Konten Media Partner

Sentil Konflik di Keraton Solo, Sejarawan: Orang Jawa Akan Kehilangan Kiblat

26 Desember 2022 20:51 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keraton Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Keraton Solo. FOTO: Fernando Fitusia
zoom-in-whitePerbesar
Keraton Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Keraton Solo. FOTO: Fernando Fitusia
ADVERTISEMENT
SOLO - Konflik internal di Keraton Solo menyita perhatian publik termasuk kalangan sejarawan. Ketua Solo Societeit, komunitas pecinta sejarah Kota Solo, Dani Saptono, mengaku miris melihat konflik internal yang tak kunjung usai di lingkungan Keraton Solo.
ADVERTISEMENT
"Ya, kita sangat miris. Keraton ini sebagai pusat kebudayaan Jawa kalau orang Jawa ingin belajar. Ingin mengetahui istilahnya kiblat menjadi Jawa yang benar. Harusnya norma berkiblat ke kraton karena pusat kebudayaan," ungkapnya saat dihubungi, Senin (26/12/2022).
Menurut Dani jika konflik terus berkelanjutan, maka keraton sebagai produsen simbol-simbol dari tradisi dan budaya Jawa tidak akan lagi bisa dijadikan sebagai contoh.
"Kalau keraton sendiri, kemudian secara etik dan etis tidak bisa lagi dijadikan sebagai contoh lalu kita sebagai orang Jawa mau belajar ke mana. Konteks keraton bukan hanya soal bangunan, bukan soal fisik. Tapi soal yang lebih urgen lagi yaitu soal sikap," terangnya.
"Sikap sebagai publik figur kebudayaan. Kalau kita sebagai orang Jawa kehilangan publik figur dan contoh untuk menjadi orang Jawa yang benar. Jangan salahkan bila kemudian orang Jawa akan luntur kebudayaannya karena tidak ada kiblatnya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Dani berharap keraton dapat kembali ke muruahnya sebagai publik figur kebudayaan.
"Kita tidak berurusan dengan konflik yang terjadi di keraton. Karena itu urusan internal mereka, tetapi kita berharap bahwa keraton ini bisa menjadi seperti semula. Sebagai pembawa sekaligus pengemban muruah, sebagai kebudayaan Jawa. Ini siapa pun yang akan berkuasa dalam keraton sebagai pengemban kebudayaan haruslah memiliki 2 fondasi utama, yakni kelayakan dan kemampuan untuk bisa jadi publik figur yang benar untuk menuntun masyarakat Jawa ini menjadi Jawa yang benar karena keraton itu sekarang bukan lagi sumber kekuasaan politik," pungkasnya.
(Fernando Fitusia)