Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Pinjol AdaKami Diduga Teror Nasabah hingga Bunuh Diri, 5 Hal Perlu Anda Ketahui
22 September 2023 7:45 WIB
·
waktu baca 8 menit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak mencabut izin perusahaan pinjaman online (pinjol) yang kedapatan melakukan pelanggaran dalam hal penagihan hingga skema pembayaran utang.
Pasalnya, kata pengacara yang menangani ratusan kasus pinjol, Ale Tamaela, praktik semacam itu terjadi di hampir semua pinjaman online, baik legal maupun ilegal.
Desakan tersebut mengemuka setelah viral cerita seorang pengguna pinjol AdaKami yang diduga bunuh diri akibat diteror penagih utang.
Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega Jr, mengatakan proses investigasi belum berlangsung karena keterbatasan informasi menyangkut pengguna.
Dalam keterangan resmi, dia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap OJK.
Menanggapi persoalan ini, OJK mengimbau lembaga jasa keuangan termasuk pinjaman online untuk mematuhi aturan terkait perlindungan konsumen.
OJK juga mengimbau masyarakat agar menggunakan layanan pinjol sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar.
Sejumlah warga bercerita kepada BBC News Indonesia bagaimana mereka mengalami teror dari penagih utang yang terafiliasi dengan perusahaan pinjol.
"Kata-kata penagih utang itu kasar banget, saya dibilang anak haram, orangtua saya dimaki dengan kasar," ujar salah satu dari mereka.
Mengapa pinjol ramai diperbincangkan warganet?
Desakan agar pinjaman online alias pinjol ditiadakan kembali mengemuka setelah viral cerita seorang pengguna pinjol AdaKami yang diduga bunuh diri akibat diteror penagih utang.
Akun X—sebelumnya bernama Twitter— @rakyatvspinjol membagikan kisah itu pada Minggu (17/09) lalu.
Dalam utas itu tertulis bahwa korban merupakan ayah dengan satu anak berusia tiga tahun.
Dia disebut meminjam uang ke aplikasi AdaKami sebesar Rp9,4 juta. Tapi yang tak disangka, ia harus mengembalikan uang pinjaman sebesar Rp18 juta - Rp19 juta, atau dua kali lipat dari pinjaman semula.
Karena tak sanggup membayar, korban disebut diteror oleh penagih utang yang terafiliasi dengan AdaKami.
Penagih itu disebut membombardir telepon kantor korban yang bekerja sebagai pegawai honorer di salah satu instansi pemerintah.
Teror itu dikatakan menjadi pemicu pemecatan korban.
Kepada keluarganya, korban disebut tak menutupi pemecatan itu dengan alasan tak diperpanjang kontraknya.
Namun teror dari penagih utang makin menjadi berupa order fiktif.
Setiap hari dia didatangi oleh lima bahkan enam pengemudi ojol berbeda yang mengantar makanan dan minuman.
Hingga akhirnya korban memutuskan bunuh diri pada Mei 2023.
Utas tersebut dikomentari 700 pengguna dan disukai 11.000 lebih akun.
Beberapa komentar meminta agar aplikasi pinjol sebaiknya ditutup karena skema pinjamannya mencekik dan penagihannya juga menjurus ke ancaman.
Ada juga yang mempertanyakan pengawasan OJK terhadap pinjol legal lantaran cara penagihan mereka melanggar aturan perlindungan konsumen.
Apa saja yang dialami korban teror pinjol?
Salah satu korban pinjol AdaKami, Rifal, bercerita mengalami teror dari penagih utang yang terafiliasi dengan aplikasi AdaKami.
Dia mengaku pernah beberapa kali meminjam uang dari yang nominalnya kecil sekitar Rp2 juta sampai terbesar Rp7 juta.
Saat awal meminjam pada bulan Februari 2023 sebesar Rp2 juta, pria yang bekerja sebagai buruh di salah satu restoran di Jakarta ini mengaku berhasil melunasi tepat waktu.
Kemudian jelang hari raya Idulfitri, dia kembali meminjam Rp7 juta untuk keperluan sehari-hari dan mengirim sebagian ke orangtuanya di Sumatra Utara.
Waktu meminjam, Rifal berkata tak membaca secara detail syarat dan ketentuan pinjaman karena terlalu panjang.
Tapi dia tahu ada syarat soal bunga dan biaya layanan dalam skema pembayaran.
Hanya saja, yang tak disangka total tagihan yang harus dikembalikan dari pinjaman Rp7 juta itu hampir dua kali lipat.
"Total tagihan Rp14 juta, jadi bunganya hampir 100%. Itu saya kaget, kok segini?" ungkap Rifal kepada BBC News Indonesia.
"Bahkan cicilan perbulan itu, melebihi gaji saya," sambungnya.
Rifal harus mencicil utangnya itu sebanyak enam kali.
Cicilan pertama, katanya, beres. Tapi cicilan kedua tak terbayar karena tak ada uang.
Sejak itulah teror dari penagih utang atau debt collector dimulai.
Dia dikirimi pesan yang isinya ancaman bahwa data pribadinya akan disebar. Begitu pula dengan akun media sosialnya.
Bahkan temannya ada yang kena teror.
"Kata-kata penagih utang itu kasar banget, saya dibilang anak haram, orangtua saya dimaki dengan kasar."
"Saya bahkan dikirimin 100 lebih pesan di WhasApp dari debt collector setiap hari. WhatsApp saya sampai penuh pakai kata-kata makian."
"Mereka juga kirim foto yang ngakunya dalam perjalanan ke rumah orang tua saya."
Semua teror itu berlangsung selama tiga bulan, tanpa jeda sehingga membuatnya kalut.
Setiap hari yang dirasakan ketakutan kalau-kalau didatangi ke kantor dan membuat keributan.
"Pernah saya sampai berhari-hari enggak makan karena bingung, down rasanya..."
Rifal berkata sebelum meminjam ke AdaKami, dia pernah pinjam uang di dua pinjol berbeda. Tapi dua aplikasi itu bunganya tak sampai 100% seperti AdaKami.
Selain itu, katanya, cara menagihnya juga terbilang sopan.
Namun demikian, Rifal mengatakan tetap ingin melunasi utangnya di AdaKami, hanya saja syarat yang diminta terlalu berat.
Sebab dia harus membayar pokok pinjaman secara tunai alias tak boleh dicicil.
Yang pasti sejak kejadian terakhir, dia mengaku kapok meminjam ke pinjol.
Terjebak pinjol 'gali lubang tutup lubang'
Teror serupa juga dialami Ningrum, bukan nama sebenarnya.
Dia menjadi korban penagihan debt collector dengan cara menyebarkan data pribadinya ke semua kontak yang dia miliki.
Kasusnya bermula pada tahun 2021.
Ibu rumah tangga ini punya tagihan pinjol hingga Rp80 juta, meski sebenarnya dia hanya melakukan transaksi pinjaman tak sampai Rp20 juta.
"Saya pinjam dari beberapa aplikasi dan enggak semua ingat. Pinjamannya mulai dari Rp300 ribu sampai Rp5 juta. Itu banyak karena saya gali lubang tutup lubang untuk nutupin pinjaman yang lain," ungkapnya kepada wartawan Muhammad Iqbal yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Di saat cicilan pinjamannya mengalami keterlambatan, perlakuan kasar dialami.
Paling parah, katanya, para penagih utang itu mengirimkan konten pornografi.
"Sampai foto saya diedit sama cewek telanjang. Ibu saya enggak berhenti ditelepon, diancam mau dibunuh saya."
'Pinjol legal dan ilegal sama'
Pengacara yang menangani ratusan kasus pinjol, Ale Tamaela, mengatakan praktik penagihan dengan ancaman hampir terjadi di semua aplikasi pinjaman online yang ilegal dan legal.
Mulai dari mengeluarkan kata-kata sumpah serapah, tidak kenal waktu, dan berlangsung secara intens.
Para pinjol ini juga, katanya berlaku culas dengan menerapkan skema pembayaran tidak masuk akal.
Padahal kalau merujuk pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menurut Ale, utang yang harus dikembalikan maksimal 100% dari total pinjaman.
"Jadi tidak boleh utang Rp5 juta tapi bayarnya Rp11 juta," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Ale menilai OJK harus memperbaiki pengawasan mereka.
Proses penagihan juga, menurutnya sebaiknya disamakan dengan model penagihan kartu kredit yang diterbitkan Bank Indonesia.
Pengamat ekonomi dari Center of Economi and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, sependapat.
Dia bahkan mendesak OJK menindak tegas perusahaan pinjol yang melanggar aturan dengan dicabut izinnya.
"Jadi ada aturan yang dilanggar sehingga OJK harus berikan sanksi kalau pinjolnya legal, harus ada semacam pencabutan izin kalau perlu."
"Kalau sampai mengancam keselamatan maka harus dilaporkan secara pidana."
Bhima juga menjelaskan, OJK harus kencang menyebarkan edukasi kepada masyarakat agar tidak sembarang menggunakan pinjol untuk kebutuhan konsumtif.
Selain itu juga, masyarakat diminta membaca secara rinci syarat dan ketentuan dari tiap-tiap pinjol.
"Dan publik harus tahu mengadu ke siapa kalau ada penyimpangan yang dilakukan pihak platform. Ini edukasinya kurang."
Mengapa sampai terjadi gagal bayar?
Pengamat ekonomi digital dari Indef, Nailul Huda, menyebut ada dua hal yang menyebabkan kasus gagal bayar terjadi hingga sampai merenggut nyawa.
Pertama, dari sisi informasi mengenai pinjaman online yang belum sempurna. Misalnya, terkait bunga.
Pada survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), faktor paling penting bagi pertimbangan peminjam adalah suku bunga yang rendah.
Sementara diketahui bahwa bunga di pinjol sangat tinggi.
"Akan tetapi iklan pinjol hanya menampilkan besaran bunga yang rendah seperti 0,1% hingga 0,4% tanpa menampilkan itu harian, mingguan, atau bulanan," jelas Nailul Huda kepada BBC News Indonesia.
Kalau bunga perhari 0,4% maka satu bulan mencapai 12%.
Kedua, tidak adanya credit scoring atau penilaian yang dijadikan dasar pertimbangan menyalurkan dana pinjaman dari pinjol.
Menurut dia, penilaian itu penting untuk melihat kemampuan bayar calon peminjam.
"Ini bisa dilihat sebenarnya dari tingkat gagal bayar yang semakin meningkat. Bahkan ada pinjol resmi yang tingkat bayarnya sampai 77%. Artinya dari sistem assesmennya harus ada perbaikan."
Apa tanggapan AdaKami dan OJK?
Usai viral kasus dugaan bunuh diri peminjam aplikasi pinjol AdaKami, OJK memanggil petinggi aplikasi tersebut.
Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega Jr, mengatakan proses investigasi belum berlangsung karena keterbatasan informasi menyangkut pengguna.
Lewat keterangan resmi AdaKami, dia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap OJK.
"Data pribadi ini menjadi kunci keberlangsungan investigasi yang menyeluruh, dan untuk memastikan setiap aktivitas yang terjadi di platform AdaKami sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku," ujar tulis Bernardino.
"Data pribadi pengguna itu menjadi kunci keberlangsungan investigasi yang menyeluruh dan untuk memastikan setiap aktivitas yang terjadi di platforom AdaKami sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku," ucapnya.
Pengecekan sementara, sambungnya, nomor penagih utang yang beredar di media sosial tidak terdaftar dalam sistem AdaKami.
Namun jika terbukti ada pelanggaran akan ditindak sesuai hukum.
Adapun OJK telah mewajibkan seluruh perusahaan pinjol untuk menyampaikan informasi biaya layanan dan bunga secara jelas kepada konsumen.
Dan melakukan penagihan dengan cara yang baik sesuai dengan peraturan OJK.
"OJK juga memerintahkan AdaKami melakukan investigasi lebih lanjut terkait order fiktif," demikian pernyataan tertulis kepada BBC News Indonesia.
"OJK akan bertindak tegas jika dari hasil pemeriksaan menemukan adanya pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen."
Adapun masyarakat yang ingin menggunakan layanan pinjol untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bayar, serta memahami syarat, ketentuan, termasuk bunga, denda, dan rincian biaya yang dikenakan.