Konten Media Partner

Dukungan Dana untuk Mengatasi Perubahan Iklim di Gorontalo

1 Februari 2020 18:37 WIB
clock
Diperbarui 12 Maret 2020 10:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Danau Limboto di Gorontalo mengering akibat perubahan iklim. Sabtu, (1/2). Foto: Dok banthayoid.
zoom-in-whitePerbesar
Danau Limboto di Gorontalo mengering akibat perubahan iklim. Sabtu, (1/2). Foto: Dok banthayoid.
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Sebanyak 12 daerah di Indonesia menjadi proyek percobaan untuk pelaksanaan pendanaan dalam mengatasi perubahan iklim. Salah satu daerah itu adalah Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Pemerintah daerah (Pemda) setempat telah mengakomodir isu perubahan iklim dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
ADVERTISEMENT
Bersama perwakilan dari 11 daerah lainnya, Nelson Pomalingo, Bupati Kabupaten Gorontalo, melakukan pembahasan rencana pelaksanaan pendanaan anggaran perubahan iklim di tingkat sub nasional di Grand Mercure Kemayoran Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo, bersama 11 kepala daerah di Indonesia menghadiri rapat rencana pelaksanaan pendanaan anggaran perubahan iklim di Grand Mercure Kemayoran Hotel, Jakarta Pusat.
Pada rapat pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Pusat Pembiayaan Perubahan Iklim Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, Nelson mengharapkan perhatian khusus, terlebih dalam bentuk dukungan dana khusus untuk setiap daerah.
“Perubahan iklim merupakan masalah yang menjadi perhatian dunia internasional, dan Kabupaten Gorontalo telah melakukan upaya dan langkah-langkah pencegahan,” ungkapnya, Sabtu (1/2).
Penanaman pohon terus dilakukan pemerintah daerah. Foto: Dok istimewa
Dalam hal pendanaan proyek pengurangan dampak dari perubahan iklim, mitra pembangunan International sebenarnya telah berkontribusi secara signifikan. Karena kurang lebih 2.851 miliar rupiah telah dialokasikan untuk dana perubahan iklim publik. Dari angka tersebut, sekitar 55 persen pembagian dana perubahan iklim ditujukan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta. Sedangkan sebesar 32 persen disalurkan secara tidak langsung terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah lokal dan pusat, dan organisasi yang terlibat dalam pengembangan dan pengetahuan, termasuk konsultan swasta, organisasi internasional, dan LSM.
Ilustrasi perubahan iklim. (Foto: Pixabay)
Langkah cepat dan konkret ini sangat mendesak untuk dilakukan karena iklim global saat ini berubah dengan cepat. Perubahan iklim menyebabkan suhu di udara menjadi hangat. Penyebabnya adalah aktivitas manusia yang melepaskan polusi ke udara, lalu terperangkap di atmosfer, dan menyebabkan efek Gas Rumah Kaca (GRK).
ADVERTISEMENT
Gas rumah kaca salah satunya adalah karbon dioksida, selain itu metana, nitrous oxide, senyawa organis volatil, ozon, dan klorofluorokarbon. Lepasnya karbon dioksida ke udara karena aktivitas manusia yang tidak bisa lepas dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, propana, solar, gas alam, dan bensin. Juga aktivitas pembangkit listrik, proses industri, pertanian, dan kehutanan termasuk di dalamnya.
Ikan sapu-sapu yang mati di tepian danau akibat musim kering. Foto: banthayoid
Pemerintah Indonesia sendiri, melalui Undang-undang Nomor 16 tahun 2016, telah melakukan Ratifikasi Paris Agreement atas konvensi kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia secara kongkret mempertegas komitmen pengurangan emisi GRK, yang dideklarasikan pada tahun 2009.
Diharapkan pengurangan sebesar 29 persen, apabila dilakukan pada level Business As Usual (BAU) sampai dengan tahun 2020, atau 41 persen dengan dukungan internasional. Kebijakan publik dan pembiayaannya akan memainkan peran yang penting untuk memenuhi target tersebut.
ADVERTISEMENT
Komposisi target penurunan emisi GRK terbesar yaitu dari sektor hutan dan lahan atau ekosistem sebesar 17,2 persen, sektor energi 11 persen, limbah 0,38 persen, pertanian 0,32 persen, serta industri dan pabrik 0,10 persen.
Kawasan Danau Limboto yang mengering akibat musim kemarau yang melanda wilayah Gorontalobeberapa waktu lalu. Foto: banthayoid
Untuk adaptasi, komitmen Indonesia meliputi peningkatan ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lanskap. Sektor hutan, lahan atau ekosistem memiliki porsi paling besar dalam penanganan perubahan iklim.
Kunci utama untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim adalah mendesain rencana aksi nasional terhadap penurunan emisi GRK, yang diatur di bawah Peraturan Presiden (Perpres) No 61/2001.
Dampak Perubahan Iklim di Gorontalo
Dampak dari perubahan iklim ini juga turut dirasakan oleh nelayan di Desa Maleo, Kecamatan Paguat, Pohuwato. Desa yang sebagian wilayahnya merupakan pesisir ini, ditinggali oleh masyarakat yang seperempat jumlahnya berprofesi sebagai nelayan.
ADVERTISEMENT
Namun, sejak beberapa tahun belakangan, karena dampak perubahan iklim, beberapa nelayan di sana beralih profesi. Para nelayan ini mengeluhkan gelombang tinggi yang hampir berlangsung sepanjang tahun.
“Kalau saya sudah berhenti melaut. Karena memang saat ini susah cari ikan. Tidak tahu kenapa. Kalau dahulu kami ini biasanya berminggu-minggu di laut, pulangnya pasti bawa ikan banyak. Nah ini, susah sekali. Daripada habis ongkos, jadi kami cari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarga,” ungkap Lunu, nelayan yang saat ini beralih profesi sebagai tukang bentor.
Perubahan iklim Foto: Pixabay
Tidak hanya di Maleo, dampak dari perubahan iklim juga mulai dirasakan oleh masyarakat di Desa Torosiaje, Pohuwato. Mereka juga mengeluhkan arus laut yang kini lebih kuat dari biasanya. Selain itu, sebagai nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut, warga Torosiaje mulai merasa kesulitan mendapatkan jenis ikan yang biasanya pada bulan-bulan tertentu banyak. Hal ini kemudian berdampak pada perekonomian mereka.
ADVERTISEMENT
Kirsi Chavda, salah seorang pemerhati lingkungan dari Siemenpuu Foundation Finlandia, membandingkan kondisi perubahan iklim yang terjadi di Pohuwato dengan kondisi di Finlandia. Menurutnya, kasus yang sama juga terjadi di Finlandia.
Ilustrasi menanam. Foto: Shutter Stock
"Jika pada musim panas biasanya petani menanam beberapa jenis tanaman, tetapi karena perubahan iklim yang sedang terjadi, tanah yang ada di sana menjadi sangat kering dan tidak bisa ditanami tanaman apa pun, dan itu sangat berpengaruh pada kehidupan penduduk yang ada di sana," ungkapnya saat melakukan penanaman mangrove di Torosiaje bersama organisasi Japesda.
----
Reporter: Wawan Akuba