Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Protes Jilbab di Sekolah India, Picu Protes Besar-besaran hingga Sekolah Ditutup
9 Februari 2022 19:18 WIB
·
waktu baca 6 menitBeberapa institusi pendidikan di India ditutup karena terjadi keributan tentang penggunaan jilbab di dalam sekolah yang mendapat perhatian internasional setelah pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai mengangkat masalah ini.
Pemerintah negara bagian Karnataka di India selatan mengambil keputusan penutupan setelah aksi protes pelajar Hindu terhadap perempuan Muslim yang mengenakan jilbab di dalam kelas meningkat dan mengarah ke kekerasan.
Pengadilan tinggi negara bagian akan terus mendengarkan petisi yang membela perempuan Muslim pada hari Rabu (09/02).
Sebelumnya, enam siswi melakukan protes di sebuah sekolah milik pemerintah atas pemakaian jilbab yang memunculkan aksi balasan di sekolah lainnya.
Beberapa murid Hindu kemudian muncul mengenakan selendang safron-warna yang dianggap sebagai simbol Hindu-untuk memprotes perempuan Muslim yang mengenakan jilbab.
Pada hari Selasa (08/02), Malala Yousafza-yang berusia 15 tahun ketika dia selamat dari serangan Taliban di Pakistan karena membela hak anak perempuan untuk dididik-meminta para pemimpin India untuk "menghentikan marginalisasi perempuan Muslim".
"Melarang siswi pergi ke sekolah dengan hijab adalah hal sangat mengerikan," kata aktivis berusia 24 tahun itu.
"Objektifikasi perempuan tetap ada-untuk memakai (pakaian) yang lebih sedikit atau lebih."
Di India, perselisihan tersebut telah meningkatkan ketakutan dan kemarahan di kalangan minoritas Muslim, yang mengatakan konstitusi negara memberi kebebasan untuk mengenakan apa yang diinginkan.
Pada hari Selasa (08/02), video-video viral menunjukkan seorang perempuan Muslim dihina oleh sekelompok siswa laki-laki yang meneriakkan slogan-slogan, serta sebuah pertengkaran sengit antara murid yang mengenakan jilbab dan selendang safron.
Dalam langkah yang jarang terjadi, hakim yang mengadili kasus tersebut mengimbau para pelajar dan pihak yang lain untuk "menjaga perdamaian dan ketenangan".
Bagaimana keributan itu dimulai?
Masalah ini mendapat perhatian ketika enam siswi remaja di sekolah pra-universitas yang dikelola pemerintah-setingkat sekolah menengah atas-di distrik Udupi Karnataka melakukan aksi protes karena dilarang masuk kelas, dengan alasan mengenakan jilbab.
Udupi adalah salah satu dari tiga distrik di wilayah pesisir Karnataka yang sensitif terkait urusan agama-basis pendukung kubu Partai Bharatiya Janata Party (BJP) sayap kanan Perdana Menteri Narendra Modi.
Para pengamat sering menggambarkan wilayah itu sebagai laboratorium politik mayoritas Hindu. BJP juga berkuasa di Karnataka.
Pihak sekolah mengatakan bahwa mereka mengizinkan siswi mengenakan jilbab di kampus dan hanya meminta mereka melepasnya di dalam kelas.
Tetapi para pengunjuk rasa-yang semuanya mengenakan seragam wajib kuliah-berpendapat bahwa mereka juga harus diizinkan untuk menutupi rambut di dalam kelas.
"Kami memiliki beberapa guru laki-laki. Kami harus menutupi rambut kami di depan laki-laki. Itulah mengapa kami memakai jilbab," kata Almas AH, salah satu siswi, kepada BBC Hindi.
Para siswi itu membantah tuduhan bahwa mereka bertindak atas perintah Campus Front India-sayap siswa dari kelompok Islam radikal, Popular Front of India-yang mengadvokasi mereka.
Sebenarnya, bukan hal yang aneh melihat perempuan mengenakan jilbab dan burka (cadar penuh) di India, di mana simbol-simbol keyakinan ditampilkan di depan umum.
Tetapi, kepala sekolah mengatakan bahwa para guru perlu melihat wajah dan seragam murid untuk membantu mereka memastikan tidak ada diskriminasi di antara pelajar.
Pertemuan berulang antara murid, pejabat sekolah dan perwakilan pemerintah tidak bisa menyelesaikan kebuntuan.
Bagaimana bisa menyebar ke sekolah lain?
Isu perempuan Muslim berhijab telah muncul di beberapa sekolah lain di Karnataka sebelumnya, tetapi mulai mendapatkan momentum ketika foto-foto pengunjuk rasa perempuan di Udupi menjadi viral.
Segera, tindakan itu direspons oleh para pelajar Hindu di beberapa sekolah lain yang mulai datang ke kelas dengan mengenakan selendang safron-ini memaksa para pejabat untuk bersikap keras bahwa keduanya (pengguna jilbab dan selendang) tidak diperbolehkan di kampus.
Pekan lalu, sebuah video yang menunjukkan gerbang sekolah ditutup saat sekelompok siswa berhijab mau masuk-diambil di sebuah sekolah pra-universitas di Kundapur di distrik Udupi-telah menyebabkan kemarahan.
Kelompok pelajar Hindu-baik laki-laki maupun perempuan-juga mulai melakukan pawai melawan teman-teman sekelas mereka yang mengenakan jilbab.
Tetapi tidak ada kekerasan sampai hari Selasa-beberapa jam sebelum pengadilan mulai mendengarkan petisi-, terjadi insiden pelemparan batu dan bahkan pembakaran dilaporkan terjadi di beberapa kota.
Pemerintah setempat memberlakukan Pasal 144-undang-undang era kolonial yang melarang pertemuan lebih dari empat orang di satu tempat-untuk membatasi protes.
Di distrik Shivamogga, sekelompok siswa laki-laki tertangkap kamera sedang mengibarkan bendera safron di sekolah mereka, mendorong pemerintah untuk mengumumkan penyelidikan.
Di distrik Mandya, sebuah video viral menunjukkan seorang perempuan muda berburka didekati oleh kumpulan pria dengan selendang safron.
Saat para pria itu meneriakkan Jai Shri Ram (salam Tuhan Ram) berulang kali, perempuan itu berdiri tegak, meneriakkan "Allahu Akbar" (Tuhan Maha Besar) saat otoritas sekolah mengawalnya pergi.
Kemudian, perempuan itu-yang diidentifikasi sebagai Muskan-mengatakan bahwa kepala sekolah meyakinkannya bahwa dia akan mendukungnya.
"Beberapa gadis Muslim lainnya juga diejek dengan cara yang sama. Pihak administrasi dan kepala sekolah tidak pernah melarang kami mengenakan burka, jadi mengapa saya harus mendengarkan orang luar?" katanya kepada surat kabar The Indian Express.
Seorang pejabat senior polisi mengatakan kepada BBC Hindi bahwa peristiwa itu sebagai "insiden kecil" dan situasi terkendali.
Apa kata pemerintah negara bagian?
Menteri Pendidikan, Karnataka Nagesh BC mendukung otoritas sekolah yang mengatakan pengguna selendang safron dan jilbab harus dilarang di dalam institusi pendidikan.
Karnataka Nagesh juga menuduh bahwa para murid itu sedang dihasut melakukan aksi protes oleh kelompok "penjahat".
"Ini pada dasarnya politik. Semua ini terjadi karena pemilihan anggota majelis negara bagian dijadwalkan tahun depan," kata Nagesh kepada BBC Hindi, mengacu pada upaya sayap politik Front Popular India dalam mendapatkan dukungan di wilayah tersebut.
Ketua Menteri Basavaraj S Bommai dan menteri dalam negeri negara bagian telah mendesak para pelajar dan lainnya untuk "menjaga perdamaian dan harmoni".
Apa yang dikatakan pengadilan sejauh ini?
Dua petisi telah diajukan atas nama para pengunjuk rasa.
Satu sisi berpendapat bahwa memilih apa yang akan dikenakan adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi India.
Sementara yang lain mempertanyakan legalitas aturan berpakaian pemerintah negara bagian baru-baru ini untuk lembaga pendidikan, yang melarang jilbab dan jilbab.
Pengacara mereka yang hadir berpendapat bahwa perintah pemerintah untuk melarang jilbab adalah inkonstitusional dan ilegal - dia juga meminta pengadilan untuk mengeluarkan perintah sementara yang akan memungkinkan para pelajar untuk menghadiri kelas sebelum ujian.
Hakim Krishna Dixit mengatakan akan bertindak sesuai dengan konstitusi. "Saya akan bertindak sesuai dengan sumpah jabatan yang saya ambil. Bukan situasi yang sehat bahwa murid harus berada di luar kelas," tambahnya.
Dilaporkan oleh Imran Qureshi dari BBC Hindi