Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Dilema Pita Cukai Rokok: Lindungi Kesehatan Rakyat atau Amankan Keuangan Negara
12 Mei 2025 12:36 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Basuki Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Saat ini, regulasi mengenai produk rokok berada dalam posisi yang kompleks dan dualistik: di satu sisi menyangkut persoalan kesehatan publik, dan di sisi lain berkaitan erat dengan kepentingan fiskal/ pendapatan keuangan negara. Rapat koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan baru-baru ini mencerminkan adanya upaya untuk menyelaraskan kedua kepentingan tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa cukai hasil tembakau menyumbang lebih dari Rp150 triliun per tahun ke APBN, menjadikannya sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara non-migas yang vital.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, dalam membentuk dan menerapkan regulasi terkait industri tembakau, negara tidak boleh mengabaikan realitas sosial dan ekonomi di tingkat lokal. Tembakau bukan sekadar komoditas pertanian biasa, melainkan tulang punggung ekonomi masyarakat di berbagai wilayah. Daerah seperti Jember, Lumajang, dan Bondowoso dikenal sebagai sentra penghasil tembakau terbaik di Indonesia.
Selain itu, Pulau Jawa juga memiliki kawasan produksi unggulan seperti Temanggung yang terkenal dengan tembakau rajangan berkualitas tinggi, Magelang dan Wonosobo yang memproduksi tembakau cerutu dan rakyat, Bojonegoro dengan tembakau Virginia, serta Pamekasan di Madura yang menghasilkan tembakau khas beraroma kuat. Situbondo dan Probolinggo turut berkembang sebagai zona budidaya tembakau.
Di luar Jawa, Deli Serdang di Sumatera Utara memiliki reputasi internasional lewat Deli Tobacco, dan Aceh Besar aktif sebagai penghasil tembakau rakyat. Sementara itu, wilayah Indonesia Timur seperti Lombok Timur dan Sumbawa dikenal sebagai penghasil tembakau Virginia cerah dan cerutu berkualitas ekspor, termasuk Buleleng di Bali yang mulai menonjol dalam budidaya tembakau cerutu. Keragaman geografis ini menegaskan betapa luas dan strategisnya basis ekonomi tembakau bagi daerah serta kontribusinya terhadap industri nasional.
ADVERTISEMENT
Petani di wilayah-wilayah ini menggantungkan hidupnya pada keberlangsungan budidaya tembakau. Oleh sebab itu, setiap kebijakan yang berkaitan dengan industri hasil tembakau harus mempertimbangkan keseimbangan yang adil antara perlindungan kesehatan masyarakat dan kelangsungan ekonomi rakyat kecil, agar tidak menciptakan ketimpangan sosial maupun ketegangan regulatif antara pemerintah pusat dan daerah.
Pita cukai memiliki fungsi ganda yang sangat penting dalam sistem hukum dan kebijakan fiskal Indonesia. Di satu sisi, pita cukai menjadi penanda legalitas produk hasil tembakau—bahwa rokok tersebut telah melalui proses pemungutan pajak resmi dan sah untuk diedarkan. Di sisi lain, pita cukai juga berperan sebagai alat pengendali konsumsi, karena tarif cukai yang tinggi dapat membuat produk tembakau menjadi lebih mahal dan sulit diakses, terutama bagi kalangan usia muda. Sebagai alat filterisasi, pita cukai membedakan mana produk yang legal dan mana yang ilegal. Artinya, setiap batang rokok yang memiliki pita cukai resmi menunjukkan bahwa produk tersebut telah memberikan kontribusi pada penerimaan negara melalui pembayaran cukai.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, setiap upaya regulasi yang berkaitan dengan kemasan, pelabelan peringatan kesehatan, dan standar produk sebagaimana diatur dalam Permenkes atau regulasi Kementerian Kesehatan harus diintegrasikan secara harmonis dengan kebijakan fiskal yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Hal ini penting untuk mencegah konflik antar sektor kebijakan—yakni antara kepentingan kesehatan publik dan kebutuhan fiskal nasional.
Temuan lapangan dari berbagai kantor Bea Cukai di Indonesia menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal, baik tanpa pita cukai maupun menggunakan pita cukai palsu, masih menjadi permasalahan serius. Sebagai contoh, pada Maret 2025, Kantor Bea Cukai Banyuwangi berhasil menggagalkan penyelundupan 558.000 batang rokok ilegal senilai Rp834,23 juta, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp419,6 juta.
Selain itu, pada Agustus 2024, Kantor Bea Cukai Kudus mengungkap jaringan peredaran pita cukai palsu di wilayah Jawa Tengah, dengan menyita 749 lembar pita cukai palsu dan 10 karung tembakau, serta menetapkan tiga tersangka. Fenomena ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat karena produk tersebut tidak terjamin standar dan pengawasannya, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan non-miga
ADVERTISEMENT
Kementerian Dalam Negeri memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan pengawasan terhadap pita cukai dan regulasi produk tembakau tidak terhambat oleh peraturan daerah, Peraturak Kepala Daerah atau keputusan kepala daerah yang bertentangan dengan kebijakan nasional. Penyelarasan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci agar implementasi kebijakan berjalan efektif dan tidak tumpang tindih.
Meski demikian, pemerintah daerah juga perlu diberi ruang adaptif untuk mengatur aspek konsumsi rokok secara lokal—terutama terkait pembatasan iklan rokok, penjualan di sekitar sekolah, dan pengawasan terhadap rokok elektronik yang kian marak. Dalam konteks ini, penting menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal dan kesehatan masyarakat. Apalagi, penerimaan negara dari pita cukai rokok tergolong signifikan—menjadi kontributor terbesar setelah sektor migas.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, maraknya produk tembakau ilegal yang tidak membayar pajak menimbulkan kerugian ganda: hilangnya potensi penerimaan negara dan ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kementerian Kesehatan perlu diperkuat secara komprehensif, baik dalam aspek pengawasan cukai maupun edukasi publik, agar kebijakan pengendalian tembakau berjalan efektif dan berkeadilan
Rokok elektronik seperti vape dan sejenisnya kini menjadi tantangan baru dalam sistem regulasi tembakau di Indonesia, termasuk dalam aspek pengenaan cukai. Meskipun rokok elektronik telah mulai dibahas dalam kerangka regulasi nasional, implementasinya masih belum optimal. Tidak semua produk vape di pasar saat ini dikenakan cukai secara efektif, padahal potensi konsumsinya terus meningkat, terutama di kalangan anak muda. Kondisi ini menimbulkan celah dalam sistem fiskal, di mana produk alternatif tembakau tidak memberikan kontribusi yang proporsional terhadap penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi agar pita cukai rokok juga mencakup seluruh produk turunan tembakau, termasuk rokok elektronik, yang beredar di pasar domestik. Hal ini penting tidak hanya untuk menjamin kesetaraan perlakuan hukum dan fiskal, tetapi juga untuk mengoptimalkan potensi penerimaan negara dari sektor yang terus berkembang ini.
Dengan demikian, penguatan sistem regulasi mengenai pengawasan pita cukai, integrasi lintas sektor antara Kemendagri, Kemenkes, dan Kemenkeu, serta pelibatan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat menjadi sangat krusial dalam menjawab tantangan ganda ini—demi kesehatan publik sekaligus menjaga keberlanjutan fiskal negara.