Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bahaya Ghibah dan Hukumnya dalam Ajaran Islam
8 April 2021 18:23 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, dijelaskan bahwa ghibah adalah menceritakan orang lain tanpa sepengetahuannya, tentang sifat atau keadaan yang ada pada dirinya, yang seandainya dia mendengarnya pasti dia tidak menyukainya. Sementara, apabila yang diceritakan tidak benar, itu namanya mengada-ada atau fitnah .
Mengutip buku Fiqih Bertetangga oleh Fathiy Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy (2018: 193), pada dasarnya ghibah adalah unsur-unsur yang dapat merusak hubungan , baik persahabatan maupun persaudaraan. Kepercayaan antarsesama akan runtuh jika kebiasaan ghibah ini terus dilakukan.
Lantas, apa saja bahaya ghibah dan bagaimana hukumnya dalam Islam?
Bahaya Ghibah
Seperti yang telah dijelaskan, ghibah berhubungan erat dengan lisan sehingga dapat dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Apalagi, dengan kebebasan dalam menggunakan media sosial saat ini, semakin banyak orang yang membuka aib orang lain tanpa menyadari bahwa perbuatannya termasuk ghibah.
ADVERTISEMENT
Adapun bahaya ghibah di antaranya:
Ghibah seringkali menjadi penyebab retaknya persaudaraan, persahabatan, bahkan kehidupan rumah tangga. Selain itu, ghibah juga bisa membuat jatuhnya harga diri seseorang serta rusaknya kepercayaan seseorang kepada orang lain.
Akibatnya, hubungan yang tadinya dilandasi rasa percaya dan hormat satu sama lain berubah menjadi perselisihan, pertikaian, permusuhan, dan berujung memutus tali silaturahmi .
Seringkali, seseorang mengghibah orang lain dengan alasan iri dan dengki. Apalagi jika pergunjingan itu menyangkut kesenangan-kesenangan yang didapatkan oleh orang yang menjadi korban ghibah tersebut. Karena itu, ghibah bisa membuat sifat iri dan dengki semakin berkembang.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, ghibah merupakan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya. Waktu yang semestinya digunakan untuk beribadah ataupun melakukan perbuatan lain yang lebih produktif malah terbuang sia-sia.
Tak jarang seseorang yang gemar mengghibah berusaha mencari bahan ghibah dengan menyebarkan prasangka-prasangka tidak berdasar. Hal ini yang bisa menjadi penyebab utama permusuhan.
Hukum Ghibah dalam Islam
Dalam ajaran Islam , ghibah merupakan perbuatan yang sangat tidak terpuji. Mengutip buku Awas! Bahaya Lidah oleh Abdullah bin Jaarullah (2003 : 23), ghibah diharamkan berdasarkan ijma’ dan termasuk dosa besar karena bisa mengakibatkan putusnya ukhuwah, rusaknya kasih sayang, timbulnya permusuhan, dan tersebarnya aib.
Bahkan, dalam Al Quran, Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah dengan orang yang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Allah berfirman:
ADVERTISEMENT
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Tak hanya berlaku bagi orang yang melakukannya, orang yang sekadar mendengarkannya juga akan mendapat dosa besar dari Allah SWT. Imam Nawawi dalam Al-Adzkar menyebutkan:
ADVERTISEMENT
“Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika memungkinkan hal itu. Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib bagi dia untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat.”
(ADS)