Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Hukum Sesajen dalam Islam? Ini Penjelasannya Menurut Ulama
24 Januari 2022 14:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sesajen dikenal sebagai alat persembahan dalam tradisi kejawen. Masyarakat Jawa biasanya menyertakan makanan dan bunga-bungaan untuk disajikan kepada arwah yang telah mendahului mereka.
ADVERTISEMENT
Penyerahan sesajen umumnya dilakukan pada acara khusus seperti pernikahan, selamatan, dan sunatan. Mengutip buku Antropologi SMA Kelas XII karya Yuni Sare, sesajen bisa diletakan di tempat-tempat tertentu seperti tiang rumah, persimpangan jalan, tepi sungai, dan titik lain yang dianggap keramat.
Awalnya, tradisi sesajen diwariskan oleh kerajaan Jawa yang menganut agama Hindu-Budha. Kemudian, tradisi ini diadaptasi oleh para sunan dan disesuaikan dengan ajaran Islam.
Meski begitu, masih terdapat pro dan kontra terkait hukum sesajen dalam Islam. Bagaimana pandangan ulama dalam menyikapinya?
Hukum Sesajen dalam Islam
Pada dasarnya, sesajen merupakan ritual sakral yang sudah diwariskan sejak zaman dahulu. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Ada yang mengatakan mubah atau boleh, dan ada pula yang menilainya haram.
Namun sebelum membahas hal itu, ada baiknya memahami hakikat arwah dalam Islam terlebih dahulu. Menurut Syikh Sulaiman Ahmad dalam buku Ringkasan Fiqih Sunnah Sayid Sabiq, arwah umat Muslim sejatinya sudah tenang di alam barzakh.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak mungkin berkeliaran di alam dunia untuk meminta sesaji dan lain sebagainya. Sehingga, keyakinan bahwa arwah membutuhkan sajian itu musyrik.
Umat Muslim dilarang untuk mempercayai dan menyambut kedatangannya, termasuk dengan memberikan sesajen. Perkara ini telah dijelaskan dalam Alquran surat An Nisa ayat 48 yang berbunyi:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar."
Selain tidak mendapat ampunan dari Allah, perbuatan syirik juga memberikan dampak negatif dalam kehidupan manusia. Mereka akan sulit menerima kebenaran Islam yang ditunjukan kepadanya.
ADVERTISEMENT
Buya Yahya dalam ceramah singkatnya di Channel YouTube Al-Bahjah TV mengatakan bahwa keyakinan terhadap keberadaan arwah yang berkeliaran di alam dunia adalah keliru. Karena sejatinya, semua arwah sudah kekal di alam barzakh.
Mereka yang shalih mendapat kenikmatan dari Allah Swt. Sementara yang kafir dan berdosa akan disiksa di alam kuburnya oleh para malaikat. Maka, dapat disimpulkan bahwa jumhur ulama mengatakan hukum sesajen dalam Islam adalah haram.
Di sisi lain, ada golongan ulama yang mengatakan bahwa hukum sesajen adalah mubah, selama makanan atau bunga-bungaan yang disajikan diniatkan semata-mata karena Allah.
Jadikan makanan itu sebagai perantara memohon pertolongan Allah agar terhindar dari gangguan dan teror makhluk halus. Dalam sebuah riwayat, Ibnu Hajar berkata:
ADVERTISEMENT
“Barang siapa menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar terhindar dari gangguan jin, maka tidak haram (boleh). Atau menyembelih dengan tujuan kepada jin maka haram”
(MSD)