kamar di Balai Adat Malaris. Setiap keluarga bisa memanfaatkan bilik kamar selama prosesi adat.
Damang Dayak Loksado atau Kepala Balai Adat Malaris, Alimurad Ayal Kusal, mengatakan sesajen dalam ritual balian untuk mengucap syukur dan berharap agar setiap panen diberikan berkah. “Sesajen dipersembahkan untuk roh gaib, kami bukan menyembah, tapi ucapan terimakasih kepada Tuhan dan roh leluhur,” kata Alimurad kepada Banjarhits.id, Minggu (11/2).
ADVERTISEMENT
Usai prosesi Aruh Basambuk, warga pemilik sawah gunung dilarang beraktivitas menebang tumbuhan selama tiga hari dan dilarang ke sawah selama enam hari. “Ini pamali, kalau dilanggar bisa bencana,” ujar peserta Aruh Basambuk, Aman. (Diananta)
Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin pagi (21/4) akibat stroke dan gagal jantung. Vatikan menetapkan Sabtu (26/4) sebagai hari pemakaman, yang akan berlangsung di alun-alun Basilika Santo Petrus pukul 10.00 pagi waktu setempat.