Konten dari Pengguna

Ketika Media Sosial Menguasaimu

Allbi Ferdian
Jurnalis kumparan.com
3 Juni 2018 3:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Allbi Ferdian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Update di sosial media (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Update di sosial media (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Tak dapat dimungkiri, setiap tahunnya, jumlah pengguna media sosial terus mengalami peningkatan. Bagaimana tidak, 70 persen pengguna internet di seluruh dunia merupakan pengguna media sosial.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari laman We Are Social dan Hootsuite, pertumbuhan media sosial pada 2018, mengalami kenaikan sebesar 13 persen dengan jumlah pengguna mencapai 3 miliar.
Dari angka tersebut, Facebook menguasai dua pertiga pasar, atau sekitar 2,7 miliar pengguna. Indonesia ada diurutan ke-4, dengan jumlah pengguna mencapai 130 juta orang, dan posisi pertama diraih oleh India, dengan jumlah 250 juta orang.
Selain Facebook, ada beberapa media sosial lainnya yang juga digandrungi oleh masyarakat 'zaman now', di antaranya adalah YouTube, Google+, Twitter, dan Instagram.
Popularitas media sosial seringkali dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, entah untuk tujuan bisnis maupun penggunaan pribadi.
Namun, alih-alih menggunakannya dengan bijak, sebagian orang justru menjadikan media sosial sebagai ajang eksistensi --hingga menimbulkan krisis eksistensi. Mereka berpikir bahwa perkembangan di dunia maya akan jauh lebih penting daripada perkembangan diri di dunia nyata. Jika seseorang telah berpikir seperti itu, dapat dipastikan orang tersebut mengalami kecanduan media sosial.
ADVERTISEMENT
Pada 2011, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent, Inggris, menganalisis 43 studi yang mengkaji masalah tersebut. Seseorang yang menggunakan media sosial secara berlebihan, ada kecenderungan memiliki masalah pribadi, seperti misalnya masalah dalam hubungan, pencapaian nilai akademik yang buruk, hingga kurangnya partisipasi diri dalam komunitas yang tidak terkait dengan internet.
Mereka menyimpulkan bahwa kecanduan media sosial merupakan gangguan mental yang "mungkin" membutuhkan perawatan profesional.
Dalam prosesnya, seseorang akan mengalami beberapa tahap sebelum benar-benar 'terjebak' di dalam dunia maya. Setidaknya ada empat poin yang bisa dijadikan pertanda. Berikut keempat poin tersebut.
1. Jumlah Teman Ribuan dan Stalking
Ketika akunmu diikuti oleh ribuan orang, dan yang kamu kenal hanya sebagian. Lantas, kamu mecoba mengetahui satu persatu teman-teman fiksimu (stalking). Meng-update dan membaca status orang lain, hingga hidupmu mulai tidak produktif.
ADVERTISEMENT
2. Sebagian Besar Kehidupanmu, Ada di Media Sosial
Saat kehidupanmu diekspose di berbagai media sosial. Kamu akan berpikir bahwa hal tersebut sebagai alternatif untuk menulis buku harian. Menumpahkan segala kekesalan di beranda utamamu, menunggu komentar dan like seseorang, serta berharap mendapatkan simpati.
3. Waktu adalah Media Sosial
Ketika kamu ada di titik kecanduan, maka sebagian besar waktumu akan dihabiskan di dunia maya. Kamu akan mulai lupa waktu, bahkan di saat harus berkonsentrasi, seperti menyetir atau memasak, kamu malah sibuk update status.
4. Rasa Percaya Diri
Terakhir, ketika rasa percaya diri bergantung pada jumlah Likes atau Retweets. Setelah mem-posting foto atau status, kamu berulang kali memeriksa berapa jumlah likes yang diberikan oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Jika kamu mengalami gejala-gejala di atas, ada baiknya mulai menjaga jarak dengan media sosial. Kurangi aktivitasmu di dunia maya, perbanyak bersosialisasi di dunia nyata.
Karena jika sampai dibiarkan, maka dampak yang ditumbulkan akan cukup krusial. Beberapa di antaranya adalah stres, menurunkan kepercayaan diri, apatis (tidak peduli), malas, hingga putus asa.
---------------------------
Sumber: wearesocial.com, nationalgeographic.com, bbc.com.