Kebebasan Berpendapat Vs Pencemaran nama Baik & Penghinaan melalui Media Sosial

Muhamad Bayu Firmansyah
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
24 Desember 2020 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Bayu Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kejelasan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat (3) diperlukan. agar tidak menjadi Pasal Keranjang Sampah.

ADVERTISEMENT
Indonesia membutuhkan sebuah penegasan yang absolut untuk penegakan hukum tentang kebebasan berpendapat dengan pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media sosial
ADVERTISEMENT
Menilik Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008, dijelaskan dalam Pasal 27 Ayat 3, banyak sekali kasus yang menuai ujung pidana tiap tahunnya. Menurut Penulis, Yang namanya menyampaikan pendapat di media sosial juga punya batasan. Jangan sampai menjadikan kebebasan berpendapat di media sosial sebagai tameng untuk kabur dari unsur pencemaran nama baik dan penghinaan.
Melihat dari setiap perkara yang terjadi di Indonesia, sepertinya masyarakat Indonesia masih belum bisa memahami makna sebenarnya dari Kebebasan berpendapat yang sebenarnya dengan Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan melalui Media Sosial. Ini bisa saja terjadi akibat adanya budaya di Indonesia yang sejak kecil diajarkan tentang setiap orang memiliki hak kebebasan berpendapat. Apabila pendapatnya dikekang berarti sama saja ia melanggar Hak Asasi Manusia, dan apabila sudah melanggar HAM, sama saja melanggar konstitusi di Indonesia. Padahal, yang namanya dunia semakin hari semakin berubah karena budaya digitalisasi yang saat ini masuk melalui dunia globalisasi. Konflik kebebasan berpendapat dengan pencemaran nama baik dan penghinaan masih menjadi polemik besar di Indonesia, karena belum ada regulasi yang tepat. UU ITE pun tidak dapat dijadikan sebuah landasan untuk memenjarakan seseorang karena menyatakan kebebasan berpendapat di media sosial.
ADVERTISEMENT
Padahal jika menilik arti yang sebenarnya dari setiap orang memiliki hak kebebasan berpendapat, tapi jangan sampai ada muatan untuk menghina sebuah institusi, pemerintah, perorangan maupun kelompok-kelompok. Akibatnya jelas ada jika sebuah kalimat tidak ditata dengan baik, akan mengakibatkan hal yang tidak baik. Sehingga, Indonesia butuh filter yang tepat untuk menjadikan masyarakatnya dapat memahami arti yang sebenarnya.
Yang mendasari seseorang kehilangan kebebasan berpendapat karena aturan yang membatasi hal tersebut. Seseorang tidak dilarang untuk melakukan komentar, hanya saja harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar hukum. Meninjau politik hukum pidana pemerintah ketika menyusun UU ITE menjadikan sanksi pidana sebagai ultimum remedium. Sanksi pidana hanyalah untuk mencegah penyalahgunaan dalam pemanfaatan teknologi informasi. UU ITE lebih ditujukan untuk melindungi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dunia usaha. Oleh karenanya dalam draf RUU versi pemerintah, tidak terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana penghinaan/pencemaran nama baik. Delik tersebut baru muncul dalam pembahasan RUU ini di DPR, sehingga bukan merupakan kehendak bangsa Indonesia dalam menanggulangi cyber crime.
ADVERTISEMENT
Seharusnya penegak hukum harus lebih selektif untuk menerapkan pasal-pasal dalam UU ITE, jika menangani cyber crime. Bila terkait dengan delk pencemaran nama baik, sebaiknya penegak hukum mengedepankan pasal-pasal dalam KUHP agar penegakan hukum terhadap tindak pidana ini lebih manusiawi. Pemerintah juga harus mengembalikan maksud dan tujuan pengaturan UU ITE yaitu untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi ITE, bukan membatasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi ITE.
Ketika seorang hakim melakukan penerapan antara Kebebasan Berpendapat dan Pencemaran Nama Baik Berdasarkan Putusan Pengadilan akan dilihat dari Objek permasalahan yang terjadi, dan bagaimana proses tindak pidana tersebut berjalan. Apakah memenuhi unsur-unsur pencemaran nama baik dan Penghinaan, ataukah hanya sebatas mengekspresikan pendapat pribadi tanpa menjatuhkan hak-hak dan martabat orang lain. Karena ketika seseorang melakukan pencemaran nama baik yan dikemas dengan bahasa kebebasan berpendapat pasti akan terlihat dari tiap kata yang disampaikan oleh tersangka tersebut merupakan perbuatan yang dilarang ataukah diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
Sehingga penulis menilai, selama ini penegakan hukum tentang kebebasan berpendapat dengan pencemaran nama baik masih diselesaikan dengan yurisprudensi, agar hakimlah yang memutuskan. Sehingga sama saja penegakkan tersebut masih belum dapat di katakan sebagai penegakkan yang memiliki ruh Undang-undang yang nyata.