Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Pendidikan Karakter: Menyandingkan Beberapa Gagasan Ahli
5 Januari 2025 16:14 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan karakter, sebagaimana diuraikan dalam buku Character Education: A Guide for School Administrators, Teachers, Parents, and Community Members karya Edward F. DeRoche dan Mary M. Williams (2001), menjadi salah satu dimensi penting dalam membangun generasi bermoral, etis, dan sosial.
ADVERTISEMENT
Buku tersbut menawarkan panduan strategis untuk mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum sekolah. Akan tetapi, apakah pendekatan buku tersebut dapat diperluas dengan mempertimbangkan gagasan-gagasan klasik dari John Dewey dan Ki Hajar Dewantara? Selain itu, bagaimana relevansinya dengan kebutuhan sekolah di era kontemporer?
DeRoche & Williams (2001) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya membantu siswa memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etis inti seperti rasa hormat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, dan kepedulian.
Pendekatan demikian tentu saja memiliki kemiripan dengan pemikiran John Dewey (1916), yang menekankan bahwa pendidikan sejatinya terkait langsung dengan cara membangun moralitas para murid melalui pengalaman langsung. Dewey percaya bahwa karakter tidak dapat diajarkan melalui ceramah belaka, melainkan melalui interaksi sosial berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menempatkan pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia. Baginya, pendidikan karakter menjadi upaya menghasilkan profil alumni berintegritas dan dapat mengabdikan diri bagi masyarakat.
Konsep "ing ngarsa sung tulada" (di depan memberi teladan) yang dia tekankan selaras dengan gagasan bahwa guru dan komunitas menjadi model nilai-nilai karakter bagi siswa.
Sekolah dalam histori terbukti menjadi tempat strategis dalam membangun karakter siswa. Guru, kepala sekolah, dan staf lainnya memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi model nilai-nilai yang ingin diajarkan. Dewey melihat bahwa sekolah merupakan miniatur masyarakat yang memberikan kesempatan bagi siswa agar belajar hidup bermasyarakat dengan nilai-nilai demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan dalam praksis melibatkan aspek budi pekerti dan keseimbangan antara pendidikan intelektual, emosional, dan spiritual.
ADVERTISEMENT
Sekolah tidak sekedar bertugas memberikan ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu juga membangun karakter siswa agar dapat menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, relevansi pendidikan karakter di sekolah menjadi semakin penting, terutama di era digital yang penuh tantangan moral.
Dalam analisis DeRoche & Williams (2001) keterlibatan orang tua, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pendidikan karakter sangatlah penting.
Hal tersebut selaras dengan gagasan Dewey bahwa pendidikan tidak dapat terlepas dari konteks sosial dan komunitasnya. Sementara itu, Ki Hajar Dewantara menempatkan keluarga sebagai "pendidikan pertama" yang menjadi dasar pembentukan karakter anak.
Di era modern, keterlibatan komunitas menjadi semakin kompleks. Orang tua tidak hanya berperan di rumah, tetapi juga melalui kolaborasi aktif dengan sekolah. Misalnya, program layanan masyarakat yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua dapat menjadi sarana mempraktikkan nilai-nilai karakter seperti kepedulian dan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
DeRoche & Williams memandang perlunya integrasi pendidikan karakter ke dalam kurikulum. Mereka menyarankan penerapan nilai-nilai ini melalui pelajaran sastra, sejarah, atau ilmu sosial, serta kegiatan ekstrakurikuler dan proyek layanan masyarakat. Pendekatan ini sangat relevan dengan pemikiran Dewey, yang percaya bahwa kurikulum mencerminkan kebutuhan siswa untuk belajar melalui pengalaman nyata.
Ki Hajar Dewantara (1967) juga mengajarkan pentingnya "trikon" dalam pendidikan: kontinuitas, konvergensi, dan konsentrisitas. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran dengan pendekatan holistik, memastikan bahwa siswa memperoleh pemahaman nilai-nilai universal tanpa mengesampingkan konteks budaya lokal.
DeRoche & Williams menawarkan metode konkret untuk mengajarkan nilai-nilai karakter, seperti cerita, diskusi kelompok, permainan peran, refleksi, dan penguatan perilaku positif. Strategi-strategi ini mendukung pembelajaran aktif yang juga ditekankan oleh Dewey.
ADVERTISEMENT
Namun demikian pendidikan karakter juga memerlukan pengukuran dan evaluasi yang efektif. DeRoche & Williams merekomendasikan penggunaan survei, observasi, dan wawancara guna memantau perubahan sikap dan perilaku siswa.
Dalam konteks Indonesia, hal ini dapat disesuaikan dengan praktik lokal, seperti penilaian berbasis portofolio atau laporan perkembangan siswa yang mengintegrasikan aspek moral dan sosial.
Pendidikan karakter sebagai bagian integral dari budaya sekolah merupakan hal yang esensial. Lingkungan yang mendukung, disiplin adil, dan hubungan positif antara guru dan siswa menjadi kunci keberhasilan. Pendekatan ini menuntut sekolah untuk tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga menghasilkan lingkungan yang mendukung perkembangan moral.
Akan tetapi tantangan di era digital tidak dapat diabaikan. Akses luas terhadap teknologi menghadirkan peluang sekaligus risiko, seperti cyberbullying, penyebaran hoaks, dan dampak negatif media sosial. Oleh karena itu, pendidikan karakter di masa kini mencakup literasi digital dan etika penggunaan teknologi.
ADVERTISEMENT
DeRoche & Williams mempromosikan nilai-nilai universal yang relevan dengan berbagai latar belakang budaya dan agama. Namun, dalam konteks Indonesia, nilai-nilai lokal seperti gotong royong dan toleransi juga perlu diintegrasikan. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara, yang menekankan pentingnya "kebudayaan" dalam pendidikan sebagai cerminan identitas nasional.
Sebagai catatan akhir, pendidikan karakter, sebagaimana digambarkan dalam buku DeRoche & Williams, memiliki relevansi mendalam ketika disandingkan dengan pemikiran John Dewey dan Ki Hajar Dewantara. Sekolah, komunitas, dan keluarga perlu bekerja sama dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga bermoral dan sosial.
Di tengah tantangan era digital, pendidikan karakter bersifat holistik, kontekstual, dan adaptif terhadap kebutuhan zaman. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai universal dan lokal, pendidikan karakter dapat menjadi fondasi kokoh dalam menghasilkan masyarakat yang lebih baik.
ADVERTISEMENT