Sebelum di Titik 0 IKN, Ritual Penyatuan Tanah dan Air Pernah Dilakukan di Solo

Konten Media Partner
14 Maret 2022 18:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tugu Kebangkitan Nasional di Jalan dr Wahidin, Laweyan, Solo. FOTO: Fernando Fitusia
zoom-in-whitePerbesar
Tugu Kebangkitan Nasional di Jalan dr Wahidin, Laweyan, Solo. FOTO: Fernando Fitusia
ADVERTISEMENT
SOLO - Penyatuan tanah dan air dalam ritual ‘Kendi Nusantara’ di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur, Senin (14/03/2022), ternyata pernah dilakukan sebelumnya di Solo.
ADVERTISEMENT
Sejarawan di Solo, Doni Saptoni, mengungkapkan laku serupa pernah dilakukan tokoh-tokoh Budi Utomo dalam proses pembangunan Tugu Kebangkitan Nasional atau lebih dikenal sebagai Tugu Lilin di Jalan Dr Wahidin, Laweyan, Solo pada 1933.
Para tokoh Budi Utomo yang berasal dari berbagai wilayah di Nusantara, kala itu menaruh tanah dan air dari tempat asal mereka saat peletakan batu pertama pembangunan tugu.
"Tanah dan air dari seluruh Nusantara tertanam di situ. Maknanya seluruh Nusantara bersatu dalam api perjuangan kemerdekaan Indonesia," ungkap Dani Saptoni saat dihubungi melalui telepon, Senin (14/03/2022).
Awalnya, Tugu Kebangkitan Nasional ingin dibangun di Jakarta dan Surabaya dalam rangka 25 tahun usia Budi Utomo. Namun rencana pembangunan itu ditolak pemerintah Hindia-Belanda.
ADVERTISEMENT
Suryo Ningrat atau Raden Mas Suardhy kemudian memiliki ide untuk membangun tugu tersebut di Solo. Realisasi ide itu lalu difasilitasi Raja Keraton Solo, Sinuhun Paku Buwono (PB) X.
PB X lantas menghibahkan tanah miliknya untuk pembangunan Tugu Kebangkitan Nasional tersebut.
"Waktu peresmian, sesepuh Budi Utomo yakni dr Soetomo mengatakan, ‘van Solo begin the victory’ (dari Solo akan dimulai kemenangan)," urai Doni.
Kala itu, para tokoh pergerakan Budi Utomo menginginkan Solo menjadi tonggak pertama pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Terkait ritual “Kendi Nusantara’ yang dilakukan Presiden Jokowi di Kalimantan Timur, Doni menilai makna filosofinya hampir serupa namun spiritnya berbeda.
"Simbolisme pemaknaannya sama, seluruh Nusantara bersatu. Namun dalam konteks Presiden Jokowi kemungkinan maknanya bukan dalam urusan kemerdekaan," jelas dia.
ADVERTISEMENT
(Fernando Fitusia)