Konten Media Partner

Cerita WNI di Gaza Bertahan di Tengah Saling Serang Hamas-Israel: Menakutkan

9 Oktober 2023 7:00 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Api dan asap membubung di atas gedung-gedung selama serangan udara Israel di Kota Gaza, Sabtu (7/10/2023).  Foto: MAHMUD HAMS/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Api dan asap membubung di atas gedung-gedung selama serangan udara Israel di Kota Gaza, Sabtu (7/10/2023). Foto: MAHMUD HAMS/AFP
Warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di Gaza, Palestina, menceritakan kepada BBC News Indonesia betapa mencekamnya situasi di kota itu di tengah saling serang antara kelompok militan Hamas dengan Israel.
Abdillah Onim telah tinggal di Gaza selama 13 tahun sebagai aktivis kemanusiaan dari Nusantara Palestina Center.
Selama tinggal di Gaza, dia bersama istri dan ketiga anaknya "sudah terbiasa" mendengar suara dentuman bom atau rudal. Namun kali ini, situasinya terasa lebih mengerikan bagi mereka.
“Ini adalah serangan yang bagi saya sangat besar, menakutkan, dan sangat mencekam," kata Onim kepada BBC News Indonesia, Minggu (08/10).
Situasi ini bermula ketika kelompok milisi Hamas melancarkan serangan besar secara mendadak ke Israel pada Sabtu subuh. Israel kemudian membalas dengan melancarkan serangan balik.
Lebih dari 500 warga Israel tewas akibat serangan Hamas, dan sedikitnya 300 orang warga Palestina juga tewas imbas serangan balik Israel hingga Minggu malam.
Situasi darurat juga terasa di Rumah Sakit Indonesia yang berlokasi di Bayt Lahiya, Gaza Utara.
Sebuah rekaman video yang diterima BBC News Indonesia dari MER-C (organisasi kemanusiaan di bidang kedaruratan medis) memperlihatkan ambulans berdatangan ke rumah sakit tersebut mengevakuasi korban luka maupun tewas.
Duta Besar Indonesia untuk Palestina dan Yordania, Ade Padmo mengatakan terdapat 13 WNI di Gaza, yang merupakan relawan kemanusiaan. Mereka semua disebut berada dalam “kondisi aman”.
Sejauh ini, Padmo mengatakan belum ada rencana mengevakuasi para WNI meski eskalasi situasi masih meningkat.
“Akses bantuan juga tidak dimungkinkan dari Yordania karena akses hanya bisa dari Mesir,” kata Ade kepada BBC News Indonesia.
Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal menyatakan Indonesia “sangat prihatin” dengan meningkatnya eskalasi konflik antara Palestina-Israel.
“Indonesia mendesak agar tindakan kekerasan dihentikan demi menghindari bertambahnya korban manusia,” kata Lalu melalui pesan singkat.
Bagi Indonesia, akar konflik di wilayah tersebut, yakni pendudukan wilayah Palestina oleh Israel harus diselesaikan.

Terbangun oleh Suara Rudal

Pada Sabtu menjelang waktu Subuh, Fikri Rofiul Haq yang masih terlelap dikagetkan oleh suara rudal.
WNI yang menjadi relawan medis MER-C di Rumah Sakit Indonesia itu kemudian bangun dari tidurnya. Dia mendengar azan berkumandang dan bersiap untuk salat Subuh.
Awalnya, Fikri mengaku tidak mengetahui dengan jelas situasi yang terjadi.
“Tapi ketika melihat ke jendela, terlihat jelas roket-roket yang meluncur ke daratan. Artinya, ini jelas serangan dari pihak pejuang Gaza,” kata Fikri.
Beberapa jam kemudian, tembakan roket dari pesawat tempur Israel jatuh di dekat Wisma dr Joserizal Jurnalis dan menghancurkan mobil operasional MER-C.
Seorang staf lokal bernama Abu Romzi, yang saat itu berada di dekat mobil tersebut, meninggal dunia.
Saat itulah Fikri menyadari bahwa Israel telah melancarkan serangan balasan.
"Ketika bom mengenai mobil MER-C, membuat suara ledakan yang besar, sehingga kami panik, langsung berlari dan berlindung di Wisma dr Joserizal," tuturnya.
Hingga Minggu Malam, Fikri mengatakan suasana di Gaza masih mencekam.
Sementara itu, jalanan sepi dan gelap akibat aliran listrik yang padam.
"Rumah-rumah masyarakat gelap gulita, jalan juga sudah banyak yang tidak mendapatkan penerangan lampu," jelasnya.

Di Luar Sana Masih Dihujani Rudal

Abdillah Onim mengatakan eskalasi situasi ini membuat warga sipil kaget karena terjadi secara “mendadak” dan “tidak diprediksi oleh siapa pun”.
Onim bersama istrinya yang merupakan warga Palestina serta tiga anak mereka hanya bisa berlindung di rumah sejak serangan dimulai pada Sabtu.
Ketika eskalasi konflik pecah, dia langsung meminta saudara iparnya untuk membeli bahan makanan seperti roti, beras, telur, tomat, timun dan lain-lain. Banyak warga mengantre untuk membeli bahan-bahan makanan.
“Untuk bahan makanan [kami menyetok] untuk empat hari, kalau lewat empat hari nanti masih terjadi peperangan, ya kami tawakal saja, mudah-mudahan ada jalan,” kata Onim.
Sampai Minggu pagi waktu setempat, ketika Onim mengirim pesan suara kepada BBC News Indonesia, dia masih mendengar suara-suara ledakan bom, diikuti oleh bunyi sirene ambulans.
Ketiga anaknya yang berusia 11 tahun, sembilan tahun, dan lima tahun, dibuat menangis dan ketakutan oleh suara ledakan bom dan rudal yang terjadi.
“Walaupun mereka sudah terbiasa dengar dentuman bom, suara pesawat, mereka pasti bertanya. Kemarin, saya ditanya oleh Bahari [anak bungsu Onim], ‘Abi apakah besok ada suara bom lagi?’ Saya jawab, ‘Insya Allah besok aman, Allah selalu bersama kita’,” jelas Onim meskipun di dalam hatinya, dia tidak tidak tahu sampai kapan situasi ini akan bertahan.
“Sampai detik ini, tanggal 8 Oktober 2023 jam 7.20 pagi [waktu Palestina], suara dentuman bom, eskalasi itu semakin meningkat. Pejuang Gaza melontarkan rudal, kemudian dibalas Israel dengan melontarkan rudal juga ke titik-titik tertentu,” katanya.
Melalui grup-grup di media sosial dan pesan singkat yang dia ikuti, Onim mengatakan bahwa berseliweran kabar soal jatuhnya ratusan korban jiwa dan runtuhnya bangunan akibat serangan rudal.
Warga Palestina mencari korban di antara puing-puing rumah yang hancur akibat serangan balik Israel di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan pada Minggu (8/10/2023)
Listrik di wilayah Gaza juga mati. Onim bertahan memanfaatkan sumber listrik dari panel surya yang dia miliki.
Sampai situasi dirasa cukup aman, Onim dan keluarganya tidak berani beraktivitas di luar rumah.
“Kami benar-benar tidak bisa ke luar rumah, kami khawatir terkena serpihan bom,” tuturnya.
“Di luar sana masih dihujani rudal.”
Situasi ini telah menghambat kegiatan Onim, yang semestinya menyerahkan bantuan pangan dan obat-obatan ke rumah sakit di Gaza.
Dia juga khawatir situasi ini akan memperburuk krisis pangan, air bersih, dan obat-obatan yang selama ini juga telah terjadi di wilayah Gaza.

Obat-obatan di RS Indonesia Gaza 'menipis'

Sementara itu, Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad mengatakan Rumah Sakit Indonesia disibukkan oleh korban luka yang terus berdatangan.
Menurut Sarbini, diputusnya akses distribusi barang ke Gaza oleh Israel membuat stok obat-obatan di Rumah Sakit Indonesia menipis.
"[Obat-obatan] maksimal bertahan dua minggu karena masih banyak korban," kata Sarbini melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia.
MER-C mengutuk serangan Israel yang turut mengenai rumah sakit tersebut. Namun dia mengatakan bahwa Rumah Sakit Indonesia tidak mengalami kerusakan serius, dan masih bisa melayani pasien.

Ke mana eskalasi situasi ini mengarah?

Direktur Eksekutif Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Ryantori mengatakan situasi saat ini "mengkhawatirkan" bagi dunia mengingat banyaknya korban jiwa yang jatuh.
Israel, menurut dia, telah "kecolongan" dengan serangan Hamas yang mampu menembus garis perbatasan mereka dengan Gaza yang selama ini dijaga ketat. Selain itu, ribuan roket juga ditembakkan dari Gaza ke Israel.
Israel selama ini dikenal memiliki kemampuan pertahanan dan intelijen yang kuat. Perbatasan Gaza dengan Israel dipasang kamera, sensor gerak tanah, hingga patroli tentara rutin.
Terdapat juga pagar kawat berduri, namun ternyata milisi Hamas mampu menembus perbatasan dengan memotong kawat pagar pembatas, menggunakan paragliding, hingga menyusup melalui jalur laut.
Tembakan roket Hamas juga menembus sistem pertahanan udara Israel, yang dikenal sebagai Iron Dome.
"Dengan adanya kejadian ini tentu saja Israel tidak akan diam. Dalam hari-hari ke depan tentu saja eskalasinya akan cukup mengkhawatirkan," kata Ryantori.
Itu terlihat dari pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan Israel sedang "berperang" dan bersumpah bahwa Hamas akan "membayar harga yang belum pernah diketahui".
Di sisi lain, Ryantori mengatakan perlawanan milisi Hamas itu tidak bisa dilepaskan dari konteks pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Dia berharap negara-negara berpengaruh di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Iran dapat berperan meredam situasi dan meminta kedua belah pihak gencatan senjata demi mencegah jatuhnya korban sipil.
Namun sejauh ini, Hamas justru mengakui kepada BBC News bahwa serangan itu didukung oleh Iran.
Pengamat politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Muhammad Lutfi Zuhdi juga mengatakan bahwa situasi ini bukan cuma tidak terduga, namun berdampak paling serius bagi Israel.
"Baru sekarang ini Hamas berhasil menyerang masuk ke wilayah Israel. Tentu bisa melewati perbatasan Israel adalah sesuatu yang tidak mudah, tapi ternyata bisa diterobos oleh Hamas," ujar Lutfi.
Aksi balasan dari Israel, sambung Lutfi, sangat mungkin mengarah melakukan operasi besar-besaran untuk memburu para milisi Hamas dan mencari titik-titik sumber serangan awal.
Namun Lutfi berpendapat eskalasi konflik yang sangat besar antara Israel dan Hamas kemungkinan besar tidak terjadi.
"Eskalasi besar baru bisa terjadi jika ada negara lain yang membantu Hamas, tapi dalam situasi ini negara-negara lain di sekitarnya sudah 'lumpuh' karena punya perjanjian diplomatik dengan Israel, jadi tidak mungkin memberi dukungan langsung terhadap Hamas," jelas Lutfi.

Apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia?

Lutfi juga menilai respons pemerintah Indonesia yang menyatakan "prihatin" atas eskalasi Israel-Palestina sejauh ini tergolong "normatif".
Namun reaksi yang lebih keras kemungkinan akan muncul dari kalangan masyarakat atau organisasi masyarakat.
"Mungkin akan terjadi demonstrasi mendesak pemerintah untuk memberi sikap yang lebih keras," kata dia.
Dalam hal ini, Lutfi menilai Indonesia semestinya bisa menggalang kekuatan diplomatik bersama negara-negara Islam agar mendorong Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat darurat terkait situasi di Palestina-Israel.