Mengenal Jam Kiamat atau Doomsday Clock, Bagaimana Cara Membacanya?

Konten Media Partner
3 Februari 2023 14:45 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi jam weker untuk mengatur waktu kerja. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi jam weker untuk mengatur waktu kerja. Foto: Shutterstock
Jam Kiamat atau The Doomsday Clock menggambarkan seberapa dekatnya umat manusia dengan armagedon atau kehancuran total. Namun dari mana asal jam tersebut, bagaimana cara membacanya, dan apa yang dapat kita pelajari darinya? 
Saya pertama kali mengetahui tentang Jam Kiamat di sekolah pada pertengahan 1990-an ketika seorang guru memperkenalkannya kepada saya. 
Di depan kelas, dia mengajarkan tentang sapuan besar sejarah. Bahwa jika semua yang terjadi di planet kita dimampatkan menjadi satu tahun, maka kehidupan akan muncul pada awal Maret, organisme multisel hadir pada November, dinosaurus mulai hidup pada akhir Desember – dan manusia baru akan tampak pada pukul 23:30 di Malam Tahun Baru. 
Kemudian dia mengatakan, bagaimana petak sejarah ini begitu besar jika dibandingkan dengan betapa singkatnya masa depan kita.
Dia juga memberitahu kami bagaimana sekelompok ilmuwan di AS memprediksi manusia mungkin hanya memiliki beberapa menit tersisa hingga tengah malam - secara metafora.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa suatu hari nanti saya akan mendalami subjek yang sama, sebagai peneliti di Pusat Studi Risiko Eksistensial di Universitas Cambridge.
Yang diceritakan oleh guru saya tadi adalah kisah luar biasa, dan selama bertahun-tahun saya pikir inilah yang dimaksud dengan Jam Kiamat: bahwa jarum jamnya mewakili waktu yang tersisa sebelum semuanya berakhir. Akan tetapi, pernjelasan itu tidak cukup akurat.
Setiap tahun, para ilmuwan yang bertanggung jawab atas penghitungan Jam Kiamat - dan tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientist (Buletin Ilmuwan Atom) menerbitkan penilaian tahunan mereka tentang seberapa dekat jarum jam dengan 'tengah malam'. 
Pada Januari 2022, mereka merilis penilaian untuk ke-75 kalinya. Pada setiap rilisan, mereka menyoroti jejaring kompleks risiko bencana yang dihadapi umat manusia, termasuk senjata pemusnah massal, kerusakan lingkungan, dan berkembangnya teknologi yang merusak. 
Pada 2020, presiden Buletin, Rachel Bronson, mengumumkan bahwa jarum jam telah bergerak mendekat ke armageddon, pergerakan paling dekat daripada sebelumnya – hanya 100 detik sebelum tengah malam.
Posisi ini bertahan sepanjang tahun 2021 dan 2022, dan pada 2023, ia bergerak 10 detik lebih dekat. 
Tetapi untuk memahami apa artinya sebenarnya, Anda perlu memahami kisah Jam Kiamat, dari mana asalnya, bagaimana cara membacanya, dan apa yang diungkapkannya kepada kita tentang kesulitan eksistensial umat manusia.

2023: 90 detik menuju tengah malam

Oleh Richard Gray
Setelah menghabiskan tiga tahun di 100 detik hingga tengah malam, jarum Jam Kiamat kini berdetak 10 detik lebih dekat ke bencana global pada tahun 2023.
Dengan 90 detik hingga tengah malam, dunia berada paling dekat dengan bencana, selama 76 tahun Bulletin of the Atomic Scientist merilis penilaian tahunannya. 
Kita hidup di "masa bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya", kata Buletin dalam pernyataan yang dirilis untuk mengumumkan pergerakan jarum jam ini. 
Dikatakan, meningkatnya bahaya perang di Ukraina dan ancaman yang lebih luas terhadap keamanan yang ditimbulkannya, termasuk "ancaman terselubung" Rusia untuk menggunakan senjata nuklir, menjadi salah satu sebab utama mengapa jarum jam terus berdetak mendekati tengah malam. 
Perpecahan geopolitik yang diciptakan oleh perang juga memiliki efek langsung di tempat lain, seperti menghambat upaya global untuk mengatasi perubahan iklim, kata Buletin itu. 
Para ilmuwan juga memperingatkan bahwa ada tanda-tanda perang bisa meluas ke luar angkasa untuk pertama kalinya
Ancaman yang ditimbulkan oleh Covid-19 juga menyoroti betapa rentannya dunia terhadap penyakit baru yang muncul, di samping momok senjata biologis dalam konflik di Ukraina. 
"Di masa bahaya global yang belum pernah terjadi sebelumnya, tindakan bersama sangat diperlukan, dan setiap detik menjadi penting,” sebut Buletin.

Bagaimana Jam Kiamat bergerak

Kecepatan dan kekerasan teknologi nuklir berkembang dengan sangat mencengangkan, bahkan bagi mereka yang terlibat erat dalam pembuatannya. 
Pada 1939, ilmuwan terkenal dunia Albert Einstein dan Leo Szilard menulis kepada presiden AS tentang terobosan dalam teknologi nuklir yang begitu kuat, dan dapat memiliki konsekuensi medan perang yang luar biasa.
Mereka mengatakan, satu bom nuklir bila” dibawa dengan perahu dan meledak di pelabuhan, mungkin akan menghancurkan seluruh pelabuhan”. 
Itu adalah kemungkinan yang terlalu signifikan untuk diabaikan. 
Surat ini mengacu pada pembentukan kolaborasi ilmiah, militer, dan industri yang sangat besar, Proyek Manhattan, yang dalam enam tahun kemudian menghasilkan bom yang jauh lebih kuat daripada yang pernah dibayangkan oleh Einstein dan Szilard. Bom yang mampu menghancurkan seluruh kota dan populasi di dalamnya. 
Hanya beberapa tahun setelah itu, persenjataan nuklir terbukti mampu menghancurkan peradaban.
Kekhawatiran ilmiah pertama tentang bagaimana senjata nuklir memiliki potensi untuk mengakhiri umat manusia datang dari para ilmuwan yang terlibat dalam uji coba nuklir pertama. 
Mereka khawatir senjata baru mereka mungkin secara tidak sengaja membakar atmosfer bumi. Kekhawatiran ini dengan cepat disingkirkan dan, untungnya bagi semua pihak, teori ini terbukti salah.
Tetap saja, banyak orang yang bekerja di Proyek Manhattan terus memiliki keraguan kuat tentang kekuatan senjata yang mereka bantu produksi. 
Setelah reaksi berantai nuklir pertama yang berhasil dikendalikan di Universitas Chicago pada 1942, tim ilmuwan yang mengerjakan Proyek Manhattan dibubarkan. Banyak di antaranya pindah ke Los Alamos atau laboratorium pemerintah AS lainnya untuk mengembangkan senjata nuklir. 
Sementara sisanya menetap di Chicago untuk melakukan penelitian mereka sendiri. Banyak di antaranya adalah imigran ke AS dan sangat menyadari bagaimana sains dan politik saling berkelindan. 
Mereka mulai aktif mengkampanyekan upaya untuk menjaga masa depan teknologi nuklir tetap aman melalui berbagai organisasi. 
Misalnya, mereka membantu penulisan Laporan Franck pada Juni 1945, yang meramalkan perlombaan senjata nuklir berbahaya dan mahal, dan menentang serangan nuklir mendadak di Jepang. 
Tentu saja, rekomendasi mereka tidak diterima oleh para pengambil keputusan saat itu.
Pada tahun 1939, Albert Einstein dan Leo Szilard menulis kepada presiden AS peringatan bahaya nuklir.
Kelompok ini kemudian mendirikan Buletin Ilmuwan Atom Chicago, yang terbitan pertamanya diluncurkan hanya empat bulan setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. 
Dengan dukungan dari presiden University of Chicago, dan terlibat dengan berbagai pihak dari hukum internasional, ilmu politik, dan bidang terkait lainnya, mereka membantu memulai dan mendukung gerakan ilmuwan-warga global yang dapat mempengaruhi tatanan nuklir global. 
Mereka, misalnya, terbukti sangat sukses dalam membangun "tabu nuklir" - dalam sejumlah percakapan pribadi, Menteri Luar Negeri AS mengeluh bahwa "stigma amoralitas" mencegah AS menggunakan senjata nuklirnya.
Dengan memilih untuk tetap berbasis di Chicago, para pendiri Buletin mengisyaratkan niat mereka untuk fokus terlibat dengan sesama ilmuwan dan anggota masyarakat tentang tantangan politik dan etika teknologi nuklir, alih-alih berfokus pada para pemimpin politik dan militer yang telah begitu meremehkan keprihatinan mereka. 
Mereka berargumen bahwa tekanan publik adalah kunci tanggung jawab politik, dan pendidikan adalah saluran terbaik untuk memastikannya.
Dua tahun setelah pendiriannya, Buletin memilih untuk beralih dari format buletin cetak ke majalah untuk meraih pembaca yang lebih luas. 
Pada titik inilah mereka melibatkan seniman lanskap Martyl Langsdorf untuk merancang simbol untuk sampul baru mereka, di mana Langsdorf menghasilkan Jam Kiamat versi pertama. 
Langsdorf, yang menikah dengan seorang ilmuwan Proyek Manhattan, memahami urgensi dan keputusasaan yang dirasakan suami dan rekan-rekannya tentang pengelolaan teknologi nuklir. 
Dia menciptakan Jam Kiamat untuk menarik perhatian publik, baik pada urgensi ancaman yang dihadapi dunia dan juga keyakinannya bahwa warga negara yang bertanggung jawab dapat mencegah bencana dengan mobilisasi dan menjadi lebih terlibat.
Pesan dari Jam Kiamat adalah bahwa jarum jam dapat bergerak maju atau mundur.
Pada 1949, Uni Soviet menguji senjata nuklir pertamanya, dan sebagai reaksi terhadap hal ini, editor Buletin memindahkan jarum Jam Kiamat dari tujuh menjadi tiga menit ke tengah malam. 
Dengan melakukan itu, dia mengaktifkan Jam Kiamat, mengubahnya dari metafora statis menjadi dinamis. 
Jam Kiamat kelak akan berkembang menjadi simbol yang, menurut Kennette Benedict, mantan direktur eksekutif Buletin, adalah peringatan kepada "publik tentang seberapa dekat kita dengan kehancuran dunia kita dengan teknologi berbahaya buatan kita sendiri. Ini adalah metafora, pengingat akan bahaya yang harus kita atasi jika kita ingin bertahan hidup di planet ini".
Pada 1953, Jam bergerak maju lagi, menjadi dua menit menjelang tengah malam, setelah AS dan Uni Soviet meledakkan senjata termonuklir pertamanya. 
Ini adalah jam yang paling dekat dengan tengah malam yang pernah disetel di abad ke-20.

Bagaimana membaca Jam Kiamat?

Tapi apa sebenarnya arti waktu dan gerakan jam ini? Meskipun mudah untuk menafsirkan Jam Kiamat seperti yang dilakukan guru sekolah saya, yakni sebagai prediksi waktu yang tersisa umat manusia, pada kenyataannya armagedon sangat sulit untuk diprediksi.
Juga, tidak banyak gunanya jika niat Anda adalah untuk mencegah hari kiamat datang, ketimbang sekadar memprediksinya. 
Cara membaca yang lebih masuk akal adalah bahwa Jam Kiamat dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat risiko yang dihadapi umat manusia saat ini.
Beberapa ilmuwan telah mencoba pendekatan ini. 
Pada 2003, Martin Rees, ahli kosmologi dan astronomi Kerajaan Inggris, mengemukakan pendapatnya.
"Saya pikir kemungkinannya 50:50, apakah peradaban kita di Bumi saat ini akan bertahan hingga akhir abad ini". 
Dia tidak sendiri, basis data penilaian risiko serupa, yang disusun oleh seorang peneliti di Universitas Oxford saat ini berisi lebih dari 100 prediksi oleh berbagai ilmuwan dan filsuf yang mempelajari masalah eksistensial. 
Akan tetapi, peneliti Jam Kiamat seperti saya menafsirkan pergerakan jarumnya dengan agak berbeda. 
Jam ini tidak bertujuan untuk memberi tahu kita seberapa besar risiko yang dihadapi umat manusia, tetapi seberapa baik kita merespons risiko itu. 
Misalnya, pada 1962, ketika Krisis Misil Kuba secara umum disepakati sebagai peristiwa terdekat di dunia dengan perang nuklir, tetapi kemunculannya sama sekali tidak menggerakkan jarum Jam Kiamat. 
Di sisi lain, Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Parsial tahun 1963 justru membuat jarum Jam Kiamat bergeser mundur dari tengah malam selama lima menit penuh.
Dan ini masuk akal, setidaknya bagi peneliti risiko eksistensial seperti saya. 
Sejumlah teman sering meminta informasi kepada saya ketika ada peningkatan perhatian politik global, seperti krisis diplomatik 2017 antara AS dan Korea Utara atau runtuhnya kesepakatan nuklir Iran di tahun 2018. Namun, pendapat saya biasanya mengecewakan mereka. 
Peristiwa-peristiwa seperti ini bukanlah hal yang harus dikhawatirkan. Faktanya, itu adalah fluktuasi normal dalam politik dan diplomasi internasional. 
Apa yang membuat orang-orang seperti saya khawatir adalah pertama-tama keberadaan senjata yang dapat digunakan oleh para pemimpin dalam krisis seperti itu. Kedua, institusi dan kerangka kerja yang tidak memadai dan terkadang disfungsional untuk menghentikan mereka. 
Masalah-masalah ini tidak tercipta oleh krisis global individual, namun bersifat sistemik, dan inilah yang coba diukur oleh Jam Kiamat.
Sebuah uji coba nuklir pada 1940-an.
Meskipun saya tidak sepenuhnya menyadari pada saat itu, titik di mana saya pertama kali mengkhawatirkan Jam Kiamat pada pertengahan 1990-an bertepatan dengan momen keselamatan terbesar yang pernah dialami umat manusia sejak Perang Dunia Kedua. 
Pada 1987 hingga 1991, jarum Jam Kiamat mundur sebanyak 14 menit yang mencengangkan. Sebab, ketegangan Perang Dingin yang menurun memungkinkan negara-negara dengan kekuatan besar menyelesaikan serangkaian tindakan internasional yang memberi perlindungan signifikan terhadap ancaman perang nuklir. 
Yang paling menonjol adalah Traktat Angkatan Nuklir Jarak Menengah 1987, yang melarang semua rudal balistik berbasis darat Rusia dan AS dengan jarak antara 500 dan 5.500 km (312 hingga 3.416 mil) dan penghapusan 2.692 rudal nuklir dari sistem, dan Perjanjian Strategis Pengurangan Senjata (START) pada 1991.
Perubahan iklim sekarang menjadi ancaman utama dan menjelaskan mengapa jarum Jam Kiamat semakin mendekati tengah malam.
Pada 2007, Buletin secara resmi mulai mempertimbangkan perubahan iklim bersamaan dengan ancaman nuklir dalam pengaturan Jam Kiamat. 
Tentu saja, risiko ini sangat berbeda: dampak perang nuklir dapat terjadi dalam beberapa menit sementara risiko iklim terakumulasi dari tahun ke tahun. 
Demikian pula, tanggung jawab atas senjata nuklir dunia terletak di segelintir pembuat keputusan global, sementara kita semua terlibat dalam perubahan iklim dan perusakan lingkungan, bahkan pada tingkat yang sangat tidak seimbang. 
Namun, tingkat keparahan dari kedua risiko ini, baik dalam hal potensinya untuk menyebabkan bencana global, tidak diragukan lagi sebanding. 
Untuk kedua risiko tersebut, kita perlu mempertimbangkan apakah tingkat tindakan global yang diambil saat ini untuk memeranginya sebanding atau tidak dengan keparahan ini dan urgensi yang meningkat untuk menguranginya.
Selama bertahun-tahun, halaman Buletin juga mempertimbangkan tantangan yang ditimbulkan oleh teknologi baru yang mengganggu dan sekarang ini juga mempengaruhi Jam Kiamat. 
Ini termasuk kecerdasan buatan, senjata biologis, dan nanoteknologi. Selain teknologi spesifik, masa depan kita juga semakin terancam oleh konvergensi teknologi yang mengganggu dengan ancaman nuklir dan lingkungan yang ada.
Faktor kedua yang memengaruhi jarum jam bergerak semakin dekat ke tengah malam adalah bahwa, karena jumlah dan variasi ancaman yang dihadapi umat manusia telah berlipat ganda, demikian juga dengan keseriusan tantangan dalam mengatur risiko ini. 
Pada 2015, Buletin memindahkan Jam Kiamat dari lima menjadi tiga menit menjadi tengah malam, sambil mencatat tiga masalah utama di balik langkah ini. 
Pertama, memburuknya hubungan antara AS dan Rusia, yang bersama-sama memiliki 90% persenjataan nuklir dunia, dan merusak banyak instrumen yang dirancang untuk menjaga keamanan persenjataan tersebut, seperti penerus perjanjian START. 
Kedua, setiap negara dengan senjata nuklir berinvestasi besar-besaran dalam sistem senjata nuklirnya, termasuk penggantian, perluasan, dan modernisasi. Akhirnya, arsitektur global yang diperlukan untuk mengatasi ancaman iklim tidak terlihat.
Namun, pada 2016, ada dua kemungkinan titik terang, dengan potensi untuk membalikkan beberapa tren negatif ini: kesepakatan nuklir Iran dan kesepakatan iklim Paris. 
Namun, perlu dicatat bahwa tidak ada yang sepenuhnya diterapkan. 
Pada 2017, para ilmuwan terpaksa menyimpulkan bahwa situasinya telah memburuk secara signifikan, dengan kedua titik terang ini diredupkan oleh perubahan politik dalam negeri AS. 
Dengan demikian mereka memindahkan jarum Jam Kiamat menjadi dua setengah menit sebelum tengah malam, dan pada tahun 2018 memindahkannya lagi menjadi dua menit karena terus memburuknya diplomasi internasional.
Waktu yang ditunjukkan oleh Jam Kiamat sejak tahun 2020 – 100 detik hingga tengah malam – telah mencerminkan ketidakstabilan situasi global, dan kegagalan lembaga-lembaga internasional untuk menanggapi berbagai risiko eksistensial. 
Ini termasuk runtuhnya Intermediate Nuclear Forces Treaty yang menandai awal dari berakhirnya Perang Dingin. 
Meskipun mungkin tidak ada lagi perjuangan ideologis jelas yang mendorong konflik internasional, skala ketidaksepakatan antara kekuatan besar dan kurangnya institusi untuk menyelesaikan ketidaksepakatan ini, tampak sama buruknya seperti sebelumnya.
Ini berpotensi menyebabkan bencana global yang terus berlipat ganda.
Bahkan jika Jam Kiamat tidak mendekati tengah malam di pembaruan berikutnya, kita tidak boleh berpuas diri. 
Covid-19 seharusnya bisa menjadi krisis yang menyatukan pemerintah untuk membuat kita semua lebih aman, seperti Krisis Rudal Kuba 60 tahun lalu, tetapi ternyata tidak. 
Sulit untuk melihat bagaimana hal-hal dapat meningkat secara signifikan tanpa munculnya lebih banyak krisis dan bencana. 
Namun, apa yang kita pelajari dari Jam Kiamat adalah bahwa kemampuan kita untuk menghadapi krisis semacam itu kemungkinan besar lebih buruk daripada sebelumnya. 
Sementara itu, Jam Kiamat masih terus berdetak, dan jika kita tidak bisa memutar balik jarumnya maka lonceng tengah malam mungkin tidak akan jauh lagi.
*SJ Beard adalah peneliti di Pusat Studi Risiko Eksistensial di Universitas Cambridge. Temukan dia di Twitter @CSERSJ.
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul How to read the Doomsday Clock dapat Anda baca di BBC Future.