Lahan di Lokasi Pembongkaran Tembok Keraton Kartasura Berstatus Hak Milik

Konten Media Partner
12 Mei 2022 21:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tembok bekas Keraton Kartasura yang dibongkar pemilik lahan. FOTO: Fernando Fitusia
zoom-in-whitePerbesar
Tembok bekas Keraton Kartasura yang dibongkar pemilik lahan. FOTO: Fernando Fitusia
ADVERTISEMENT
SOLO - Lahan di lokasi pembongkaran tembok bekas Keraton Kartasura, Sukoharjo ternyata berstatus hak milik. Sertifikat hak milik (SHM) tanah tersebut bahkan sudah ada saat pemilik saat ini, Burhanudin, membelinya dari pemilik sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan pemilik lahan Burhanudin melalui kuasa hukumnya, Bambang Ary Wibowo.
“Sertifikat hak milik itu atas nama Saudari Lina Wiraswati, yang tinggal di Lampung,” kata Ary, Kamis (12/05/2022).
Dengan demikian, Ary menepis anggapan jika pemilik saat ini yakni Burhanudin membeli lahan di kawasan cagar budaya itu dan memproses sertifikat hak miliknya.
Proses pembelian tanah seluas 682 meter persegi itu, lanjut Ary, berlangsung pada 17 Februari 2022 dengan nilai Rp 850 juta. Namun Burhanudin baru membayar Rp 400 juta. Sisanya akan diselesaikan Oktober 2022 secara bertahap.
“Posisi sertifikat saat ini ada di notaris, karena belum ada pelunasan,” terang Ary.
Kuasa hukum pemilik lahan, Bambang Ary Wibowo, menunjukkan salinan sertifikat hak milik lahan di lokasi pembongkaran tembok bekas Keraton Kartasura. FOTO: Agung Santoso
Dengan demikian, tegas Ary, kliennya saat ini tidak memegang sertifikat atas lahan di Kampung Krapyak Kulon RT 02 RW 01 Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo tersebut. Kabar tentang pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk indekos atau bengkel di lahan itu, juga dibantah Ary.
ADVERTISEMENT
“Klien kami pun tidak tahu bagaimana pemilik sebelumnya bisa mendapatkan sertifikat tersebut.”
Dalam sertifikat itu, menurut Ary, disebutkan jika lahan tersebut adalah hasil dari akta waris. Awalnya tanah itu dimiliki 7 orang dan sertifikat terbit pada 2014. Lalu pada 2015 sertifikat itu dipecah dengan akta waris.
“Jadi semua itu ada dasar hukumnya,” tegasnya.
Ary juga mengatakan, kliennya telah disodori 7 pertanyaan dalam pemeriksaan oleh Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Rabu (11/5/2022).
“Kalau boleh membagi, ada 2 persoalan hukum ditanyakan. Pertama, terkait bagaimana kepemilikan tanah. Yang kedua, terkait bangunan cagar budaya,” terangnya.
(Agung Santoso)