Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
5 Tradisi Jawa di Malam Satu Suro
19 Agustus 2020 19:19 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Malam satu suro sudah ada sejak era Kerajaan Mataram Islam di bawah pimpinan Sultang Agung. Sebagai pemimpin kerajaan, Sultan Agung ingin memperluas ajaran agama Islam di Jawa dengan memadukan tradisi.
Setiap malam satu suro biasanya diisi dengan berbagai tradisi Jawa dan Islam. Acara tradisi Jawa malam satu suro juga diselingi dengan pembacaan doa. Masyarakat Jawa meyakini bahwa selama bulan Suro, mereka harus terus bersikap waspada dan bersyukur.
Berbagai daerah Jawa memiliki tradisi di malam satu Suro masing-masing. Berikut beberapa tradisi Jawa di malam satu Suro.
Kungkum
ADVERTISEMENT
Tugu Soeharto sendiri berada di antara pertemuan Kali Kreo dengan Kali Kripik. Masyarakat meyakini jika tradisi Kungkum ini dapat menghilangkan pengaruh buruk akibat ilmu hitam hingga mengusir penyakit yang ada di tubuh manusia.
Mubeng Benteng
Perayaan Mubeng Benteng dilakukan di Keraton Yogyakarta pada malam satu Suro. Tradisi ini dilakukan dengan membuat iring-iringan kirab yang membawa keris dan benda pusaka.
Kirab tersebut dibawa mengelilingi benteng keraton. Mubeng Benteng juga dikenal dengan sebutan tapa bisu. Hal itu memberikan makna bahwa selama melakukan tradisi Mubeng Benteng tidak boleh untuk berbicara.
Larung Sesaji
Larung Sesaji merupakan tradisi Jawa malam satu Suro yang dilakukan masyarakat Blitar, tepat di kawasan pantai selatan. Tradisi yang memiliki nama lain Larungan ini merupakan suatu ungkapan syukur masyarakat atas hasil laut yang diperoleh selama setahun dan harapan agar mendapatkan yang baik tanpa ada rintangan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk gunungan yang berisi hasil bumi dan kepala hewan ternak. Lalu, gunungan itu diarak dan dilarung ke tengah laut. Salah satu lokasi tradisi Larung Sesaji adalah Pantai Tambakrejo, kecamatan Wonotirto.
Grebeg Suro
Tradisi Jawa ini merupakan wujud rasa syukur dan bahagia warga Ponorogo dalam menyambut tahun baru Islam 1 Muharram. Konon, Grebeg Suro dimulai pada 1980-an di saat seniman reog menyambut malam satu Suro dengan melakukan tirakatan sepanjang malam. Hal itu dilakukan dengan mengelilingi kota hingga usai di area alun-alun.
Tradisi Grebeg Suro ini juga disebut sebagai salah satu cara untuk melestarikan kesenian Ponorogo. Pasalnya, minat para pemuda terhadap kesenian reog Ponorogo saat itu mulai luntur.
ADVERTISEMENT
Kirab Kebo Bule
Tradisi Kirab Kebo Bule dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta setiap malam satu Suro. Kirab merupakan kata yang memiliki arti iring-iringan atau arak-arakan. Sedangkan kebo dalam bahasa Jawa merupakan hewan kerbau.
Keraton Kasunanan Surakarta memilih kerbau karena menjadi refleksi dari apa yang dilakukan Paku Buwono II pada 1725. Saat itu, Paku Buwono II sedang mencari lokasi untuk keraton Surakarta yang baru. Lalu, ia melepaskan kebo-kebo bule dan para abdi dalem pun mengikuti hewan tersebut hingga berhenti di lokasi Keraton Kasunanan Surakarta.
(DNA)