Sebelum Terkenal, Aktor Termahal di Era '80-an Ini Sempat Jadi Gelandangan

Berita Artis
Membicarakan apa saja seputar artis
Konten dari Pengguna
31 Mei 2020 12:21 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Artis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Roy Marten, di kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Foto: Maria Gabrielle Putrinda/kumpara
zoom-in-whitePerbesar
Roy Marten, di kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Foto: Maria Gabrielle Putrinda/kumpara
ADVERTISEMENT
Nama aslinya Roy Wicaksono Abdul Salam. Ia lahir di Salatiga, 1 Maret 1952. Namanya sempat dikenal sebagai The Big Five artis dengan bayaran termahal di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai kesuksesan seperti saat itu, pria yang mempunyai nama panggung Roy Marten ini ternyata pernah menjadi gelandangan di Jakarta. Hal itu diungkapkan oleh Roy saat berbincang dengan Helmy Yahya yang diunggah di channel YouTube berjudul 'Roy Marten Sempat Ditampar Christine Hakim 17 Kali. Bagaimana Ceritanya?'.
Adik dari aktor Rudy Salam itu mengaku awal perjalanannya ke Jakarta dimulai sekitar tahun 1972, ketika usianya masih 20 tahun. Sebelum menjadi aktor, Roy sempat mencoba untuk menjadi seorang model.
Roy Marten. Foto: Giovanni/kumparan
"Awalnya jadi model, kepenginnya sih main film, cuma enggak tahu jalannya ketika itu film Indonesia baru sangat turun, jadi enggak tahu caranya. Ketika ada yang ngajak (jadi model), saya pikir itu jalan ke sana," kata Roy Marten.
ADVERTISEMENT
Karena tidak mampu membayar kost, Roy terpaksa menjadi seorang gelandangan bersama temannya, Pangky Suwito.
"1972, umur 20, jadi gelandangan. Kost enggak bisa bayar kayak gitu kan di Grogol. Jadi ketika ada kesempatan fashion, ya saya hanya untuk sekadar ya cari makan, tapi enggak ada bakat di sana (model)," terangnya.
Perjalanan hidupnya saat awal-awal meniti karier di dunia hiburan Tanah Air dianggap Roy tidaklah mudah. Ia bahkan tidak mampu membayar ongkos ketika naik bus.
"Ya kita naik bus ketika itu 10 perak, itu pun tidak bisa bayar. Jadi ya udah ajak aja berantem," katanya.
Untungnya, Roy masih mempunyai teman yang memperbolehkannya untuk tinggal di suatu bangunan yang belum waktunya untuk ditempati. Bangunan yang sempat ditempati oleh Roy Marten itu kini dikenal sebagai Taman Anggrek.
ADVERTISEMENT
"Kemudian tinggal di rumah temen saya, di situ ada sawah, ada satu bangunan yang belum jadi. Saya tinggal di situ. Itu sekarang jadi Taman Anggrek. Di situ saya tinggal (waktu itu), masih sawah. Jadi kalau mau pergi, sepatu mesti copot, naik becak," ungkapnya.
Kemudian, ayah Gading Marten ini memperoleh kesempatan untuk membintangi film Cintaku di Kampus Biru. Film tersebut yang akhirnya mengubah kehidupan seorang Roy Marten.
Usai membintangi film tersebut, pria yang kini berusia 68 tahun itu mampu mengerjakan 12 sampai 14 film tiap tahun, tentunya sebagai pemain utama.
Roy pun tak ragu menyebut film Cintaku di Kampus Biru sebagai salah satu film yang paling berkesan dalam hidupnya.
"Saya pasti, film Cintaku di Kampus Biru, karena itu yang mengangkat nama saya. Terus yang kedua, Badai Pasti Berlalu, itu luar biasa," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selama berkarier di industri perfilman Tanah Air, kakek Gempita Noura Marten itu mengaku telah membintangi sekitar 150 judul film.
"Pasti lebih dari 150 film, terakhir film bareng Tompi (Pretty Boys). Tompi sutradara luar biasa," pungkas Roy Marten.