Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita di Balik Pengiriman Bantuan Indonesia untuk Rohingya (Bagian 2)
20 November 2018 21:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Baskoro Ajie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Setelah mendirikan tenda di kamp Thaingkhali (Sumber: Pribadi/Istimewa)
Pagi itu, kami berangkat kembali menuju pos pertama kamp pengungsi untuk berangkat menuju kamp Thaingkhali, Ukhiya, tempat yang ditunjuk oleh pemda setempat untuk menurunkan bantuan, karena kamp tersebut baru beberapa hari berdiri.
ADVERTISEMENT
Di sepanjang jalan kami kembali melihat ribuan pengungsi berjalan gontai, raut muka yang lesu, lelah, sangat lelah, terlihat jelas di wajah mereka. Kebingungan mencari tempat bernaung karena mayoritas kamp pengungsi sudah penuh dan kamp-kamp baru masih dalam proses pembangunan.
Ingin sekali kami berhenti dan langsung membagikan bantuan kepada para pengungsi, namun mengingat adanya insiden rebutan bahan bantuan yang menimbulkan korban beberapa hari sebelumnya, kami mengurungkan niat tersebut.
Foto: Situasi ketika mendung (Sumber: Pribadi/Istimewa)
Hujan mulai turun, jalan pun mulai berlumpur. Truk-truk yang berisi bantuan Indonesia harus bekerja ekstra keras hari itu. Jalan di sekitar kamp pengungsi tidak mudah dilalui jika hujan karena merupakan daerah perbukitan dengan tanah berlumpur hingga mencapai mata kaki beberapa kilometer menuju kamp selepas jalan utama.
ADVERTISEMENT
Alam sedikit berpihak kepada kami, hujan hanya turun sebentar, tidak sampai 1 jam. Akhirnya kami berhasil tiba di kamp pengungsi yang saat itu berisi sekitar 60.000 orang dengan koordinator Dr. Alam seorang dokter dengan gelar Phd dari salah satu universitas ternama di luar Bangladesh.
Foto: Penurunan barang bantuan dari truk (Sumber: Pribadi/Istimewa)
Dua buah tenda berhasil didirikan, satu untuk pusat koordinasi bantuan dan satu lagi untuk klinik darurat dalam menangani masalah kesehatan yang mulai menjangkit karena sanitasi yang kurang baik. Bantuan mulai diturunkan dari truk, wajah-wajah haru terlihat dari wajah para pengungsi.
Ternyata bantuan dari Indonesia sangat istimewa, Dr. Alam sendiri menyatakan bahwa barang bantuan Indonesia sangat tepat dan sangat dibutuhkan. Saat itu, kami membawa banyak perlengkapan perawatan bayi dan sanitasi wanita serta P3K, di samping makanan penunjang gizi balita dan makanan siap saji dalam kaleng yang bisa tahan hingga beberapa bulan.
Foto: Penerima bantuan Indonesia (Sumber: Pribadi/Istimewa)
ADVERTISEMENT
Hari itu saya melihat para pengungsi ikut membantu mendirikan tenda dan menurunkan barang bantuan dari truk. Melihat beberapa anak kecil usia 7-8 tahun berebut susu, marah karena ada yang mengambil melebihi jatah, yang belakangan diketahui ternyata ia mengambil lebih untuk adiknya yang sedang sakit.
Melihat seorang ibu yang terduduk menangis haru dengan anak digendonganya setelah membuka kotak bantuan dari Indonesia. Sungguh pengalaman berharga dan luar biasa.
Tahun sudah berganti sejak penugasan saya tersebut, namun wajah-wajah haru para pengungsi setelah menerima bantuan Indonesia tak akan saya lupakan.
Sebuah pengingat betapa beruntungnya saya yang tinggal di negara damai, dimana senyum masih menjadi donasi, dimana gotong royong masih jadi terjadi, dan betapa berartinya kerja diplomasi Indonesia bagi dunia.
ADVERTISEMENT