Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Apakah Tidur Membatalkan Wudhu? Ini Pendapat Para Ulama
20 Januari 2025 14:25 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum melaksanakan salat , diwajibkan untuk menyucikan diri terlebih dahulu dari hadas kecil dengan cara berwudhu. Umat Islam perlu mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan wudhu supaya salatnya menjadi sah di mata Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Di antara banyaknya sebab yang dapat membatalkan wudhu, tidur menjadi hal yang sering diperdebatkan. Banyak umat Islam yang bertanya, apakah tidur membatalkan wudhu?
Dalam kitab Al-Futhuhat Al-Makkiyah karya Ibnu Arabi disebutkan bahwa para ulama memiliki pandangan yang berbeda tentang hal ini. Mereka meninjaunya dari segi posisi, tingkat kesadaran, hingga durasi tidur.
Apakah Tidur Membatalkan Wudhu?
Dihimpun dari skripsi berjudul Peta Perbedaan Pendapat Ulama dalam Hal Membatalkan Wudhu (Kajian Empat Mazhab) oleh Lia Kartika, UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, berikut beberapa pandangan ulama tentang hukum tidur setelah wudhu yang ditinjau dari banyak aspek.
1. Imam Hanafi
Imam Hanafi berpendapat bahwa tidur yang membatalkan wudhu bisa dilihat dari posisinya, yakni ketika seseorang tak merapatkan pantatnya ke tempat duduk atau lantai. Tidur yang dimaksud bisa dalam posisi bersandar, tengkurap, ataupun miring yang dianggap bisa menyebabkan sendi-sendi terasa lunglai.
ADVERTISEMENT
Pendapat Imam Hanafi ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Rasulullah SAW bersabda, "Berwudhu itu dilakukan bagi orang yang tidur berbaring." (HR Abu Daud)
2. Imam Maliki
Berbeda dengan Imam Hanafi, Imam Maliki menganggap bahwa tidur dapat membatalkan wudhu apabila diiringi dengan hadas. Hukum ini juga bisa ditinjau dari tingkat kenyenyakan, cara tidur, beserta durasinya.
Apabila seseorang tidur dengan nyenyak meski sebentar, maka hukum wudhunya menjadi batal. Namun jika tidurnya tak nyenyak meski lama, maka wudhunya tidak batal.
Batasan nyenyak ialah ketika seseorang tidur dengan nyaman, tanpa mendengar suara apapun. Ia tak sadar ketika air liurnya mengalir atau ketika benda jatuh di tangannya.
Sebaliknya, tidur yang tak nyenyak ialah ketika seseorang masih bisa mendengar suara dan merasakan hal-hal lain yang ada di sekelilingnya.
ADVERTISEMENT
Pendapat Imam Maliki ini diperkuat lewat hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. "Dari Anas berkata, "dulu pada masa Rasulullah SAW, sahabat-sahabat menunggu salat Isya hingga kepala mereka terangguk-angguk. Kemudian mereka salat tanpa berwudhu lagi." (HR Abu Daud)
3. Imam Syafi'i
Imam Syafi'i sependapat dengan Imam Hanafi. Menurutnya, umat Muslim yang tidur tidak merapatkan pantatnya ke tempat duduk atau lantai dianggap tidak membatalkan wudhu. Namun jika tidur dalam posisi miring, bersandar, atau tengkurap justru dapat membatalkan wudhu.
Sebab, ketika merapatkan pantatnya ke tempat duduk, seorang Muslim berpotensi mengeluarkan sesuatu yang bisa membatalkan wudhu, seperti kentut.
4. Imam Hambali
Pendapat terakhir datang dari Imam Hambali. Menurutnya, semua posisi tidur dapat membatalkan wudhu, kecuali tidur yang sedikit mengikuti hitungan urf. Dalam Islam, istilah ini dimaknai sebagai adat kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, baik dilakukan sambil duduk ataupun berdiri.
ADVERTISEMENT
Artinya, penentuan batas tersebut dikembalikan lagi pada adat yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Sehingga ketika seseorang tidur dengan merapatkan pantatnya ke tempat duduk maupun lantai, wudhunya dianggap batal. Begitu pun saat ia terjatuh.
Lalu, ketika seseorang tidur dan merasa ragu dengan tidurnya, ia dianggap masih suci dan tidak perlu berwudhu lagi. Namun jika sampai bermimpi, artinya ia tidur nyenyak. Maka, ia harus berwudhu lagi untuk menghilangkan hadas kecil.
Dalam fatwanya Imam Hambali menambahkan, seseorang yang tidur sebentar dalam posisi rukuk, bersandar, atau mengangkat kedua lututnya sama seperti orang yang tidur dalam posisi miring. Maka, kondisi tersebut dapat membatalkan wudhu.
ADVERTISEMENT
Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
Selain tidur, ada hal-hal lain yang dapat membatalkan wudhu. Apa saja? Disadur dari situs Kemenag, berikut daftarnya:
1. Keluar Sesuatu dari Qubul dan Dubur
Hal pertama yang membatalkan wudhu adalah keluarnya sesuatu dari qubul (kelamin) dan dubur (anus), baik berupa air kencing, angin, dan lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُۗ مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦
ADVERTISEMENT
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.
Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.
Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur." (QS Al-Maidah: 6)
2. Hilang Akal
Wudhu bisa batal apabila seseorang kehilangan akal atau kesadarannya, seperti gila, mabuk, dan pingsan. Tidur masuk kategori tersebut apabila dilakukan sampai nyenyak, sebagaimana dijelaskan oleh beberapa ulama dalam fatwa tadi.
ADVERTISEMENT
3. Bersentuhan Kulit
Dalam surat Al-Maidah ayat 6 disebutkan bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan bukan mahram dapat membatalkan wudhu. Namun, jika masih terhalang sesuatu seperti kain, wudhunya tidak batal.
Maka, sepasang suami istri yang bersentuhan kulit wudhunya menjadi batal. Sebab, mereka adalah dua orang berjenis kelamin berbeda yang dibolehkan menikah atau dikategorikan bukan mahram.
4. Menyentuh Kemaluan dan Dubur
Menyentuh kemaluan dan dubur dengan telapak tangan dapat membatalkan wudhu seseorang. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang memegang kelaminnya maka berwudhulah." (HR Ahmad)
Namun, jika seseorang disentuh bagian dubur atau kemaluannya oleh orang lain yang termasuk mahram tidak akan batal. Apabila yang menyentuhnya bukan mahram, seperti pasangan suami istri, maka wudhunya menjadi batal.
ADVERTISEMENT
(NSF)
Live Update