Jadikan Sekolah Sebagai Tempat Anak Bermain

Beny Adekatari
Guru SDN 04 Pekat Kabupaten Dompu
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2020 8:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Beny Adekatari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bukan tanpa alasan bagi M.R Soewani Soeryaningrat atau yang kita kenal Ki Hajar Dewantoro, mendirikan sekolah sebagi taman bermain dan taman belajar bagi anak Indonesia atau disebut dengan Taman Siswa. Didirikannya Taman Siswa karena ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan yang dikuasai oleh pemerintahan Belanda saat itu. Anak-anak dibiarkan terkekang oleh sistem pembodohan yang masif.
ADVERTISEMENT
Kenapa anak-anak perlu sekolah sebagai tempat untuk bermain? Sekolah merupakan tempat yang akan memberikan peluang dan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk menciptakan dunianya melalui berbagai pelajaran. Anak-anak pada saat mereka bermain di sekolah akan didampingi oleh ahli psikologi yang bernama Guru. Guru akan memberikan sepenuh hatinya demi mencerdaskan anak negeri.
Ilustrasi anak sekolah SD Negeri Foto: Shutter Stock
Guru merupakan salah satu komponen utama pendidikan. Keberadaan dan peran guru amat menentukan keberhasilan pendidikan. Guru sebagaimana diketahui adalah tenaga pendidik yang bertugas membimbing, mengajar dan melatih peserta didik. Tidak ada satu pun yang mampu mengganti peran guru sekali pun orang ua di rumah.
Oleh karena itu, satu-satunya tempat bermain yang paling efektif bagi anak-anak adalah sekolah. Sekolah tidak sekadar tempat untuk mentransfer ilmu dari guru kepada siswa namun sebagai tempat bagi anak untuk dibentuk karakter dan mempelajari budi pekerti serta belajar estetika. Anak-anak akan menikmati masanya dan menghabiskan waktu saat-saat berada di sekolah.
ADVERTISEMENT
Anak melakukan aktivitas bermain tanpa henti dan berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan kesenangan semata. Bermain sangat lekat dengan kehidupan keseharian anak bahkan banyak yang berkata bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Dalam aspek perkembangan anak, perasaan bahagia yang timbul ketika ia bermain akan beriringan dengan perkembangan motorik dan kognisi. Melalui berbagai macam aktivitas, anak dengan sendirinya melatih kemampuan fisik, kematangan emosi serta melatih keterampilan yang dia miliki. Jika orang dewasa membangun pengetahuannya lewat membaca, maka anak membangun pengetahuannya dengan bermain.
Di tengah mewabahnya covid-19 sampai saat ini, keluh-kesah para orang tua ramai beredar di media sosial tentang ketidaksanggupan mereka dalam mendampingi anak belajar dari rumah. Hal tersebut dipicu oleh sikap pemerintah yang membingungkan dalam menerapkan peraturan protokol kesehatan mengenai coronavirus tersebut. Sekolah di tutup pusat perbelanjaan terus dibuka.
Bahagia bersekolah. Foto : Blog guru dan pendidikan.
Kekhawatiran para orang bukan karena tidak mampu mendidik anak tetapi mereka sangat khawatir terhadap paparan konten negatif pada saat anak membuka media online. Anak-anak seakan dipaksa untuk beradaptasi dengan gawai yang setiap saat dapat memunculkan permasalahan baru misalnya susah tidur, stres dan ketergantungan. Para orang tua ingin segera sekolah kembali dibuka agar anak-anak mereka bisa kembali bermain, belajar dan bersosialisasi sesuai tahap perkembangannya.
ADVERTISEMENT
Selama Pandemi Covid-19 ini, anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan teman virtualnya. Baik melalui permainan maupun melalui media pembelajaran online. Sangat diwaspadai apabila anak-anak kecanduan gawai sebab dapat memunculkan sikap agresif. Bisa jadi orang tua menjadi orang yang paling dibenci oleh anak apabila menghalang dirinya dengan gawai yang ia senangi.
Ilustrasi anak bermain bersama teman sebaya. Foto: Shutter Stock
Belajar dari rumah menjadi sebuah dilema. Di satu sisi, orang tua harus berada di luar rumah untuk mencari nafkah, di sisi lain anak-anak perlu pendampingan orang tua.
Dengan masa Belajar Dari Rumah yang sudah sangat lama dapat membuat anak-anak merasa jenuh berada di rumah. Mereka rindu dengan interaksi fisik yang biasa dilakukan bersama guru dan teman-temannya di sekolah. Kata "Kapan kami ke sekolah" kerap dilontarkan dari mulut anak-anak yang rindu tukar makanan dengan temannya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, orang tua memang dituntut untuk lebih kreatif dalam membangun interaksi dengan anak. Interaksi baik yang terbangun nantinya diharapkan bisa membuat anak tidak begitu kehilangan interaksi fisik yang biasanya dimiliki di dunia nyata. Semoga wabah covid-19 ini segera berlalu.
Penulis : Bunyamin
*Fasilitator Literasi Baca-Tulis Regional Bali dan Nusa Tenggara.
*Vounder Klub Baca Tapak Seribu,Dompu