Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Arti Bid'ah dalam Islam beserta Hukum dan Jenis-Jenisnya
10 April 2025 13:56 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara singkat, arti bid'ah merujuk pada sesuatu yang tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu, bid'ah juga sering dimaknai sebagai amalan atau praktik yang tidak memiliki landasan dalam Al-Qur'an maupun hadis.
ADVERTISEMENT
Istilah ini kerap kali dikaitkan dengan konotasi negatif, bahkan dianggap sebagai hal yang harus dijauhi. Namun, pandangan para ulama ternyata tidak selalu sejalan. Sebagian memandang bid'ah sebagai penyimpangan, sementara yang lain membedakannya berdasarkan jenis dan tujuannya.
Sebenarnya, apa arti bid'ah yang tepat? Bagaimana hukumnya dalam Islam? Untuk mengetahui penjelasannya, simaklah artikel ini!
Arti Bid'ah
Dalam konteks Islam, istilah bid'ah tentu bukan sesuatu yang asing. Mengutip skripsi Hadis tentang Bid'ah (Telaah Ma'anil Hadis) karya Erma Rohmana al-Jauhariyah dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kata bid'ah berasal dari akar kata bada'a yang berarti memulai sesuatu atau hal yang baru.
Dengan demikian, bid'ah dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Artinya, suatu perkara dikategorikan sebagai bid'ah apabila tidak ada dalam praktik umat terdahulu. Singkatnya, bid'ah adalah sesuatu yang baru.
ADVERTISEMENT
Menurut buku Lisan al Arab oleh Ibnu Manzur, bentuk lain dari kata bid'ah adalah al-bid'atu, artinya sesuatu yang baru. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 117 berikut:
بَدِيْعُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ ١١٧
Artinya: "(Allah) pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka, jadilah sesuatu itu." (QS Al-Baqarah: 117)
Sementara itu, secara syariat, pengertian bid'ah menjadi lebih kompleks karena adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpandangan bahwa bid'ah mencakup segala hal baru yang berkaitan dengan urusan agama secara umum.
Pendapat lain menegaskan bahwa bid'ah hanya mencakup hal-hal baru dalam praktik ibadah. Adapun bentuk ibadah yang dianggap sebagai bid'ah adalah ibadah yang tidak pernah dilakukan, dicontohkan, maupun disyariatkan pada masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
ADVERTISEMENT
Hukum Bid'ah
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum bid'ah. Mengutip Jurnal Dusturiah dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, berikut penjelasannya:
1. Menurut Syekh Abdul Aziz Bin Baz
Syekh Abdul Aziz Bin Baz mendefinisikan bid'ah secara khusus, yakni hanya untuk hal-hal yang bersifat ibadah. Menurutnya, semua bid'ah hukumnya dhalalah (sesat atau bertolak belakang dengan sunah). Hal tersebut dijelaskan dalam hadis berikut:
Dari Aisyah r.a., berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, "Barang siapa mengada-adakan dalam urusan agama kami, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak."
2. Menurut Imam Nawawi
Berbeda dengan pandangan Syekh Abdul Aziz bin Baz yang menganggap setiap bid'ah sebagai kesesatan, Imam Nawawi memiliki penafsiran yang lebih kontekstual.
Menurutnya, hadis tentang bid'ah yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah r.a. bersifat umum sehingga perlu ditakhsiskan (dibatasi maknanya) dengan hadis lain yang lebih spesifik.
ADVERTISEMENT
Adapun hadis yang dimaksud berbunyi, "Sesungguhnya sebaik-baik ungkapan ialah kitab Allah (Al-Qur'an), dan sebaik-baik petunjuk Nabi Muhammad SAW, seburuk-buruk perkara ialah perkara baru yang diadakan yaitu bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat."
Hadis ini kemudian ditakhsis oleh hadis lain yang lebih rinci, yakni:
"Barang siapa yang mengadakan sesuatu atau mencipta sesuatu amalan yang baik di dalam Islam, lalu ia amalkan, niscaya ditulis baginya pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tidak akan kurang pahala untuknya dari pahala-pahala mereka yang mengamalkannya.
Begitu juga, barang siapa yang mengadakan amalan yang buruk atau kejahatan di dalam Islam, lalu ia amalkan, niscaya ditulis baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengamalkannya, tidak akan kurang walau sedikitpun."
Berdasarkan pemahaman ini, Imam Nawawi membagi bid'ah menjadi dua jenis, yaitu bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah qabihah (buruk). Bid'ah hasanah merujuk pada hal-hal baru yang tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, tetapi didukung oleh dalil umum yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil khusus.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, bid'ah qabihah adalah segala bentuk bid'ah yang bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Itu mengapa, bid'ah ini wajib ditinggalkan.
Jenis-jenis Bid'ah
Para ulama mengklasifikasikan bid'ah berdasarkan kategori hukum dalam Islam, yaitu wajib, sunnah (mandub), mubah, makruh, dan haram. Mengutip buku Bid'ah dalam Agama: Hakikat, Sebab, Klasifikasi, dan Pengaruhnya oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, berikut lima jenis bid'ah beserta contohnya:
1. Bid'ah Wajib
Jenis bid'ah yang pertama adalah bid'ah wajib. Bid'ah ini mencakup segala bentuk perbuatan atau praktik yang belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, namun sejalan dengan prinsip-prinsip syariat dan didukung oleh dalil yang bersifat wajib. Beberapa contoh bid'ah wajib antara lain:
ADVERTISEMENT
2. Bid'ah Sunnah
Bid'ah sunnah adalah istilah yang merujuk pada praktik atau ajaran yang dianggap sebagai hal baru dalam agama Islam. Jenis bid'ah ini tidak memiliki dasar atau contoh dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, namun memiliki manfaat yang baik.
Jadi, bid'ah sunnah dapat diartikan sebagai perkara baru dalam agama, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip sunnah dan membawa manfaat. Berikut contohnya:
3. Bid'ah Mubah
Bid'ah mubah adalah jenis bid'ah yang sifatnya diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Barangsiapa yang melakukannya tidak akan berdosa, namun juga tidak berpahala, selama tidak disertai niat atau tujuan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Contohnya antara lain:
ADVERTISEMENT
4. Bid'ah Makruh
Bid'ah makruh adalah jenis bid'ah yang sebaiknya ditinggalkan. Apabila meninggalkannya akan mendapatkan pahala, namun orang yang melakukannya tidak dianggap berdosa selama tidak melampaui batas syariat. Berikut beberapa contohnya:
5. Bid'ah Haram
Bid'ah haram adalah segala bentuk amalan baru yang bertentangan dengan syariat Islam, baik yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW maupun yang sudah ada namun diselewengkan dari tuntunannya. Barangsiapa yang melakukan bid'ah jenis ini, maka akan berdosa, sehingga wajib ditinggalkan oleh umat Muslim.
ADVERTISEMENT
Di bawah ini beberapa contoh perbuatan bid'ah haram:
Jenis bid'ah haram telah dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW berikut: "Barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak ada padanya perintah kami maka dia tertolak." (HR Muslim)
Bid'ah Sebelum Nabi Muhammad SAW
Menyadur buku Tunjuk Ajar Legalitas Bid'ah oleh Dr. H.M. Ridwan Hasbi, LC., M.A. perbuatan bid'ah ternyata sudah terjadi jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, tepatnya pada masa umat Nabi Isa a.s.
Setelah Nabi Isa a.s. wafat dan meninggalkan kaumnya, sebagian dari mereka mulai melakukan tindakan yang tidak bersumber dari syariat. Mereka menciptakan gaya hidup yang menjauhkan diri dari urusan duniawi. Perilaku ini dikenal dengan istilah rahbaniyah (kependetaan).
ADVERTISEMENT
Rahbaniyah bukanlah ajaran yang disyariatkan dan tidak ada kewajiban untuk melakukannya. Bahkan, praktik ini membuat beberapa dari mereka meninggalkan makan dan minum, mengenakan pakaian seadanya, tidak menikah, dan mengasingkan diri dari kehidupan sosial demi beribadah sepenuhnya kepada Tuhan.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 27. Berikut isinya:
ثُمَّ قَفَّيْنَا عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ بِرُسُلِنَا وَقَفَّيْنَا بِعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَاٰتَيْنٰهُ الْاِنْجِيْلَ ەۙ وَجَعَلْنَا فِيْ قُلُوْبِ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُ رَأْفَةً وَّرَحْمَةًۗ وَرَهْبَانِيَّةَ ࣙابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْنٰهَا عَلَيْهِمْ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ رِضْوَانِ اللّٰهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَاۚ فَاٰتَيْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْهُمْ اَجْرَهُمْۚ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ ٢٧
Artinya: "Kemudian, Kami meneruskan jejak mereka dengan (mengutus) rasul-rasul Kami dan Kami meneruskan (pula dengan mengutus) Isa putra Maryam serta Kami memberikan Injil kepadanya. Kami menjadikan kesantunan dan kasih sayang dalam hati orang-orang yang mengikutinya. Mereka mengada-adakan rahbaniah (berlebih-lebihan dalam beribadah). Padahal, Kami tidak mewajibkannya kepada mereka. Akan tetapi, (mereka mengada-adakannya dengan tujuan) mencari keridaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Maka, kepada orang-orang yang beriman di antara mereka Kami berikan pahalanya dan di antara mereka banyak yang fasik." (QS Al-Hadid: 27)
ADVERTISEMENT
(NSF)