Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Arti Walimatus Safar dan Hukum Melaksanakannya dalam Agama Islam
31 Maret 2023 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi arti walimatus safar (Pexels).](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gwsjvam2fkat75v8bqb6t2j3.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut Dra. Udji Asiyah, M.Si dalam buku Dakwah Cerdas, walimatus safar biasanya dilakukan oleh calon jemaah haji. Mereka akan mengundang keluarga, terangga, dan kerabat berpamitan sebelum berangkat haji .
Dalam pertemuan itu, calon jamaah haji akan meminta maaf dan memohon doa agar perjalanan ibadahnya lancar yang diselingi dengan tausiyah. Namun kegiatan ini bukan rangkaian dari ibadah haji.
Lantas, bagaimana hukum walimatus safar dalam Islam? Berikut informasinya yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Sekilas tentang Walimatus Safar
Walimatus safar merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab. Menurut Agus Arifin dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah, walimatus atau walimah merupakan bentuk jamak dari walaim yang berasal dari awlam, yaitu berpesta, kenduri atau jamuan makan.
ADVERTISEMENT
Sementara safar artinya perjalanan atau keluar dari suatu keadaan ke keadaan lainnya. Namun istilah tersebut sebenarnya tidak ditemukan dalam literatur Islam.
Istilah itu baru muncul sekitar tahun 1970-an di perkotaan seperti Jakarta dan dikaitan dengan selamatan bagi yang akan melaksanakan ibadah haji. Namun seiring berkembangnya waktu, budaya satu ini juga dilakukan oleh yang hendak berangkat umrah.
Baca Juga: Macam-Macam Walimah, Pesta Makan dalam Islam
Hukum Menggelar Walimatus Safar
Menurut Udji masih dari buku yang sama, tidak ada keharusan menggelar walimatus safar sebelum melaksanakan ibadah haji. Kegiatan itu pun tidak disunnahkan.
Namun karena tradisi ini tidak bersifat buruk, maka boleh dilakukan asal niatnya bukan karena hal-hal yang bersifat syar'i. Selain itu juga tidak boleh dilakukan secara berlebihan karena dikhawatirkan malah terjerumus ke dalam perbuatan riya.
ADVERTISEMENT
Allah pun telah melarang umat-Nya berbuat riya, sebagaimana bunyi surat Al-Baqarah ayat 264 berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), Seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.
Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.
Sementara menurut Agus Arifin, sebenarnya lebih afdal saat orang yang hendak melakukan perjalanan yang mengunjungi kerabat dan tetangganya. Sebagaimana disampaikan Imam Ibnu Hajar dalam kitab Hasyiyah Al-idhah, ada sebuah riwayat yang berbunyi:
وَوَرَدَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَرَادَ سَفَرًا أَتَى أَصْحَابَهُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَإِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرِهِ أَتَوْاإِلَيْهِ فَسَلَّمُواعَلَيْهِ
Artinya: "Telah datang riwayat bahwa Nabi ketika beliau akan melakukan safar maka beliau mendatangi sahabat-sahabat beliau, beliau mengucapkan salam atas mereka.
Dan ketika beliau pulang dari safar beliau, maka para sahabat mendatangi beliau, mereka mengucapkan salam atas beliau."
(NSA)