Terisolasi Selama Pandemi, Bagaimana Cara Gen Z Membangun Pertemanan?

Konten Media Partner
19 Februari 2023 14:10 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terisolasi Selama Pandemi, Bagaimana Cara Gen Z Membangun Pertemanan?
zoom-in-whitePerbesar
Bagi generasi yang lebih tua, tempat kerja menjadi salah satu lingkungan paling penting untuk menjalin pertemanan. Namun kini, tanpa pertemuan tatap muka di kantor akibat pandemi, anak muda yang baru memulai karier mereka terpaksa harus lebih kreatif mencari teman.
Nayomi Mbunga selalu ingin tinggal di kota besar, jadi dia sangat senang saat mendapatkan pekerjaan di bidang teknologi di Toronto.
Perempuan berusia 24 tahun itu dibesarkan di Irlandia, dan dia sangat ingin "bertemu orang-orang dari semua lapisan masyarakat".
Namun ketika dia memulai pekerjaannya pada Januari 2022, dia menghabiskan beberapa bulan pertama bekerja jarak jauh dan mengisolasi diri karena pandemi Covid-19.
Mbunga menyukai rekan-rekannya, tetapi tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengenal mereka tanpa bertemu langsung, yang tidak dapat mereka lakukan selama berbulan-bulan sejak dia mulai bekerja.
Dia akrab dengan teman-teman satu rumahnya, yang berasal dari kota yang sama dengannya. Tetapi dia ingin memperluas lingkaran sosialnya.
Mbunga bertanya-tanya, bagaimana caranya dia bisa mendapatkan teman?
Mbunga tidak suka berolahraga, dan dia merasa "aneh" jika menghubungi orang asing yang terlihat keren di Instagram.
Oleh karena itu, kesempatannya untuk bertemu calon teman terbatas pada pekerjaan jarak jauh dan rumah.
Meskipun dia adalah orang yang sangat ramah, Mbunga merasa tidak terlatih membina hubungan.
“Selama pandemi, saya terkejut dengan betapa anti-sosialnya saya, betapa gugupnya saya berbicara dengan orang baru dan menempatkan diri saya di luar sana,” katanya.
Menjalin pertemanan di awal karier sangatlah penting, terutama bagi orang-orang di kota baru yang tidak mengenal siapapun.
Teman-teman ini dapat memberi dukungan saat melalui krisis dalam pekerjaan dan momen-momen pribadi; dalam beberapa kasus, mereka akhirnya menjadi teman seumur hidup.
Meskipun berteman sebagai orang dewasa bisa jadi sulit, dia tidak pernah merasa lebih sulit seperti saat ini -- terutama bagi Gen Z.
Secara tradisional, pekerjaan menjadi tempat untuk membangun koneksi, namun banyak dari anak-anak muda ini tidak memiliki kesempatan itu karena perusahaan beralih ke model kerja hybrid atau jarak jauh.
Para ahli mengatakan bahwa umumnya lingkaran sosial menyusut setelah beberapa tahun yang sepi selama pandemi – dan dalam beberapa kasus, tidak pernah terbentuk sama sekali.
Ini berarti beberapa anak muda sedang mencari cara baru untuk berteman.
Khususnya, Gen Z yang dibesarkan di era media sosial sekarang menggunakan platform baru untuk membangun hubungan dekat yang berkelanjutan dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Sederhananya, pekerja muda menjadi lebih kreatif tentang cara mereka berkenalan dengan orang.
Pada April 2022, Mbunga menemukan video TikTok yang diunggah oleh Chloe Bow, seorang pekerja pemerintah yang menjadi pembuat konten, yang berbicara terus terang tentang persahabatan.
Bow sedang merencanakan acara untuk grup yang dia mulai bernama Toronto Girl Social; Mbunga mengikutinya dan mendaftar untuk menonton film bersama, meskipun dia merasa gugup soal itu.
“Ketika saya pergi ke acaranya, itu sangat menyenangkan, dan semua orang berada dalam situasi yang, semua orang gugup, semua orang datang sendiri, dan itu membantu mencairkan suasana,” kata Mbunga.
"Itu mungkin hal terbaik yang pernah saya lakukan, karena saya bertemu begitu banyak orang dari situ."

'Kita melihat diri kita sendiri melalui teman-teman kita'

Bagi Gen Z, Covid-19 menciptakan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menjalin persahabatan.
Untuk Gen Z yang lebih muda dan masih bersekolah, karantina wilayah selama pandemi menghasilkan periode isolasi berkepanjangan dan berbagai gangguan.
Sedangkan Gen Z yang lebih tua dan baru saja memasuki dunia kerja juga mendapati diri mereka terputus dari kolega baru yang seharusnya mereka temui dalam keadaan normal.
“Selama pandemi, ada inkonsistensi,” kata Joyce Chuinkam, manajer riset senior di lembaga riset pasar Talk Shoppe yang berbasis di Los Angeles, yang mewawancarai kaum milenial dan Gen Z tentang persahabatan mereka selama pandemi (data hak milik telah didiskusikan dengan BBC Worklife).
Sekolah dan pekerjaan, yang secara tradisional merupakan “pengalaman bersama yang konsisten” bagi orang dewasa muda di generasi sebelumnya, tambah Chuinkam, tidak lagi bisa memenuhi tujuan itu.
“Banyak orang, khususnya Gen Z, yang memasuki dunia kerja, belum tentu memiliki pengalaman untuk dapat berteman dengan cara yang biasa, dan memulai pekerjaan baru untuk pertama kalinya di mana mereka tidak mengenal siapa pun,” jelas Miriam Kirmayer, seorang psikolog klinis dan pakar persahabatan yang berpraktik di Montreal, Kanada.
Penelitian menunjukkan betapa sulitnya pandemi memengaruhi relasi Gen Z .
Janice McCabe, seorang profesor sosiologi di Dartmouth College, AS, mempelajari bagaimana jaringan pertemanan meningkatkan kesuksesan.
Pada tahun 2016, dia mulai mewawancarai mahasiswa di tiga universitas di New Hampshire, AS, untuk melihat bagaimana persahabatan di masa awal kuliah berlangsung sepanjang hidup mereka.
Setelah menyelesaikan wawancara gelombang kedua pada 2021, ketika pesertanya memasuki dunia kerja, dia melihat bagaimana pandemi berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk mempertahankan persahabatan dan menjalin pertemanan baru.
“Mendapatkan teman baru sangat sulit [selama pandemi], jadi jejaring di seluruh dunia menyusut,” katanya.
Situasi itu dapat mengganggu kesejahteraan siapa pun, tetapi bagi Gen Z dampaknya bisa lebih buruk lagi.
Ini karena mereka sedang menghadapi masa-masa perubahan besar dalam hidup: lulus dari sekolah, pindah ke kota baru, memulai pekerjaan baru, memasuki dunia kerja – dalam banyak kasus, semua hal ini mereka hadapi secara bersamaan.
“Dengan semua perubahan itu, mereka membutuhkan komunitas di tempat baru mereka,” kata Chuinkam.
Mereka juga perlu belajar melalui pengalaman baru.
“Mendapatkan teman baru dapat membantu itu– untuk terpapar pada sesuatu yang benar-benar baru dan berbeda.”
Karena kurangnya koneksi di tempat kerja, banyak Gen Z terhubung berdasarkan minat.
Tapi sekarang, itulah yang hilang. Padahal, menemukan persahabatan bermakna yang menantang dan memperluas cakrawala pada masa dewasa muda adalah pengalaman penting yang memengaruhi sisa hidup seseorang, menurut McCabe.
Di masa dewasa muda, orang mencari jati diri, dan teman dapat membantu seseorang menjadi orang yang lebih baik atau berbeda, jelas McCabe.
“Kita melihat diri kita sendiri melalui teman-teman kita, jadi kita melihat dan mencari tahu 'orang seperti apa' diri kita ini melalui cara kita memandang dan membicarakan teman-teman kita.”

Kreatif mencari teman

Situasi ini tentunya tidak luput dari perhatian para Gen Z. Bagi banyak orang, jejaring sosial yang terbatas telah menjadi pilihan utama, dan mereka mencoba cara-cara inovatif untuk membangun persahabatan yang lebih mudah didapatkan oleh generasi yang lebih tua di tempat-tempat seperti kantor.
Dari penelitian Talk Shoppe, Chuinkam menemukan bahwa Gen Z lebih terbuka daripada generasi milenial untuk mendapatkan teman baru secara online, misalnya melalui aplikasi pertemanan Bumble BFF dan grup Facebook.
Tetapi aplikasi bisa membuat seseorang ragu, karena biasanya memfasilitasi pertemuan dengan satu orang saja, sehingga memicu tekanan pada pertemuan pertama yang mirip seperti kencan pertama, kata para peserta studi.
Chuinkam menambahkan bahwa Gen Z merasa menjalin pertemanan “kemungkinannya lebih tinggi” jika mereka bertemu melalui grup Facebook, yang sering kali cenderung berkisar pada hobi yang sama sekaligus menghadirkan “cara yang lebih nyaman untuk bertemu orang” daripada pertemuan empat mata dari sebuah aplikasi.
Di saat banyak anak muda terbuka dengan pendekatan ini, cara ini belum tentu berhasil bagi semua Gen Z.
Beberapa telah membuat aplikasi mereka sendiri atau hub berbasis online untuk mendapatkan teman baru di lingkungan sosial yang menantang.
Selama tahun ajaran 2020, misalnya, Jamie Lee, seorang mahasiswa di Universitas Columbia di Kota New York sedang kuliah jarak jauh dan mencari cara untuk terhubung secara autentik dengan teman-temannya secara online.
Musim panas itu, dia meluncurkan versi beta aplikasinya, Flox, di mana sekelompok teman dapat mendaftar bersama untuk bertemu dengan kelompok teman lain.
Bagi Lee, ini terasa seperti cara yang lebih autentik bagi Gen Z untuk menjalin pertemanan, seperti yang dia katakan kepada situs berita teknologi TechCrunch, karena orang cenderung lebih bisa menjadi diri sendiri di sekitar teman-teman yang sudah mereka miliki.
Bertemu orang baru sebagai sebuah kelompok dapat menghilangkan rasa gugup yang bisa timbul dalam proses mencari teman.
Kenyamanan Gen Z saat bertemu orang secara online dan menggunakan internet dengan bijak telah memungkinkan banyak anak muda untuk memperluas lingkaran sosial mereka.
Sementara, sebuah skenario yang lebih unik mendorong Marissa Meizz, yang tinggal di New York, untuk menciptakan pusat pencarian teman secara online.
Disebut No More Lonely Friends, grup pertemuan ini muncul pada musim panas 2021.
Ketika itu, perempuan berusia 23 tahun ini menemukan video TikTok di mana sejumlah orang asing memberi tahu dia bahwa teman-temannya secara rahasia berencana mengadakan pesta dan dengan sengaja tidak mengundangnya.
Demi menemukan teman-teman baru – dan teman-teman yang lebih baik – sebagai seorang Gen Z, Meizz tentu beralih ke internet dan mengundang orang-orang yang tidak dia kenal untuk menghadiri acara perkumpulannya.
Kini dia sedang mencari cara untuk memperluas layanannya secara internasional.
Sepenting apa pun internet, daya pikat untuk bertemu seseorang secara langsung tidak berkurang bagi semua anak muda.
Setelah Pranav Iyer, 23, lulus kuliah di Philadelphia, AS, pada tahun 2020, dia pindah ke sebuah kota di Maryland Barat untuk bekerja di laboratorium, tetapi pekerjaannya sepenuhnya jarak jauh.
“Saya merasa tidak terlalu dekat dengan siapa pun… mungkin akan ada pertemuan seminggu sekali dengan beberapa orang lain dari lab, tetapi hanya itu saja,” katanya.
“Jadi, hampir sepanjang minggu, hanya saya yang duduk di depan komputer.”
Alih-alih fokus mencari teman baru di tempat tinggalnya, Iyer memilih pendekatan lain – dia rutin kembali ke Philadelphia untuk memperkuat lingkaran sosial yang telah dia bangun sejak perguruan tinggi.
Meskipun bekerja jarak jauh mengisolasi dia dari mendapatkan teman baru di tempat kerjanya, itu memungkinkan dia untuk bekerja di mana pun dia suka, sehingga dia dapat tinggal di Philadelphia untuk waktu yang lama.
Pada akhirnya, karena Gen Z belum memiliki “pengalaman menjalin pertemanan baru di tempat kerja yang benar-benar dapat mereka manfaatkan agar mereka tetap terhubung secara sosial”, kata Kirmayer, kaum muda pada dasarnya mengubah pendekatan mereka tentang bagaimana mereka terhubung, dan seperti apa koneksi tersebut.
Pergeseran ini juga telah mengubah seluruh gagasan tradisional bahwa pekerjaan berfungsi sebagai “pusat persahabatan dan hubungan sosial”.
Gen Z, catat Chuinkam, juga secara unik siap untuk mendesentralisasikan "pusat" itu, berkat kenyamanan mereka dengan metode online untuk bertemu orang baru, dan kemampuan mereka untuk bekerja dari jarak jauh dan pindah ke mana teman mereka berada, alih-alih teman mereka harus datang ke mereka.
Sedangkan untuk Nayomi Mbunga, dia senang dengan berbagai tipe orang yang bisa dia temui melalui Toronto Girl Social, di mana ia mampu memperluas lingkaran sosialnya.
“Terasa sangat baru bagi saya untuk berada di sekitar begitu banyak orang dari semua latar belakang yang berbeda,” katanya.
"Saya belum pernah berada dalam situasi di mana saya bertemu begitu banyak orang yang berbeda sekaligus ... Saya menyukai itu."
---
Versi bahasa Inggris dari artikel ini, Can Gen Z make friends in the pandemic era?, bisa Anda simak di laman BBC Worklife.