Konten dari Pengguna

Gelombang ChatGPT: Warning untuk Pendidik agar Lebih Cerdik

Bayu Dharmala
Dosen Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Malang Mahasiswa Master, University of Arizona, Amerika Serikat
29 April 2023 15:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Dharmala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menjadi pendidik atau guru di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Bagi seorang calon guru, mereka harus berjuang keras untuk lolos program perjanjian kerja (PPPK) yang tampaknya kebijakan baru tersebut tidak ramah bagi lulusan baru. Sebab program tersebut hanya diperuntukkan bagi fresh graduate yang telah memiliki sertifikasi PPG atau guru honorer yang sudah terdaftar di data pokok pendidik (dapodik).
ADVERTISEMENT
Selain itu, tantangan bagi guru honorer yang sampai sekarang masih dibayangi situasi sulit sebab gaji yang rendah (underpaid). Tantangan untuk para pendidik tidak berhenti sampai di situ. Seiring pesatnya perkembangan artificial intelligence (AI), guru dituntut lebih adaptif dengan kecanggihan teknologi tersebut.
Hal tersebut bertujuan agar dapat menerapkannya dalam pembelajaran dengan baik serta mampu mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu teknologi kecerdasan buatan canggih yang tengah ramai diperbincangkan adalah ChatGPT.
Teknologi terbaru ini merupakan chatbot berbasis kecerdasan buatan yang dapat melakukan interaksi tertulis dengan penggunanya secara canggih. Kecanggihan ChatGPT ini ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memberikan respons yang cepat dan kontekstual ketika pengguna mengajukan pertanyaan atau memberi perintah untuk membuat sesuatu dalam bentuk teks.
ADVERTISEMENT
Misalnya, membuat esai, menjabarkan sebuah konsep tertentu, dan menerjemahkan teks dalam beragam bahasa. Selain itu, kecerdasan chatbot ini tidak hanya terbatas pada satu bidang saja melainkan beragam disiplin ilmu. Seperti misalnya, mampu melakukan hitungan matematika, serta mampu menjelaskan dan memeriksa coding bahasa pemrograman seperti Pyhton dan Perl.
Sehingga orang dari beragam latar belakang profesi dan kepakaran dapat memanfaatkan kecanggihan alat ini sesuai kebutuhan mereka. Namun, tidak sedikit juga yang khawatir akan dampak negatif alat ini untuk dalam pembelajaran.
Misalnya mengurangi kemampuan berpikir kritis dan daya nalar peserta didik, potensi terjadinya plagiasi, mengurangi minat baca yang disebabkan ketergantungan berlebihan. Berikut keunggulan ChatGPT yang dapat menunjang personalisasi pembelajaran serta langkah pedagogis yang bisa dilakukan oleh pendidik untuk mengantisipasi dampak negatif alat ini.
ADVERTISEMENT

Personalisasi Pembelajaran dengan ChatGPT

Ilustrasi ChatGPT. Foto: Iryna Imago/Shutterstock
Kemunculan ChatGPT dapat memfasilitasi personalisasi pembelajaran karena aksesibilitasnya yang tergolong user-friendly dan tidak berbayar, kemampuan kontekstualisasinya dalam memahami perintah pengguna, dan kecerdasannya yang dapat memberi respons berbagai pertanyaan secara cepat.
Pertama, ketika pelajar memberikan pertanyaan atau perintah, dalam hitungan detik alat ini bisa memberikan respons berupa teks yang komprehensif secara isi dan struktur. Isi jawaban meliputi definisi atau deskripsi dari suatu konsep yang ditanyakan, penjelasan lebih detail mengenai konsep tersebut, dan penutup singkat yang merangkum keseluruhan teks.
Selain konten dari jawaban tersebut, struktur teks yang diberikan ChatGPT juga dapat dengan mudah untuk diikuti, misalnya memberikan uraian jawaban dengan tiga paragraf: deskripsi, elaborasi detail, dan ringkasan.
ADVERTISEMENT
Model respons seperti ini memungkinkan para pelajar untuk memahami dengan cukup mudah, sehingga mereka mendapat informasi yang cukup komprehensif dari sebuah chatbot pintar untuk menunjang pembelajaran mereka. Kecanggihan fitur ChatGPT ini yang perlu dipahami oleh para pendidik supaya mereka dapat mengintegrasikannya dengan tepat ke dalam aktivitas pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Kedua, selain respons yang komprehensif, ChatGPT juga memiliki kemampuan mengkontekstualisasi perintah dengan baik. Bisa dibilang ini yang menjadi kelebihan ChatGPT bila dibandingkan dengan search engine yang lain, misalnya Google.
Respons yang diberikan oleh Google berbasis pada keyword yang memiliki algoritma dan frekuensi yang tinggi, tapi tidak selalu respons teratas tersebut sesuai konteks yang ditanyakan pengguna. Di awal kemunculannya ini, ChatGPT mampu memberi jawaban sesuai konteks yang diperintahkan dari beragam bidang ilmu.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi sempat mengeksplorasi dengan menanyakan beberapa konsep tertentu dalam ilmu linguistik, psikologi, komputasi, dan matematika, dan alat ini memberi jawaban yang kontekstual terhadap apa yang saya tanyakan. Inilah salah satu alasan kenapa alat ini disebut chatbot cerdas yang dapat menunjang personalisasi pembelajaran karena dapat dimanfaatkan oleh pelajar dari berbagai bidang ilmu dan jenjang pendidikan.
Selain itu, chatbot ini dapat melakukan tugas generatif teks lainnya seperti membuat kesimpulan dari sebuah teks yang panjang (summarization), menerjemahkan dari beragam bahasa (translation), dan memberi ulasan dari teks yang kita unggah (suggestion).
Kemampuan memberi ulasan ini yang juga dapat menunjang personalisasi pembelajaran. Biasanya para pelajar akan meminta feedback kepada guru, namun kini mereka bisa melakukannya dengan ChatGPT. Bahkan mereka bisa meminta kriteria feedback apa yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Misalnya dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris, pengguna bisa meminta alat ini untuk fokus memberikan evaluasi pada grammar saja sesuai kebutuhan masing masing. Dengan memahami keunggulan fitur ChatGPT tersebut, pendidik dapat menintegrasikannya kedalam aktivitas pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.

Antisipasi Sisi Negatif ChatGPT

Ilustrasi ChatGPT. Foto: CHUAN CHUAN/Shutterstock
Terlepas dari keunggulan yang ditawarkan, tentu ada potensi negatif yang dapat ditimbulkan. Mengutip opini dari Mike Sharples, seorang Profesor Emeritus dari Open University Inggris, yang mengatakan bahwa ChatGPT dapat disalahgunakan pelajar untuk melakukan plagiasi.
Menjadi penting bagi para pendidik untuk menyadari dan mengantisipasi hal ini sebab dengan kemampuan ChatGPT untuk memproduksi teks yang komprehensif dapat membuka peluang untuk terjadinya plagiasi.
Langkah antisipasi yang bisa dilakukan adalah dengan memahami bahwa chatbot ini tidak mencantumkan sitasi atau kutipan di setiap responsnya dan yang respons yang diberikan bersifat subjektif dan terbatas karena bersumber dari database mereka.
ADVERTISEMENT
Sehingga jika guru mencurigai peserta didiknya melakukan plagiasi, mereka bisa meminta siswa untuk memberi jawaban dari beberapa sumber dengan kutipan yang jelas atau meminta mereka untuk menjelaskan ulang secara verbal menggunakan bahasa mereka sendiri. Melalui metode ini, para siswa akan dilatih untuk bertanggung jawab akan pekerjaan mereka.
Pendekatan ini juga dapat meminimalisir efek buruk lain yang dapat disebabkan chatGPT yaitu ketergantungan berlebih terhadap alat ini. Bila peserta didik terlena terhadap alat ini, hal itu berpotensi mengurangi pemikiran kritis dan daya nalar sebab mereka hanya bergantung pada satu sumber saja.
Langkah antisipasi yang bisa dilakukan guru adalah dengan memotivasi pelajar untuk mencari, membandingkan, merefleksikan informasi dari berbagai sumber, dan berdiskusi dengan teman yang lain untuk saling mendapat feedback. Metode ini akan membantu mereka untuk tetap berpikir kritis, meningkatkan daya nalar, dan tidak terlena dengan kecerdasan chatbot ini.
ADVERTISEMENT