Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
PBB: Ratusan Ribu Orang Dipaksa Menjadi Penipu Online di Asia Tenggara
1 September 2023 11:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan ratusan ribu orang dari seluruh dunia menjadi korban perdagangan manusia di Asia Tenggara untuk menjalankan penipuan online.
Setidaknya 120.000 orang di Myanmar, dan 100.000 orang di Kamboja dipaksa untuk bekerja menjadi penipu oline.
Kebanyakan korban ini berasal dari Asia, tapi ada juga yang berasal dari negara lain seperti Afrika dan Amerika Latin.
Meskipun masalah ini sudah menahun, tapi laporan PBB ini merupakan penelitian komprehensif pertama yang menelusuri skalanya.
Saat kebijakan karantina wilayah pandemi berlangsung, jutaan orang harus terjebak di dalam rumah dan menghabiskan banyak waktu untuk daring. Mereka menjadi sasaran empuk bagi dalang skema penipuan online, menurut laporan tersebut.
Tak seperti komplotan kriminal tradisional yang menyasar orang-orang berpendidikan rendah dan putus asa untuk mendapatkan uang dengan cepat, mereka justru menargetkan korban dengan pekerjaan profesional, yang sering kali memiliki gelar sarjana atau pascasarjana.
Banyak orang-orang yang dipaksa mengoperasikan kejahatan dunia maya ini berasal dari negara dengan pemerintah dan aturan yang lemah, serta otoritasnya diperebutkan, menurut laporan tersebut.
"Dalam terus menyerukan keadilan bagi mereka yang telah ditipu melalui kejahatan online, kita tidak boleh lupa bahwa fenomena kompleks ini memiliki dua kelompok korban," kata Komisaris Tinggi HAM PBB, Volker Türk.
PBB memperkirakan jaringan penipuan online ini menghasilkan jutaan dolar per tahun.
Baca Juga:
Banyak media, termasuk BBC telah mengangkat isu ini secara luas dengan mendengarkan cerita dari para korban jaringan penipuan online.
Seringkali, mereka terpikat iklan yang menjanjikan pekerjaan mudah dan fasilitas mewah, kemudian ditipu untuk pergi ke Kamboja, Myanmar dan Thailand.
Ketika mereka tiba di negara tujuan, mereka ditawan dan dipaksa untuk bekerja di kawasan penipuan online. Mereka yang tidak patuh perintah akan menghadapi ancaman keselamatan. Banyak di antara mereka yang menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.
Sejumlah jaringan ini juga menargetkan korbannya dengan asmara - apa yang dikenal sebagai penipuan "jagal babi".
Dalam kasus tragis akhir tahun lalu, seorang pria Malaysia, 25 tahun, disiksa sampai meninggal setelah dia pergi ke Bangkok untuk bertemu dengan "kekasih" yang ia kenal melalui daring.
Alih-alih bertemu kekasihnya, pria nahas ini justru dijebak dan dijual ke Myanmar untuk menjalankan penipuan online. Dalam satu panggilan terakhir dengan orang tuanya, ia mengaku telah dipukuli karena dituduh berpura-pura sakit. Dia meninggal setelah mendapat penanganan intensif selama satu bulan.
Peraturan di banyak negara Asia Tenggara sering kali tidak sesuai dengan standar internasional dan "sebagian besar" gagal merespons secara memadai bagaimana operasi penipuan online berkembang sejak pandemi, kata PBB.
Video terkait yang bisa Anda simak:
Pia Oberoi, penasihat senior untuk migrasi di Kantor HAM PBB, mengatakan lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan karena para korban menghadapi "stigma dan rasa malu" atas pekerjaan yang mereka lakukan.
Laporan ini menambahkan bahwa respons yang tepat semestinya "tidak hanya [melibatkan] penanganan kejahatan terorganisir atau menegakkan kontrol perbatasan", tapi harus memberikan perlindungan dan keadilan bagi para korban perdagangan orang.
Türk menyerukan agar pemerintah bersikap tegas dalam menindak jaringan kriminal ini.
"Semua negara yang terkena dampak perlu mengumpulkan kemauan politik untuk memperkuat HAM dan meningkatkan tata kelola pemerintahan serta supremasi hukum, termasuk melalui upaya yang serius dan berkelanjutan untuk menangani korupsi," katanya.