Konten dari Pengguna
5 Contoh Legal Opinion untuk Berbagai Masalah Hukum
18 September 2025 17:29 WIB
·
waktu baca 7 menit
Kiriman Pengguna
5 Contoh Legal Opinion untuk Berbagai Masalah Hukum
Sebagai panduan hukum, legal opinion menyediakan sudut pandang ahli untuk penyelesaian masalah. Yuk, pelajari contoh legal opinion di artikel ini!Berita Hari Ini
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam praktik hukum, legal opinion memberikan sudut pandang profesional dari ahli hukum untuk menyelesaikan suatu masalah. Dengan mempelajari berbagai contoh legal opinion, kita bisa melihat bagaimana ahli hukum menguraikan permasalahan dan memberikan saran hukum yang tepat.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Legal Opinion (Pendapat Hukum) (2021) oleh Zevrijn Boy Kanu, legal opinion adalah instrumen penting dalam praktik hukum yang berfungsi sebagai pendapat profesional dari ahli hukum mengenai suatu peristiwa, dokumen, atau situasi tertentu yang memiliki aspek hukum.
Contoh Legal Opinion untuk Berbagai Masalah Hukum
Kerangka umum legal opinion terdiri dari identifikasi masalah hukum, analisis hukum, serta kesimpulan dan rekomendasi. Dikutip dari buku Legal Opinion - Kumpulan Lengkap LO dengan Topik Terkini Bidang Hukum Pidana-Perdata-Administrasi (Jilid 1) (2021) oleh Fifit Fitri Lutfianingsih dkk, berikut contoh legal opinion untuk beberapa masalah hukum:
Contoh 1: Wanprestasi dalam Purchasing Order
Perihal: Sengketa antara PT MJS (penjual) dan PT BK (pembeli) terkait pembelian pagar BRC. PT BK telah membayar sebagian dan menerima sebagian barang, tetapi tidak melunasi sisa pembayaran, padahal sisa barang sudah selesai diproduksi oleh PT MJS. PT BK justru melaporkan PT MJS atas dugaan penipuan dan/atau penggelapan.
ADVERTISEMENT
Isu Hukum:
Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Analisis Hukum:
Hubungan hukum antara kedua pihak adalah perdata, berdasarkan perjanjian jual beli yang telah disepakati. Perjanjian ini dianggap sah karena telah memenuhi keempat syarat sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, objek yang jelas (hal tertentu), dan tujuan sah di mata hukum (sebab yang halal).
Tindakan PT BK yang tidak melunasi sisa pembayaran meskipun barang sudah siap dikirim merupakan bentuk wanprestasi. Unsur-unsur tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP) tidak terpenuhi pada perbuatan PT MJS, karena penguasaan sisa barang oleh PT MJS dibenarkan akibat wanprestasi yang dilakukan PT BK.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan dan Rekomendasi: Kasus ini masuk ranah hukum perdata, bukan pidana. PT BK telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar sisa tagihan. Oleh karena itu, kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Contoh 2: Perbuatan Melawan Hukum dalam Kontrak Kerja
Perihal: CV Jaya Sentosa telah menyelesaikan pekerjaan pemasangan saluran air untuk PDAM Sidoarjo berdasarkan kebiasaan kerja sama yang sudah terjalin lama. Namun, PDAM tidak melakukan pembayaran setelah Direktur Utamanya diganti karena terlibat kasus korupsi, dengan alasan tidak adanya Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Keterangan (SK) formal.
Isu Hukum:
ADVERTISEMENT
Dasar Hukum: KUHPerdata, Yurisprudensi, dan Doktrin.
Analisis Hukum:
Perikatan yang terjadi dianggap sah menurut Pasal 1320 KUHPerdata karena memenuhi syarat subjektif dan objektif, meskipun didasarkan pada kebiasaan. Hukum kebiasaan diakui sebagai sumber hukum formal dalam sistem hukum Indonesia dan mengikat para pihak yang melakukannya secara berulang.
Tindakan PDAM yang tidak membayar pekerjaan yang telah selesai merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai Pasal 1365 KUHPerdata karena telah melanggar hak subjektif CV Jaya Sentosa dan menimbulkan kerugian. PDAM Sidoarjo telah melanggar Asas Pelayanan yang Baik, yang merupakan bagian dari AUPB karena tidak memberikan pembayaran tepat waktu.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Perikatan antara CV Jaya Sentosa dan PDAM adalah sah. PDAM memiliki kewajiban untuk membayar utangnya dan perbuatannya dapat dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum serta pelanggaran terhadap AUPB.
ADVERTISEMENT
Contoh 3: Pencemaran Nama Baik
Perihal: Seorang anggota DPRD, Hari Siswoyo, dituduh di media sosial oleh seorang pendeta telah menggelapkan 300 sak semen bantuan untuk gereja. Merasa difitnah, Hari Siswoyo dalam sebuah pertemuan dengan jemaat gereja meluapkan kekecewaannya dan menyebut pendeta tersebut diam saja ketika seorang pemuda gereja bernama Candra menyalahgunakan dana. Atas ucapan tersebut, Candra melaporkan Hari Siswoyo atas dugaan pencemaran nama baik.
Isu Hukum: Apakah tindakan yang dilakukan Hari Siswoyo dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik menurut Pasal 310 KUHP?
Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Analisis Hukum:
Menganalisis unsur-unsur Pasal 310 KUHP: (1) Dengan sengaja; (2) Menyerang kehormatan atau nama baik; (3) Menuduh perbuatan tertentu; (4) Dengan maksud diketahui umum.
Unsur 'dengan sengaja' tidak terpenuhi karena apa yang diucapkan Hari Siswoyo adalah bentuk luapan emosi dan reaksi atas tuduhan diterimanya dan bukan tindakan disengaja untuk menyerang.
ADVERTISEMENT
Unsur 'dengan maksud diketahui umum' juga tidak terpenuhi karena permasalahan tersebut sudah terlebih dahulu viral di media sosial. Ucapan Hari Siswoyo bukan bertujuan agar hal itu diketahui umum, melainkan respon di forum yang sudah mengetahui pokok masalahnya
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Perbuatan yang dilakukan oleh Hari Siswoyo tidak memenuhi keseluruhan unsur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Dengan demikian, perbuatannya tidak mengandung unsur pidana pencemaran nama baik.
Contoh 4: Tindak Pidana Ujaran Kebencian
Perihal: Diana membeli mobil Honda Jazz dari Candra. Belakangan, Diana mengetahui bahwa STNK mobil tersebut palsu saat diperiksa oleh polisi, dan BPKB-nya belum ada. Keduanya sepakat tertulis untuk membatalkan jual beli, dan Candra akan mengembalikan uang Diana secara bertahap. Walaupun kesepakatan telah dibuat, Diana tetap melaporkan Candra atas dugaan penipuan (Pasal 378 KUHP) dan penadahan (Pasal 480 KUHP).
ADVERTISEMENT
Isu Hukum:
Dasar Hukum: KUHPerdata dan KUHP.
Analisis Hukum:
Hubungan hukum awal adalah perjanjian jual beli yang sah. Setelah masalah STNK palsu terungkap, hubungan hukum tersebut berubah menjadi perjanjian pembatalan jual beli yang juga sah dan mengikat kedua belah pihak.
Pelaporan pidana yang dilakukan Diana setelah adanya kesepakatan pembatalan dapat dianggap sebagai wanprestasi terhadap kesepakatan tersebut.
Unsur-unsur tindak pidana penadahan (Pasal 480 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP) tidak terpenuhi. Candra tidak mengetahui STNK tersebut palsu karena ia mendapatkannya dari penjual pertama dan ia menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah dengan mengembalikan uang. Tidak ada maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau menggunakan tipu muslihat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Permasalahan ini murni berada dalam ranah hukum perdata, bukan pidana. Unsur pidana penipuan dan penadahan tidak terpenuhi pada perbuatan Candra. Berdasarkan analisis, kasus ini seharusnya diselesaikan secara perdata sesuai kesepakatan yang telah dibuat.
Contoh 5: Pendaftaran Tanah atas Tanah Terlantar
Perihal: Prosedur hukum dan akibat dari pendaftaran hak atas tanah yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tanah terlantar oleh negara.
Isu Hukum:
Dasar Hukum: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.
ADVERTISEMENT
Analisis Hukum:
Tanah dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar apabila pemegang hak dengan sengaja tidak mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan tanah tersebut sesuai keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.
Proses penetapan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui tahapan inventarisasi, identifikasi, dan evaluasi. Pemegang hak akan diberikan peringatan tertulis sebanyak tiga kali. Jika peringatan diabaikan, Kepala BPN akan mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar.
Akibat hukumnya adalah hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah tersebut putus. Tanah itu akan ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Setelah menjadi tanah negara, pemerintah dapat mendistribusikan kembali tanah tersebut kepada pihak lain yang membutuhkan melalui program reformasi agraria atau skema lainnya.
Pihak yang menerima hak baru atas tanah tersebut dapat mendaftarkannya ke Kantor Pertanahan untuk memperoleh sertifikat sesuai prosedur pendaftaran tanah yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Penetapan tanah terlantar adalah instrumen negara untuk memastikan tanah dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya adalah hapusnya hak atas tanah bagi pemegang hak lama.
Pihak ketiga dapat memperoleh hak baru atas tanah tersebut melalui kebijakan pemerintah dan mendaftarkannya secara sah untuk mendapatkan kepastian hukum.
(FHK)

