Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Self-Acceptance: Bersahabat dengan Kekurangan dan Kelebihan Diri
20 Desember 2022 15:38 WIB
Tulisan dari Beby Faizatun Nadzira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
“Masa segitu doang nyerah? Ayo dong, jangan lemah!”
“Kamu pasti bisa kok, jangan khawatir.”
“Udahlah, ikhlasin aja sih.”
Pernahkah kamu mendengar kalimat-kalimat seperti di atas dari orang di sekitarmu? Kalimat-kalimat tersebut biasanya diucapkan ketika melihat ada teman, saudara, maupun pasangan yang sedang mengalami insecure. Tapi, apakah kalimat tersebut membantumu mengatasi masalah insecure-mu? Bagi sebagian orang, mungkin kalimat tersebut berguna sebagai pemberi semangat sehingga mampu membuat dirinya bangkit. Namun, bagaimana jika hal tersebut tetap tidak membuatmu tenang? Nah, inilah saatnya untuk kamu mengenal apa itu self-acceptance dan alasan kenapa kamu membutuhkannya saat sedang merasa tidak percaya diri. Check this out!
ADVERTISEMENT
Pengertian Self-Acceptance
Saat sedang mengalami insecure dan merasa bahwa diri kamu tidak berharga, mungkin kamu akan segera mencari validasi dari orang lain untuk mengurangi rasa insecure-mu. Pasti kamu pernah deh bertanya ke orang lain tentang hal-hal ini. Misalnya, “Eh, aku cantik nggak sih?” atau “Aku gendutan ya? Nggak kan?”. Lalu, bagaimana hasilnya? Apakah kamu puas dengan jawaban mereka sehingga dapat membuatmu kembali percaya diri? Coba tanyakan pada dirimu, apakah validasi dari orang lain itu sudah cukup? Pernahkah kamu berpikir bahwa jawaban dari mereka hanyalah bohong belaka karena mereka merasa tidak enak denganmu?
Jika kamu mulai berpikir negatif dan merasa cemas setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka ketahuilah bahwa kamu lebih membutuhkan self-acceptance untuk mengatasi rasa insecure-mu daripada validasi dan pengakuan semata dari orang lain. Kata self disini merujuk pada diri sendiri, sehingga dalam persoalan ini kamu akan lebih fokus untuk bercermin pada diri kamu dan hanya kamu seorang. Lalu, sebenarnya apa sih self-accceptance itu?
ADVERTISEMENT
Menurut APA Dictionary of Psychology, self-acceptance merupakan pengakuan dan penerimaan atas kemampuan dan keterbatasan suatu individu. Istilah yang juga disebut sebagai penerimaan diri ini ternyata sering dipandang sebagai komponen utama dari kesehatan mental seseorang, lho! Hal tersebut dikarenakan seseorang yang telah mencapai fase dimana orang tersebut sudah ikhlas dalam menerima segala kekurangan dan mengenal dengan baik kelebihan yang dia punya, artinya dia mampu menerima dirinya sendiri dan tentunya itu berdampak positif bagi kehidupannya sehingga tidak terus-menerus merasakan cemas dan gelisah.
Bersahabat dengan Diri Sendiri, Kenapa Harus?
Kenapa sih, kita harus menerima diri kita sendiri? Kalau diri kita banyak kekurangannya, terus kita harus ikhlas begitu saja? Tunggu dulu, jangan salah kaprah! Self-acceptance atau penerimaan diri mungkin bisa diartikan sebagai ikhlas, tetapi tidak dalam arti negatif. Seseorang yang telah menerima dirinya sendiri tetap harus berusaha membuat hidup lebih baik lagi, bahkan dengan melakukan self-acceptance, kita jadi lebih mudah untuk melakukan pengembangan diri. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam diri kita, kita bisa memperbaiki keterbatasan dalam diri kita tanpa perlu merasa kecewa.
ADVERTISEMENT
Bersahabat dengan kekurangan ternyata juga bisa membuat kita lebih menghargai diri sendiri. Dijelaskan oleh Calhoun dan Acocella dalam bukunya yang berjudul Psychology of Adjusment Human Relationship (1995), bahwa self-acceptance berkaitan erat dengan konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif ini mampu membuat seseorang menerima keadaan di sekitarnya yang berlawanan dengan dirinya, selalu menyikapi diri dengan positif, menyadari secara penuh siapa dirinya, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain serta mampu menerima emosionalnya (contoh: marah, kecewa, sedih, cemas, depresi, dan lain-lain) dalam keadaan apapun tanpa mengganggu orang di sekitarnya.
Self-acceptance ini penting sekali, friends! Mengingat hanya diri kita sendirilah yang mampu mengubah kelebihan dan kekurangan kita, baik itu kearah positif maupun negatif. Orang di sekitar kita tentu bisa mengutarakan pendapat, menasehati, dan mendukung, tetapi yang menentukan hasilnya tetap diri kita sendiri, ya, kan?
ADVERTISEMENT
Ciri-Ciri Kamu Sudah Mulai Menerima Diri Sendiri
Selain keuntungan self-acceptance yang sudah disebutkan diatas, lalu apa saja sih ciri-ciri yang menandakan bahwa kamu sudah mulai menerima diri sendiri dengan baik? Menurut Prasetia (2013) serta Sari dan Nuryoto (2002), karakter orang yang sudah melakukan self-acceptance ditandai dengan ciri-ciri di bawah ini:
• Kamu lebih optimis dan percaya diri dalam melakukan tantangan baru
• Kamu tidak mudah ‘baper’ terhadap kritikan
• Kamu dapat menjadikan masalah yang sudah berlalu sebagai candaan
• Kamu tidak suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain karena kamu sudah tahu value diri kamu
• Kamu merasa pantas menerima pujian yang diberikan tetapi tidak overproud
• Kamu menjadikan penolakan sebagai pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi
ADVERTISEMENT
• Kamu merasa mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dan mampu mengatasi masalah
• Kamu menerima diri seutuhnya tanpa menyalahkan kondisi yang out of control
• Kamu tidak merasa iri dan dengki akan pencapaian orang lain
• Kamu berpegang teguh pada prinsip diri sendiri sehingga tidak hidup diperbudak oleh opini orang lain
Cara Menumbuhkan Self-Acceptance Dalam Diri
Bagaimana, friends? Setelah membaca ciri-ciri orang yang sudah melakukan self-acceptance di atas, apakah kamu termasuk ke dalam salah satunya? Jika belum, tidak usah berkecil hati karena kita bisa belajar menerima diri seutuhnya dengan mencoba menerapkan hal-hal berikut ini.
1. Cobalah membuat analisis SWOT diri kamu
Bagi kamu yang masih asing terhadap istilah tersebut, analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk menyusun strategi secara efektif dan dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan (Rangkuty, 2013). Analisis SWOT dapat mempermudah kamu dalam menganalisis kelebihan (strenght), kekurangan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) yang ada dalam diri kamu. Jenis analisis ini juga sering dibutuhkan saat kamu hendak masuk ke dalam dunia organisasi dan dunia kerja, lho, friends!
ADVERTISEMENT
2. Tanamkan dalam mindset bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
It’s okay, kok, kalau kamu kadang merasa sedih karena kekurangan yang ada diri kamu. Tapi, jangan lupa untuk mengapresiasi kelebihan yang kamu punya. Setiap orang yang kamu lihat berparas menawan, pintar, dan banyak penggemarnya tentunya punya rasa insecure dalam diri mereka. Jadi, ingat selalu lirik lagu “Cause you’re amazing, just the way you are...” milik Bruno Mars ini, ya!
3. Berbeda dari yang lain? It’s normal and unique!
Misalnya, kamu adalah seorang anak perempuan di lingkungan yang mayoritas anak perempuan lainnya menyukai warna pink sedangkan kamu sendiri menyukai warna abu-abu. Apakah lantas kamu berubah menjadi anak laki-laki? Tentu tidak, kan? Berbeda dengan mayoritas di sekitarmu tidak akan membuatmu terkucilkan, bahkan tidak menutup kemungkinan kamu dapat menciptakan sebuah tren dari keunikanmu.
ADVERTISEMENT
4. Hidupmu adalah milikmu, bukan orang lain
Kamu mungkin pernah merasa bingung dengan suatu pilihan dan mencoba untuk bertanya tentang pendapat orang lain. Itu normal dan wajar karena setiap orang tentu butuh banyak ‘isi kepala’ untuk mempertimbangkan mana pilihan yang terbaik. Akan tetapi, keputusan harus tetap ada di kamu, ya, friends! Hal ini dikarenakan yang akan menjalani keputusan tersebut adalah kamu, tentunya kamu yang lebih tahu mana yang terbaik untuk dirimu.
Setelah ini, yuk bersama-sama kita semua belajar menerima diri sendiri demi mental yang sehat. Jangan lupa untuk selalu menyebarkan positive vibes dan hindari orang-orang yang kamu rasa toxic, ya, friends!
Referensi:
American Psychological Association. (2022). Self-accepted. APA Dictionary of Psychology. https://dictionary.apa.org/self-acceptance. Diakses pada 18 Desember 2022.
ADVERTISEMENT
Calhoun, J. F., Acocella, J. R. (1995). Psychology of Adjustment and Human Relationship. Mc. Graw Hill.
Prasetia, W. D. (2013). Hubungan Penerimaan Diri dengan Rasa Percaya Diri pada Siswa Kelas X SMAN 1 Grati Pasuruan [UIN Maulana Malik Ibrahim Malang]. Skripsi. http://etheses.uin-malang.ac.id/1777.
Rangkuti, F. (2013). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama
Sari, E. P., & Nuryoto, S. (2002). Penerimaan diri pada lanjut usia ditinjau dari kematangan emosi. Jurnal Psikologi, 2(Tidak dipublikasikan), Universitas Gadjah Mada.