Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bagaimana Hak Nafkah Istri yang Bekerja Menurut Islam? Ini Penjelasannya
13 Februari 2023 15:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, suami diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Lalu, bagaimana jika istrinya juga mampu mencari nafkah? Seperti apa hak nafkah istri yang bekerja menurut Islam ?
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangan zaman, peluang perempuan untuk berkarier setelah menikah semakin besar. Kini, melihat perempuan karier yang juga menjadi seorang istri dan ibu menjadi hal biasa. Lalu, bagaimana Islam melihat fenomena ini? Apakah suami tetap wajib untuk menafkahinya?
Mengutip jurnal Perspektif M. Quraish Shihab terhadap Perempuan Bekerja oleh M. Nurul Irfan, pada prinsipnya kewajiban seorang istri adalah taat kepada perintah suaminya selama sesuai dengan syariat. Ia juga harus merawat anak dan menjaga harta benda yang mereka miliki.
Akan tetapi, kewajiban tersebut tidak berarti membuat kesempatan istri untuk terus berkembang menjadi terhambat, baik dalam hal pekerjaan maupun pendidikan. Hal ini didasarkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini.
"Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan itu lebih baik daripada mengkonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerjanya sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasil kerjanya." (H.R. al-Bukhari)
ADVERTISEMENT
Bagaimana Hak Nafkah Istri Bekerja dalam Islam?
Allah menjelaskan kewajiban apa saja yang harus dilakukan suami terhadap istrinya dalam surat An-Nisa ayat 34 yang bunyinya:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
ADVERTISEMENT
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukul lah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (Surat An-Nisa: 34)
Melalui ayat tersebut, Allah telah menetapkan laki-laki sebagai qowwam atau pemimpin bagi perempuan. Oleh karenanya, mereka diberikan beban kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Kewajiban ini tetap berlaku meskipun istrinya mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kemudian, dalam Surat At-Talaq ayat 7, Allah berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ
ADVERTISEMENT
Artinya: "Hendaklah orang yang mampu, memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (Surat At-Talaq : 7)
Menurut pendapat syekh Thontowi dalam tafsir Al-Wasit, ayat tersebut menekankan bahwa seorang suami tidak boleh berbuat pelit dalam menafkahi istri dan anak-anaknya. Selain itu, ayat ini memerintahkan kepada para suami untuk memberikan nafkah sebanyak yang mereka terima dari Allah.
Berdasarkan kepada kedua penjelasan di atas, kewajiban suami memberikan nafkah kepada istrinya adalah mutlak. Kewajibannya tak akan gugur meski seorang istri mampu untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya sendiri.
ADVERTISEMENT
Hukum Istri Bekerja untuk Mencari Nafkah bagi Keluarga
Quraish Shihab menjelaskan bahwa pada hakikatnya hubungan suami istri adalah kerja sama. Jika, seorang suami merasa tidak mampu atau kekurangan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya, maka istri boleh membantunya.
Pada situasi tersebut, kewajiban suami untuk memberikan nafkah kan gugur. Sebagai konsekuensinya, seorang suami harus memberikan izin kepada istri untuk bekerja di luar rumah. Lalu, suami juga harus mendengarkan pendapat dan meminta ridha istri untuk membagi pendapatannya.
Pada prinsipnya, hukum istri bekerja adalah mubah, akan tetapi dapat berubah sesuai keadaan. Jika kepala keluarga tidak mampu lagi mencari nafkah, misalnya karena kecelakaan yang membuatnya harus terbaring di kasur, maka istri wajib mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
ADVERTISEMENT
(PHR)