Konten dari Pengguna

Peran UU No.1 Tahun 2022: Memperkuat Sistem Perencanaan dan Penganggaran Daerah

Benny Eko Supriyanto
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Watampone
6 September 2024 13:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Benny Eko Supriyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peran UU No. 1 Tahun 2022 dalam Memperkuat Sistem Perencanaan dan Penganggaran Berbasis Kinerja di Daerah
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan landasan hukum yang penting dalam memperkuat tata kelola keuangan di tingkat daerah. Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam undang-undang ini adalah upaya untuk memperkuat sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerjadi daerah, sehingga pengelolaan anggaran dapat lebih efektif, efisien, dan akuntabel. UU ini tidak hanya mengatur mekanisme distribusi dana dari pusat ke daerah, tetapi juga mendorong daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas yang lebih kuat melalui pendekatan berbasis kinerja.
Benny Eko Supriyanto - KPPN Watampone (Dok. KPPN Watampone)
Penganggaran Berbasis Kinerja: Pendekatan yang Didorong oleh UU No. 1 Tahun 2022
Penganggaran berbasis kinerja adalah pendekatan di mana alokasi anggaran didasarkan pada pencapaian hasil atau keluaran (output) yang diukur secara kuantitatif. Dalam konteks daerah, pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa anggaran yang digunakan memberikan dampak nyata terhadap pembangunan dan pelayanan publik. UU No. 1 Tahun 2022 secara eksplisit menekankan pentingnya penganggaran berbasis kinerja dalam proses perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah.
ADVERTISEMENT
UU ini mendorong pemerintah daerah untuk menyusun rencana anggaran yang lebih fokus pada pencapaian tujuan pembangunan yang terukur. Pemerintah daerah tidak hanya diharapkan mengalokasikan anggaran berdasarkan kebutuhan operasional, tetapi juga berdasarkan capaian yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Dengan demikian, setiap rupiah yang dikeluarkan harus memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat daerah.
Mekanisme Perencanaan dan Pelaporan Berbasis Kinerja
UU No. 1 Tahun 2022 memberikan mekanisme yang mendukung implementasi penganggaran berbasis kinerja, terutama melalui instrumen-instrumen berikut:
1. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)
UU ini mendorong integrasi sistem informasi keuangan daerah dengan sistem perencanaan dan pelaporan nasional. Penggunaan SIKD akan memudahkan monitoring pelaksanaan anggaran secara real-time dan memungkinkan pemerintah pusat untuk melihat pencapaian kinerja daerah berdasarkan penggunaan anggaran yang telah dialokasikan.
ADVERTISEMENT
2. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Undang-undang ini mengamanatkan pemerintah daerah untuk menerapkan SPM dalam sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Melalui SPM, pemerintah daerah memiliki standar output yang jelas untuk dicapai, dan alokasi anggaran harus sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar tersebut.
3. Pelaporan Kinerja dan Evaluasi Berkala
UU ini juga mengharuskan adanya pelaporan kinerja yang berkala. Laporan ini bukan hanya mencakup realisasi anggaran, tetapi juga capaian kinerja dari program-program yang telah didanai. Evaluasi berkala ini dilakukan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran daerah.
Tantangan Implementasi di Daerah Tertinggal
Meskipun UU No. 1 Tahun 2022 memberikan kerangka yang kuat untuk mendorong perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, implementasinya di daerah tertinggal menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi:
ADVERTISEMENT
1. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Banyak daerah tertinggal memiliki keterbatasan dalam hal tenaga ahli yang memahami konsep penganggaran berbasis kinerja. SDM di daerah ini sering kali belum terbiasa dengan pengukuran hasil program secara kuantitatif, sehingga penerapan sistem berbasis kinerja menjadi lebih sulit.
2. Akses Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Merata
Penerapan SIKD dan teknologi informasi lainnya membutuhkan akses internet dan infrastruktur teknologi yang memadai. Namun, banyak daerah tertinggal masih menghadapi keterbatasan dalam hal infrastruktur teknologi, sehingga integrasi dengan sistem pusat menjadi terkendala.
3. Minimnya Data yang Akurat dan Terpercaya
Penganggaran berbasis kinerja membutuhkan data yang akurat dan up-to-date untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Di daerah tertinggal, sering kali data tidak tersedia atau kualitasnya tidak memadai, sehingga sulit untuk melakukan perencanaan yang berbasis bukti.
ADVERTISEMENT
4. Keterbatasan Anggaran yang Memadai
Meskipun UU No. 1 Tahun 2022 menyediakan mekanisme transfer dana dari pusat, daerah tertinggal sering kali masih menghadapi keterbatasan anggaran yang memadai untuk mencapai hasil yang signifikan. Alokasi anggaran yang terbatas menghambat daerah dalam mengimplementasikan program-program yang berorientasi pada hasil.
Strategi untuk Meningkatkan Efektivitas Implementasi
Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa strategi dapat diterapkan agar daerah tertinggal dapat mengadopsi sistem penganggaran berbasis kinerja secara lebih efektif:
1. Peningkatan Kapasitas SDM
Pemerintah pusat perlu memberikan pelatihan intensif kepada aparat daerah, terutama dalam hal perencanaan dan pelaporan berbasis kinerja. Pelatihan ini bisa mencakup penggunaan sistem informasi keuangan, pengukuran kinerja, serta manajemen proyek.
2. Penguatan Sistem Informasi Keuangan yang Terintegrasi
ADVERTISEMENT
Peningkatan akses terhadap infrastruktur teknologi harus menjadi prioritas di daerah tertinggal. Penguatan jaringan internet dan peningkatan akses terhadap sistem informasi keuangan akan mempermudah implementasi penganggaran berbasis kinerja di daerah-daerah terpencil.
3. Kolaborasi Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk memastikan penerapan UU ini berjalan optimal. Pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan teknis serta bantuan anggaran yang lebih terarah kepada daerah-daerah tertinggal untuk memperkuat pelaksanaan sistem berbasis kinerja.
Sebagai kesimpulan bahwa UU No. 1 Tahun 2022 memberikan fondasi yang kokoh untuk memperkuat sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja di daerah. Melalui mekanisme penganggaran yang berorientasi pada hasil, pemerintah daerah didorong untuk lebih akuntabel dan transparan dalam penggunaan anggaran. Namun, tantangan implementasi, terutama di daerah tertinggal, masih memerlukan perhatian serius. Dengan strategi yang tepat, seperti peningkatan kapasitas SDM, penguatan infrastruktur teknologi, dan kolaborasi antarpemerintah, penganggaran berbasis kinerja dapat menjadi alat yang efektif untuk mendorong pembangunan daerah yang lebih merata dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT